Aleyna pulang ke rumahnya pada jam 9. Jogging selama 3 jam rupanya sangat melelahkan.
Ia membuka pintu yang tidak dikunci lalu menaruh sepatu adidas-nya kembali pada tempat. Gadis itu berucap salam kemudian mencari keberadaan Linda yang tengah membersihkan sayur di dapur. "Assalamualaikum. Aku pulang, Mah."
"Wa'alaikumussalam, iya sayang. Cepetan gih pergi mandi. Kamu bau keringet, tuh," perintah Linda dan Aleyna menurut saja. Tapi memang bener sih badannya jadi bau gara-gara keringat ini.
Sehabis ia mandi dan mengganti baju ia duduk melamun di kursi meja belajar. Aleyna memainkan sebuah pulpen pada kedua jarinya. Ia memikirkan sahabat tunggalnya yang bertingkah tidak seperti biasanya.
"Hari Minggu belajar, Kak? Rajin banget, kan biasanya males," sapa Ariel menyerobot masuk kamar dengan secangkir cokelat panas ditangannya.
Seketika lamunan itu pecah.
"Kalau masuk kamar orang itu ketuk dulu dong pintunya. Ga sopan banget sih," gusar Aleyna.
"Gimana mau ngetuk kalau kedua tangan ini megang cangkir panas?" elak Ariel sambil terkekeh kecil.
"Alesan." Aleyna melengos dan meliriknya tajam.
"Jahat banget lo Kak ninggalin gue pergi jogging. Padahal kan gue pengen banget jogging sesekali," sesal Ariel.
"Ee kambing lah, Riel. Jam 6 aja lo masih molor, males ah ngebangunin kebo."
Ariel terkekeh. Ia menyantap secangkir cokelatnya. "Tapi serius Kak lo jadi rajin gini sehabis didepak dari SMA Adiwiyata?" alihnya.
"Gue ga belajar. Gue cuma mikirin kejadian tadi," jawab Aleyna yang tidak menatapnya bertele-tele.
"Kejadian apaan tuh? Cerita dong sama adik satu-satunya mu ini." Adiknya itu duduk di sampingnya, karena tidak ada kursi lagi dia menyila kedua kakinya di lantai.
Aleyna memutarbalik tubuhnya dan kursi itu pun ikut bergeret. Kini ia berhadapan dengan Ariel. Ia menceritakan ketika ia bertemu dengan Olaf tadi.
"Lo tau ga sih, Riel. Ada yang beda dari Olaf. Dari reaksi dia tuh kayak ga sudi ketemu gue. Waktu ngomongin sekolah baru gue aja keliatan basa-basi kadaluwarsa."
"Terakhir kalian ketemu ada problem gak?" tanya Ariel memperhatikan.
"Ngga, Riel. Justru baik-baik aja. Terakhir ketemu karena ada kabar duka dari neneknya. Sampai gue di DO dia masih ga masuk,"
Ariel mengangguk paham lalu menyeruput cokelat panasnya yang sudah dingin. Ia menaruh cangkir itu di atas meja, Aleyna menatap bercak-bercak airnya kosong.
"Mungkin efek dukanya masih lengket, kak," kata Ariel santai.
"So imposibel. Emangnya ada ya orang berduka lebih dari semingguan? Ini aja mau dua minggu," ceplos Aleyna.
Ariel mendengus, "Haduh Kak, lo ga paham karena lo gatau gimana rasanya kehilangan seseorang yang disayang. Misalnya pacar, hewan peliharaan atau mungkin sama seperti keluarga. Kalau lo pernah ngerasain itu, pasti lo bisa memaklumi temen lo."
"Siapa bilang gue gatau rasanya kehilangan? Gue sering kok ngerasain sakit karena suka orang dalam diam. Kecuali ketika gue suka sama-,"
"Edgar?" potong Ariel terhadap omongan Aleyna di akhir.
"Iya. Kecuali Edgar. Selama suka sama dia gue selalu ditimpa kebahagiaan. Dan tiap liat muka serius khas dia, gue selalu tenang dan damai banget."
"Jadi lo bahagia didepak dari SMA Adiwiyata, Kak? Secara waktu lo di DO kan itu di saat lo suka sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEYNA [ ON GOING ]
Teen FictionPerihal crushing people memang sering didengar, bisa terjadi di sekolah, tempat kerja, bahkan dengan seseorang yang baru dikenal. Tapi pernah ngga sih lo ngecrushin tetangga depan rumah? Well, this is about it. ...