33. Sister

10.7K 620 212
                                    

Sister

Mobil memasuki pekarangan rumah Baron yang sangat luas. Jalan menuju ke teras diapit oleh pepohonan rindang dan beberapa ekor rusa tampak berkeliaran di rerumputan yang hijau. Helenina merasa begitu familiar dengan semuanya, bahkan para penjaganya juga dan setiap tetumbuhan yang tumbuh di sana. Namun, satu hal yang begitu asing di mata Helenina saat ini, yaitu pemandangan ayah dan ibunya yang tengah menunggu di teras. Dan tidak hanya mereka, Henry juga tampak hadir di sana. Beberapa penjaga telah bersiap, seorang pria dengan kamera yang dikalungi di lehernya juga sudah siap untuk mengambil gambar.

Helenina merasakan telapak tangannya jadi semakin basah, jadi dia mengelapnya lagi ke gaunnya. Ya ampun, Arthur tidak mengatakan pada Helenina bahwa makan malamnya akan semegah ini. Helenina pikir ini hanyalah acara makan malam intim keluarga, seperti makan malam biasa yang Helenina lakukan di rumah ini dulu, yang pastinya tidak melibatkan dokumentasi apa pun berupa pria dengan kamera.

Mobil kemudian berhenti tepat di depan teras. Pintunya terbuka secara otomatis, Arthur keluar lebih dulu dan langsung disambut dengan hangat oleh Thomas dan Hanna Baron. Helenina keluar dari pintu yang sama dan berdiri dengan canggung di belakang Arthur, melihat kedua orang tuanya tampak begitu senang dengan kedatangan Arthur—bukan dengan kedatangan anaknya yang sudah hampir satu bulan tidak dia lihat.

Namun Helenina tidak terkejut, dia mungkin akan merasa tidak nyaman kalau sampai ayah dan ibunya menyambutnya sama ramah seperti ketika mereka menyambut Arthur.

Helenina merasakan sepasang mata menatapnya, dan ketika mendongak, dia menangkap Henry tengah mengalihkan pandang darinya. Mereka berdua memang tidak akrab, Helenina bahkan sering merasa bahwa dia tidak memiliki seorang kakak, ataupun juga seorang adik. Namun Helenina senang bahwa Henry hadir malam ini. Itu mengingatkan Helenina pada Rosaline, yang sekarang tidak tampak di mana pun.

"Helene, sayangku. Bagaimana kabarmu, Nak?" Helenina terkejut saat tiba-tiba saja wajah tersenyum ibunya tampak di pandangannya. Ini bukanlah pemandangan baru, di mana ibu maupun ayahnya bersikap ramah dan seolah penuh kasih sayang padanya, jadi Helenina juga sudah tahu bagaimana harus bersikap.

Dia membalas senyuman ibunya, walau terkesan canggung. "Kabarku baik, Bu," jawabnya.

Kedua mata Hanna semakin melengkung dan senyumnya melebar, namun Helenina tahu bahwa itu adalah palsu dan berupa basa-basi biasa. Hanna tidak pernah terlalu peduli tentang bagaimana keadaannya.

Kini giliran ayah Helenina, yang menyapanya dan berkata bahwa dia tampak sehat dan bahagia.

Helenina tidak tahu apakah itu benar atau tidak.

"Ayo kita masuk dan melanjutkan mengobrolnya di dalam, cuaca di luar begitu dingin," kata Thomas, melangkah lebih dulu menuju pintu.

"Kau seharusnya tidak menunggu kami di luar kalau tahu cuacanya dingin, Ayah Mertua," sahut Arthur, yang mengundang kekehan dari Thomas.

Saat Helenina hendak melangkah, tiba-tiba saja dia merasakan genggaman tangan Arthur di tangannya. Helenina mendongak untuk menatap pria itu, tapi ternyata Arthur tidak sedang menatap ke arahnya.

Helenina mengingatkan dirinya sendiri bahwa ini hanyalah genggaman tangan biasa, yang tidak mengartikan apa pun. Apalagi sekarang mereka tengah berada di hadapan orang lain dan juga kamera yang sedari tadi tidak berhenti memotret sambutan penuh hangat ini.

Mereka semua pun masuk ke dalam dan langsung menuju ruang makan. Di sana, berbagai macam menu makanan lezat telah terhidang, seolah mereka tengah mengadakan sebuah pesta saja.

"Kita harus menunggu sebentar untuk menu utama datang," kata Thomas memberi tahu.

Mereka kemudian duduk di bangku masing-masing. Helenina di samping Arthur, dan di hadapannya duduklah Henry, sementara ayahnya ada di kepala meja dan ibunya ada di samping kiri sang ayah. Dengan cepat, obrolan antar pria pun dimulai, dengan Hanna yang sesekali menyahut singkat. Helenina hanya diam dan mendengarkan mereka berbicara. Saat itulah kemudian Helenina sadar bahwa Rosaline belum juga datang.

"Ibu, di mana Rosaline?" tanya Helenina karena penasaran.

"Sebentar lagi dia akan turun."

Helenina mengangguk. Tipikal dari seorang pemeran utama, selalu muncul saat paling akhir, pikirnya.

Bagaimana kira-kira respon Arthur saat bertemu dengan Rosaline nanti—calon istrinya yang sebenarnya?

Ya ampun, Helenina tidak pernah memikirkan hal tersebut sampai sekarang. Dia pun melirik ke arah Arthur yang tengah terlibat dalam obrolan dengan Thomas. Arthur malam ini tampil sangat tampan. Fitur wajahnya tampak lebih tajam, dan auranya yang sejak tadi masih juga terasa gelap, membuat dirinya tampak semakin tidak tersentuh. Helenina merasa sulit memercayai bahwa pria ini adalah suaminya.

Namun, apakah nanti setelah Arthur bertemu dengan Rosaline, dia akan berubah pikiran dengan semua konsep pernikahan mereka?

Helenina menunduk saat memikirkannya. Bahkan, saat akhirnya Rosaline datang dan disambut dengan hangat juga oleh kedua orang tuanya, Helenina tidak mengangkat pandangan sampai Rosaline duduk di dekat Henry, tepat di hadapan Arthur.

Dan Helenina langsung mendengar Arthur berkata, "Miss Rosaline, senang bertemu denganmu kembali."

Kemudian Rosaline menjawab, dengan senyum ramah di bibirnya. "Sir Rutherford, aku juga. Maaf atas insiden terakhir kali."

Arthur menjawabnya dengan anggukan singkat. Hal tersebut membuat Helenina bingung akan bagaimana mudahnya semua ini berlalu, seolah tidak ada insiden di mana Rosaline kabur dari pernikahannya dengan Arthur.

Tidak cukup sampai di sana, Rosaline bersuara lagi, "Bagaimana kabar kalian berdua?"

Helenina berjengit saat tiba-tiba saja Arthur menepuk pelan pahanya dan membiarkan tangannya di sana sembari berkata, "Aku dan istriku baik-baik saja."

"Kuharap kau tidak terlalu kesusahan, Sir Rutherford."

Semua yang ada di meja makan itu langsung terdiam, tapi Arthur dengan tenang menjawab ucapan Rosaline itu. "Tidak akan, Miss Rosaline. Selama istriku ada di sampingku, semuanya terasa mudah."

"Begitu kah?" sahut Rosaline singkat. Dan percakapan itu pun selesaai.

Helenina bisa merasakan ketegangan di tubuhnya belum juga mengendur. Dadanya terasa seperti diremas oleh tangan semu. Karena dalam ruangan ini, dia tidak melihat satu pun orang tanpa topeng di wajah mereka, atau tanpa sedikit pun bumbu kebohongan di ucapan mereka. Tangan Arthur masih di pahanya, sesekali bergerak mengusap sementara pria itu mengobrol dengan lagi. Helenina mencoba untuk mengabaikan sentuhan pria itu, mengingatkan pada dirinya sendiri bahwa ini hanyalah satu di antara sandiwara lainnya yang Arthur tengah lakukan untuk mengelabui keluarganya bahwa mereka berdua adalah pasangan suami istri yang harmonis.

Tidak lama kemudian menu utama datang. Mereka mulai makan tanpa memutus obrolan. Dan sepanjang makan malam itu berlangsung, Helenina terus mengingatkan pada dirinya sendiri apa alasannya dia setuju untuk datang. Dia tidak sabar untuk makanan di piringnya habis, supaya dia bisa segera pergi ke kamarnya dan mengambil barang-barang yang dia inginkan untuk dia bawa ke rumah Arthur.

Dan saat akhirnya itu terjadi, Helenina langsung melepaskan diri dari Arthur dan pergi bersama ibunya juga Rosaline menuju ruang santai.

Namun sesampainya di sana, Hanna berkata, "Aku memiliki urusan, kalian berdua tinggallah di sini dan mengobrol."

Helenina hanya memberikannya anggukan sementara Rosaline berkata, "Baik, Bu. Datanglah ke sini saat urusanmu sudah selesai."

Hanna tersenyum, mengusap kepala putri bungsunya itu dengan lembut sebelum keluar dari ruangan, meninggalkan Helenina dan Rosaline berdua di sana dalam kecanggungan yang tidak terelakkan.

***

Di Karyakarsa juga sudah update! 🥰🙏 Sebentar lagi TTDH di sana tamat lho 😭

Di Karyakarsa juga sudah update! 🥰🙏 Sebentar lagi TTDH di sana tamat lho 😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TAMING THE DEVILISH HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang