Karaxie menggedor-gedor pintu yang tak kunjung terbuka semenjak setengah jam yang lalu. Bel disampingnya sudah ia tekan berkali-kali meskipun rusak. Gadis itu mengacak rambutnya penuh frustasi. Ingin rasanya menelpon Woni tapi HP-nya lowbat. Kalau tidak pastinya dia tak perlu bersusah payah kemari.
"Nyari siapa, Neng?" tanya seseorang yang kebetulan lewat.
"Nyari yang punya rumah, Om. Ada gak ya?" respon Karaxie padanya.
Lelaki itu melirik pintu rumah yang tergembok, lantas menatap Karaxie aneh. "Neng ga liat pintunya digembok?"
Karaxie ikut melihatnya dan baru menyadari hal tersebut. "Anjir! Goblok banget sih."
"Om tau ga Woniyara nya kemana? Daritadi aku cari baru nyadar pintunya dikunci,"
"Orangnya pergi neng sama tantenya. Kagak tau kemana dari sejam yang lalu. Bawa tas banyak banget, kayak mau pindah. Ditelepon aja atuh neng," jawabnya.
Karaxie makin frustasi mendengarnya. Ia berkacak pinggang dan mondar-mandir cemas. Benar-benar Woniyara. "Persetan! Dia bikin aku sesat ke masalahnya."
Awalnya Karaxie hendak melaporkan apa perbuatannya hari ini sekaligus meminta ganti kerugian yang dia alami. Karena ketahuan oleh Zara, dirinya minggat dari sekolah kemari. HP-nya mati karena dibanting oleh gadis itu.
"WONIYARAAA!!!!"
👒💐
"Udah Kak. Semingguan lo nangisin Kak Olaf, lebay bener soal temen doang. Kan bisa video call pake HP," ucap Ariel menenangkan kakaknya. Isakannya sangat menganggu aktivitasnya. Mau makan tidak bisa, mengerjakan tugas tidak bisa, serba terhalang pokoknya.
"Gue nyesel, Riel. Nyesel senyeselnya. Kenapa gue gak peka waktu Olaf pucet gitu? Bukannya nolongin gue malah su'udzon sama dia," henti Aleyna sejenak. Ia mengelap ingusnya sebentar. "Ini semua gegara Woni!"
"Kan bener gue bilang. Woni emang jahat, semenjak Papah nabrak ayah dia semenjak itu pula start-nya ngebenci kita. Gue denger-denger Callista udah angkat kaki tuh dari sekolah. Gatau tuh kakak adek mau kemana," jelas Ariel yang membuat Aleyna tercengang.
"Hah? Papah nabrak bokap dia? Kapan? Kok hal segede itu ga lo ceritain sama gue sih, Riel?" kaget Aleyna. Ariel mengangguk mantap, ia lanjut berkata, "Kita deeptalk sama Papah kalo ga percaya."
Ariel menarik Aleyna untuk bertemu papa mereka. Ucup yang sedari tadi ada di ruang tamu menjelaskan semuanya. "Emang nyatanya bukan Papah yang bikin bapaknya meninggal. Malam itu, hujan-hujanan manajer Papah minta dicepetin mobilnya. Karena wiper-nya terhalang hujan Papah banting setir ke kiri dan nabrak pohon bukan nabrak manusia. Kita keluar tuh dari mobil, rupanya di belakang ada orang tertabrak. Papah sempet liat emang ada mobil lain yang nabrak dia. Langsung deh kita bawa ke rumah sakit, manajer udah baik hati kasih uang, Papah juga kasih."
Aleyna mencerna tiap kata yang diceritakan oleh papanya itu. Nyatanya, bukan papanya yang menjadikan Woni anak yatim. Itu hanyalah salah paham belaka. Mengapa harus dirinya yang menjadi lampiasan dukanya? Meskipun nyawa tidak bisa digantikan dengan uang tapi masih untung Ucup berbaik hati memberi dana.
"Jadi Papah kasih dia uang tiap bulan? Pantes aja ya duit belanja Mamah berkurang sewaktu itu," ujar Linda cemberut.
"Ngga Mamah. Papah kasih sekali kok, emang waktu itu kita krisis uang, kan?" jawab Ucup terkekeh.
"Hmm, iri aja tuh si Woni ama elo kak! Anak kecil mana ngerti dendaman kayak gitu pasti ada yang ngehasut," ucap Ariel memanas. Aleyna hanya merenungi setiap hal yang sudah terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEYNA [ ON GOING ]
Teen FictionPerihal crushing people memang sering didengar, bisa terjadi di sekolah, tempat kerja, bahkan dengan seseorang yang baru dikenal. Tapi pernah ngga sih lo ngecrushin tetangga depan rumah? Well, this is about it. ...