09. The Hug

15.9K 850 11
                                    

Pintu kamar tersebut terbuka. Suara langkah kaki berderap masuk—langkah kaki berat yang mulai Helenina kenal, seolah pria itu memang berniat untuk mengumumkan kehadirannya pada penghuni kamar yang lain, yaitu Helenina sendiri. Dengan jantung berdebar Helenina menunggu saat-saat yang tepat untuk membuka matanya dan menghadapi suaminya yang sinis itu.

Arthur terdengar sedang mandi, lalu keluar untuk berpakaian di ruang ganti, dan naik ke atas ranjang seperti biasa—berbaring di samping Helenina.

Keheningan kemudian terjadi, keheningan yang sepi dan kosong. Yang bahkan setelah semua itu, Helenina tidak bisa menemukan 'saat-saat yang tepat' baginya untuk berbalik dan menghadap suaminya, apalagi untuk memulai pembicaraan dengan pria itu tentang topik yang telah mengganggu benaknya sejak tadi.

Helenina kehilangan keberaniannya.

***

Terbangun dengan perasaan damai yang aneh, yang sebelumnya belum pernah Helenina rasakan. Dia membuka mata dan merasakan beban yang cukup berat menimpa pinggangnya. Tidak hanya itu, pandangannya pun terhalangi oleh sesuatu yang tampak kokoh dan lebar.

Suara deru napas halus dan rasa dentuman teratur di bawah telapak tangannya yang lembut, membuat Helenina menyadari di mana dirinya berada.

Ya, di dalam pelukan Arthur.

Mata Helenina langsung terbuka lebar. Kedamaian yang sejenak di cicipi beberapa detik lalu langsung lenyap. Dia mendongak dengan panik, melihat Arthur masih tertidur lelap dan pastinya tidak menyadari posisi mereka saat ini.

Kalau pria itu tahu, kalau pria itu menyadari, Helenina ... tidak sanggup membayangkan bagaimana malunya dia atau bagaimana canggungnya mereka nanti.

Oh, ya ampun! Helenina berseru panik di dalam hati, kantuk sudah sepenuhnya hilang. Jam berapa ini? Yang pasti masih sangat pagi sampai Arthur saja belum terbangun.

Namun pertanyaan yang paling tepat adalah, bagaimana mereka berdua bisa berakhir dalam posisi seperti ini?

Seolah seperti menyentuh permukaan teko dengan air yang baru mendidih, Helenina menyingkirkan tangannya dari dada bidang pria itu. Lalu dengan sangat hati-hati, dia menggeliat untuk lepas dari lengan kokoh yang memeluk pinggangnya erat.

"Kau sudah bangun?"

Sebuah suara serak yang terdengar lebih berat dan maskulin itu membuat sekujur tubuh Helenina langsung membeku. Dan dia terlalu terkejut untuk menjawab selain mengeluarkan sebuah gumaman singkat.

Lengan yang memeluk pinggangnya pun perlahan mengendur dan Arthur menjauh seraya mengumpat pelan. Pria itu bangkit duduk dengan kepala yang bertopang pada tangannya. Kemudian Helenina mendengar umpatan lainnya. Dia memejamkan matanya erat-erat, tidak ingin melihat kemarahan suaminya itu.

"A-aku ... aku tidak sengaja," bela Helenina terbata. Dia berdeham saat merasakan tenggorokannya yang menjadi kering. "Aku bangun dan ... dan keadaan kita sudah begitu."

Arthur meliriknya sekilas. "Apa yang kau bicarakan?" tanyanya. Suaranya masih terdengar serak khas bangun tidur, tapi lebih dalam dan terdengar lebih halus.

Helenina ikut bangkit dan memberanikan diri mengangkat pandangannya, dia tidak melihat ekspresi kemarahan di wajah Arthur untuk menjelaskan umpatan kasar pria itu tadi. Dan hal tersebut membuat Helenina bingung.

"Pelukan ... itu aku tidak ...." Tidak sanggup menyelesaikan ucapannya, Helenina hanya mengintip Arthur dari balik bulu matanya yang panjang, menatap pria itu seolah mencari jawabannya di sana.

Arthur terdiam selama beberapa saat, ada kernyitan samar di dahinya seolah dia tengah berpikir keras.

"Apakah aku tidak boleh memeluk istriku saat tidur?"

TAMING THE DEVILISH HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang