23. His Warning

13.6K 678 16
                                    

TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 23 – His Warning

"Arthur!" Helenina berseru tertahan memanggil nama suaminya itu.

Sarapan sudah selesai, tamu mereka sedang menunggu di perpustakaan dihidangi kudapan manis dan teh hangat yang menggiurkan. Helenina merasa bahwa dia membutuhkan teh hangat pagi ini sekalipun dia baru saja selesai meminum susu panas yang dibuatkan oleh Duncan. Namun, di sinilah Helenina sekarang, ditarik dengan kasar oleh suaminya sendiri menuju entah ke mana. Arthur berjalan dengan langkah lebar, sementara Helenina berlari di belakangnya.

"A-Arthur!" panggil Helenina lagi, kali ini terkesan lebih gugup saat dia menyadari ke mana Arthur akan membawanya; ke kamar mereka. Pintu dibuka, Helenina ditarik masuk kemudian tubuhnya didorong ke tembok sementara Arthur tiba-tiba saja menghimpitnya dan di sana ... tanpa peringatan pria itu mencium bibirnya.

Helenina terkesiap dan tubuhnya sontak membeku. Keterkejutannya itu diredam oleh bibir yang tegas dan lembut, melumat dengan cara yang membuat darah Helenina berdesir kencang saat dia sadar apa yang terjadi. Tapi, ini terlalu tiba-tiba sehingga Helenina kewalahan untuk mencerna semuanya dan membalas ciuman tersebut.

Saat napas Helenina melemah dan dadanya mulai terasa panas, Arthur pun menjauhkan tubuhnya. Kening mereka bertemu, napas mereka yang memburu menjadi satu—setidaknya hanya Helenina yang terengah-engah di sini, sementara Arthur tampak seolah dia tidak terpengaruh sama sekali.

"A-apa yang—"

"Nina," sela Arthur. Tangannya terangkat dan berhenti di pipi Helenina, membelainya lembut.

Helenina menatapnya bingung sekaligus juga khawatir, bertanya-tanya untuk apa ciuman yang begitu tiba-tiba tadi. Apakah sesi 'pelajaran' mereka kembali dimulai? Tapi bukankah—

"Apa yang kukatakan tentang tersenyum kepada pria lain, Nina?"

"...?" Helenina jelas tidak mengerti maksud ucapan tersebut.

Arthur terkekeh sumbang, lalu memberi kecupan-kecupan singkat di bibir Helenina. Mata pria itu menggelap dan ekspresinya jelas tampak tidak senang.

"Apa ... apa aku melakukan kesalahan?" lirih Helenina dengan cemas. Pastinya begitu, tapi dia tidak tahu kesalahan apa yang telah dia perbuat. Kalau ada yang harus disalahkan di sini, itu adalah Arthur. Kemarin Arthur bahkan tidak sedikit pun menemuinya dan malah asik berkencan dengan simpanannya, pria ini juga telah bersikap begitu dingin sehingga Helenina pikir dirinya sudah tidak dibutuhkan lagi.

Tapi apa sekarang? Arthur tiba-tiba saja menciumnya dengan tatapan yang menunjukkan kemarahan seperti itu seolah ciuman tadi diperuntukkan untuk menghukum Helenina.

Mata Helenina jadi berkaca-kaca dengan sedih. Oh, dia tidak boleh menangis sekarang. Tidak perlu ada air mata. Arthur akan semakin marah kalau dia menangis, seperti yang ayah Helenina selalu tunjukkan.

Namun faktanya, Helenina justru mendapati tatapan Arthur melembut, dan ekspresinya tidak lagi setegang sebelumnya. Pria itu membuka mulut, mungkin hendak mengatakan sesuatu, tapi menutupnya kembali. Apa maksud ekspresi dan tatapannya saat ini?

"Kau tidak melakukan kesalahan apa pun," kata Arthur kemudian. Tangannya yang ada di pipi Helenina turun ke lehernya dan membelai nadi yang berdetak kencang, Arthur menekan-nekannya dengan lembut dan Helenina tidak bisa bohong bahwa hal itu membuatnya menjadi lebih rileks. "Aku hanya tidak senang kau berbicara terlalu banyak dengan Asher," kata Arthur lagi.

"Asher?" Helenina membeo. "Kenapa? Dia sepupumu."

Bukankah seharusnya Arthur senang karena istrinya berinisiatif untuk dekat dengan keluarganya?

"Tidak benar-benar sepupu," sahut Arthur.

Apa maksudnya itu?

"Asher seharusnya menjadi orang terakhir yang bisa kau percaya."

"...."

"Dan begitu pun juga Bibi Madeline," lanjut Arthur.

Helenina terdiam lagi. Kali ini, dia mulai mengerti. Helenina telah hidup bersama orang-orang yang juga tidak bisa dia percaya sepenuhnya, dan dia tidak memercayai Asher atau Bibi Madeline sebesar itu untuk Arthur mengatakan semua ini padanya.

Di keluarga Baron, Helenina tidak memiliki kuasa apa pun bahkan untuk membela diri, apalagi melakukan sesuatu untuk mencegah orang-orang itu menyakitinya. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan hanyalah menghindari mereka dan hidup setenang dan sejauh mungkin dari dunia mereka. Tapi bahkan dengan itu, Helenina masih sering mendapatkan masalah, terutama dari ayahnya.

Sementara Arthur, Arthur memiliki kuasa dan dia bisa melakukan apa yang dia inginkan dengan bebas.

Jadi karena penasaran, Helenina pun bertanya, "Kalau mereka memang begitu jahat dan begitu tidak bisa dipercaya, kenapa kau membiarkan mereka masuk ke rumah ini?" tanya Helenina kemudian. Benar-benar tidak mengerti.

Sebelah bibir Arthur tampak berkedut, kemudian terangkat membentuk senyuman geli. "Oh, Nina-ku yang lugu," gumamnya.

Sebuah emosi yang mirip seperti amarah langsung mememuhi dada Helenina. Apa hubungannya ini dengan keluguannya?

"Aku bukan lagi perempuan lugu!" bantah Helenina. "Sekarang aku tahu cara membuat anak yang benar."

Ucapannya itu justru membuat seringaian di bibir Arthur melebar. "Ya, tapi setelahnya kau tumbang tidak sadarkan diri selama dua hari."

Mata Helenina melebar, rona merah di pipinya tampak semakin menggelap. "Satu setengah hari!" bantahnya lagi. "Dan itu terjadi bukan karena apa yang ... apa yang kita lakukan sebelumnya. Tapi karena ... karena ... karena cuaca yang dingin!" suara Helenina semakin tinggi sementara pembelaannya sendiri mulai terdengar semakin lemah.

Kenapa mereka jadi membicarakan hal ini? Helenina bahkan jadi lupa topik apa yang mereka bicarakan sebelumnya. Pikiran Helenina jadi semakin rancu sementara tangan Arthur melingkari pinggangnya, mendekap tubuhnya sangat erat sampai dada Helenina membentur dada yang bidang dan kokoh milik pria itu. Rambut merah Helenina yang berikal dan mencuat dari tatanannya dimainkan oleh jemari Arthur, sementara mata kelam pria itu menahan tatapannya dan membuat Helenina terpana.

Jantung Helenina berdetak kencang, desiran darahnya mulai bergumul dan menciptakan denyutan di beberapa tempat di tubuhnya yang sangat privat.

Apa Arthur akan menciumnya lagi?

Apa kejadian malam itu akan terulang kembali pagi ini?

Helenina terdiam dan menunggu dan menunggu.

Tapi kemudian tiba-tiba saja Arthur melepaskannya dan mundur dua langkah menjauh darinya. "Apa pun alasan yang kau katakan," kata Arthur, "aku sudah memutuskan bahwa aku akan menjauhimu dan bersikap hati-hati untuk tidak membuatmu seperti itu lagi. Dan mulai malam ini sampai seterusnya, kau akan tidur di kamar ini seorang diri."

Mata biru safir Helenina melebar mendengarkan pengumumaan yang tidak terduga itu. "A-apa—"

"Aku akan segera meminta Emma untuk menyiapkan kamar baru untukku di ujung lorong. Dengan begitu, kau tidak perlu khawatir aku akan mengganggumu lagi."

Helenina tidak sempat berkata-kata karena Arthur sudah lebih dulu berjalan menuju pintu. Namun sebelum dia melangkahkan kakinya keluar, dia menoleh sedikit ke arah Helenina dan berkata, "Bersiap-siaplah! Sebentar lagi kita akan pergi mengunjungi dokter. Kau harus diperiksa."

"Diperiksa untuk apa?"

Arthur terdiam selama beberapa saat, seolah pria itu ragu untuk menjawab. "Ada kemungkinan bahwa ucapan Asher itu benar. Kau mungkin sedang mengandung anakku."

"...!"

"Satu setengah jam lagi, aku tunggu kau di mobil."

Lalu tanpa mengatakan apa pun lagi, Arthur melenggang pergi begitu saja.

Helenina yang tersadar dari keterkejutannya refleks berseru, "Kau bilang untuk jangan terlalu mempercayai sepupumu itu!"

Tapi tentu saja, tidak ada jawaban yang menyahutinya, sementara Helenina ditinggalkan dalam keadaan bingung dan sekaligus juga terkejut dengan semua yang telah suaminya tersebut katakan padanya.

***

TAMING THE DEVILISH HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang