32. A Threat

9.8K 574 123
                                    

A Threat

Helenina sangat ingin mengatakan tidak pada ucapan Asher tersebut. Bicara dengannya? Bertemu dirinya saja Helenina tidak mau. Ada rasa jijik memualkan yang dia rasakan saat berdekatan dengan pria ini, Helenina tidak tahu apakah itu perasaan yang normal atau tidak.

"Kau sudah makan?" tanya Helenina, alih-alih menjawab permintaan Asher. Dia mencoba untuk tetap tampil tenang, walau mungkin Asher menyadari kegugupannya.

"...." Asher terdiam, menatapnya dengan sedikit geli.

Helenina tahu bahwa tidak ada yang lucu dari ucapannya, tapi tampaknya Asher memiliki pikirannya sendiri.

"Mari kita bicara sembari menuju ruang makan," kata Helenina. Jantungnya berdetak sangat cepat sementara dia berusaha untuk tetap tegar.

Asher menunduk, sebuah senyum bertengger di bibirnya. "Helene, yang semalam itu bukanlah apa-apa," ucapnya tiba-tiba.

Helenina tertegun. Jadi Asher sepenuhnya menyadari apa yang kemarin dia lakukan? Itu terdengar menjadi lebih mengerikan. Kedua tangan Helenina mengepal erat, tatapannya tertuju pada lantai.

"Tidak ada yang terjadi kan, Helene? Aku tidak melakukan apa pun padamu."

Sepasang kaki di hadapan Helenina melangkah maju. Dan dengan refleks Helenina pun mundur.

"A-apa yang kau bicarakan, Asher?" kata Helenina, mengambil satu langkah lagi ke belakang.

"Aku tahu bahwa semalam kau pura-pura tidur. Aku hanya berharap kalau kau tidak memberi tahu ini pada Arthur."

Saat itu juga, Helenina sadar bahwa Arthur tengah mengancamnya. Jadi Helenina pun memberanikan diri berkata, "Kau tidak berhak mengaturku, Asher. Kau bukan—"

"Jangan konyol, Helene. Apa kau pikir Arthur akan peduli dengan apa yang hendak kau laporkan padanya? Jelas tidak. Apalagi kalau dia tahu bahwa kau telah disentuh oleh pria lain. Dia tidak akan mau denganmu lagi, Helene. Terlebih kalau pria lain itu adalah aku."

"Aku tidak pernah disentuh oleh siapa pun selain suamiku!"

"Mungkin belum, tapi suatu hari nanti aku jelas akan memilikimu."

Helenina tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Apakah pria di hadapannya ini sudah gila?

Berbeda dengan Arthur, Asher memiliki aura yang membuat Helenina merasa tidak nyaman. Pria ini bisa tersenyum dengan sangat ramah dan seolah mudah untuk digapai, namun di saat yang bersamaan dia juga bisa menyemburkan bisa yang mematikan.

Dan rupanya Asher tidak berniat untuk berhenti di sana. Dia mencondongkan badannya ke arah Helenina dan berbisik rendah di dekat telinganya, "Apa yang Arthur miliki, suatu hari nanti juga akan menjadi milikku. Selalu ... seperti itu."

Angin dingin berembus ke tubuh Helenina, membuatnya ingin bergidik, tapi tubuhnya masih membeku. Dia harus mendorong Asher, sekarang juga! Tapi—

"Kau bisa berhenti memainkan permainan kekanakan itu, Ash."

Helenina dan Asher sontak menoleh ke arah sumber suara itu berasal. Tepatnya ke arah Arthur yang tengah menuruni tangga. Tatapan pria itu terhunus tajam ke arah mereka.

Oh, tidak. Apakah Arthur akan salah paham dan mengira bahwa istrinya tengah bermain-main dengan sepupunya?

Helenina pun sontak menjauh dari Asher. Pandangannya memperhatikan Arthur. Ekspresi di wajah pria itu menggelap, dan auranya begitu mencekam sehingga ketika pria itu akhirnya berdiri di depan Helenina, Helenina bisa merasakan sosoknya yang menakutkan.

"Dan menjauhlah dari istriku!" kata Arthur. Suaranya dipenuhi oleh wibawa dan nada memerintah. Sehingga tidak ada alasan bagi Asher untuk tidak mematuhinya.

"Arthur, aku hanya mengobrol sebentar dengan istrimu. Tidak perlu semarah itu," kata Asher.

Helenina menoleh padanya, tidak terima dengan apa yang dia katakan.

Asher berwajah masam, tidak lagi tampak sepuas sebelumnya saat dia berbicara berdua dengan Helenina.

"Aku mengerti," kata Arthur, mengangguk. Dia melingkarkan tangannya ke pinggang Helenina dan menariknya mendekat, tubuh mereka menempel dan itu membuat Helenina merona.

Helenina ingin memejamkan mata, tidak kuasa dengan semua tekanan yang dia rasakan di udara karena situasi ini. Arthur yang tampaknya sedang dikuasai emosi, begitu pun juga dengan Asher. Mereka saling tatap seolah dalam detik selanjutnya siap untuk saling membunuh.

"Benarkah, Nina? Hanya mengobrol?" kata Arthur, berbisik rendah di dekat telinganya.

Helenina tidak ingin memperkeruh keadaan jadi dengan refleks dia menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu, Asher, setelah aku memastikan istriku memakan makan siangnya dengan baik, aku juga ingin mengobrol sesuatu denganmu. Topik yang kalian bicarakan pasti sangat menarik, aku tidak sabar untuk mendengarkannya."

Bagi Helenina, Arthur sama sekali tidak terkesan tertarik. Dia justru terasa semakin mengancam dan tajam.

Asher menampilkan senyuman lebar yang khas, yang kemarin sempat membodohi Helenina.

"Sayangnya, aku tidak punya waktu banyak untuk mengobrol lagi. Karena siang ini aku dan ibuku akan kembali ke Italia. Kau bisa bertanya pada istrimu kalau kau tidak percaya padaku, Arthur."

Dah Asher tidak menunggu mereka untuk menjawab, karena dia langsung berbalik dan melangkah pergi.

"Pergilah makan sendiri, aku akan menyusulmu nanti."

Begitu kata Arthur, sebelum dia juga melangkah pergi menuju ke arah Asher tadi.

***

Untuk pertama kalinya setelah hampir satu bulan, Helenina keluar dari mansion Rutherford yang megah dan sangat luas itu. Saat ini, dia dan Arthur tengah berada di dalam mobil, yang melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah Thomas Baron. Terlepas dari apa yang terjadi pada beberapa jam lalu, mereka tetap pergi untuk menghadiri undangan makan malam itu.

Helenina mengusap tangannya yang berkeringat pada gaun yang dia kenakan; gaun bermodel sederhana berwarna ungu gelap yang membuatnya tampak elegan—atau begitulah yang para gadis pelayannya katakan. Rambut merah Helenina ditata sedemikian rupa dan diberi aksesori berupa bunga dan daun merambat. Sekali lagi, gadis pelayannya bilang bahwa malam ini dia tampak begitu cantik dan elegan. Namun itu hanya kata mereka, Helenina tetap merasa buruk luar dan dalam, tidak elegan apalagi cantik sama sekali.

Di samping Helenina, Arthur duduk dalam kebisuan yang begitu memekakkan telinga. Asher dan Bibi Madeline telah pergi. Namun semenjak Arthur pergi menyusul Asher tadi, dia tidak mengatakan apa pun pada Helenina atau bahkan menoleh padanya. Saat Helenina muncul di hadapan Arthur dengan gadis pelayannya yang terlihat bersemangat untuk melihat reaksi tuan mereka setelah sang nyonya didandani, Arthur justru tampak tidak peduli. Para gadis pelayannya harus merasa kecewa. Karena kenyataannya, Arthur hanya melirik Helenina sekilas dan tidak mengatakan apa pun selain memberikannya isyarat untuk masuk ke dalam mobil.

Helenina takut bahwa Asher telah mengatakan hal-hal yang tidak benar tentang dirinya pada Arthur. Dan Arthur percaya dengan ucapan sepupunya itu.

Karena saat ini, Arthur jelas masih diliputi oleh amarah yang pekat, amarah yang tidak bisa Helenina hadapi. Dia tidak sabar untuk segera keluar dari mobil ini dan menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Kepala Helenina jadi berdenyut sakit karena tekanan yang Arthur berikan sekarang, dan juga semua yang telah terjadi akhir-akhir ini.

Itu belum termasuk bahwa sebentar lagi Helenina akan bertemu dengan keluarganya; satu lagi masalah yang harus dia hadapi.

***

Karena update-nya molor, hari ini Asia double update! ❤🙏

TAMING THE DEVILISH HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang