part. nine | Tanding

39 19 10
                                    

Pagi ini Aleyna dan Linda akan pergi untuk mencari sekolah lagi. Di hari kedua ini dirinya hanya berpasrah. Sebelum pergi ia meminta doa restu papanya. Ia menyalim, "Pah, Ale minta doanya, ya. Biar Ale bisa sekolah lagi."

"Semoga kamu dapet sekolah yang terbaik, ya. Semangat!"

Aleyna dan Linda menancap keluar rumah. Sekolah pertama yang mereka kunjungi adalah SMA Mandala. Namun sekeluarnya dari situ kabarnya tetap sama, ditolak.

Aleyna berbatin, "Separah itu ya. Kayaknya video itu menyebar luas banget. Apa iya satu kota ini sudah tau?"

Tapi semangatnya tidak luntur, ia bertekad kuat agar bisa kembali bersekolah.
Dari kejauhan, Woni memantau mobil hitam Aleyna. Ia tersenyum licik. "Bener yang dibilangin aunty. Sekolah di satu kota ini pun ga akan ada yang mau nerima lo. Rasain itu, Aleyna."

Ketika hendak melanjutkan jalan, Linda melihat sebuah gedung sekolah di seberang sana. Matanya besekolah sontak ia menyikut Aleyna, "Aleyna, tuh coba kamu liat."

"Apaan tuh?"

"Coba deh kamu baca tulisan disitu, mata Mama sliwer,"

"SMA Trisatya. Terus?"

"E-eh, S-SMA TRISATYA??"

"ITU KAN SEKOLAHNYA EDGAR!"

Seru gadis itu dalam hati. Matanya berbinar-binar seolah-olah gedung tersebut adalah berlian. Langsung saja Linda mengajak Aleyna masuk.

Aleyna memasati tiap-tiap benda yang ada. Gerbang, gedungnya yang megah, almari berisikan piala dan lapangan luas yang tiada habisnya ia jalani. Terdapat tiga gedung yang tak kalah megahnya. Di tiapnya ada semacam banner bertuliskan Gedung A, Gedung B dan Gedung C.

Anak dan ibu itu menjelajahi kampus A. Namun belum selangkah masuk seorang satpam mengusirnya pergi.

"Kenapa Pak?"

"Kalau Ibu mau daftar murid baru ke gedung B aja. Siswa kita udah full!" lagak Satpam itu.

Tinggg... Istirahat.

Terdengar suara banyak langkah kaki yang berisik sekali. Ini SMA Trisatya atau SD Trisatya—mungkin TK Trisatya.

"Ada apa Ibu?" sapa seorang guru yang keluar dari kantor gedung B.
Wanita berpakaian dinas itu melihat berkas yang ditenteng Linda dan langsung saja ia peka.

"Silahkan duduk. Biar saya yang urus berkasnya."

Guru itu mengangguk sinis membaca berkas tersebut. Mata empatnya menjelaskan semuanya. Ia menandatangani sebuah kertas lalu memberikannya kepada Aleyna. "Silahkan datangi gedung C ya, terimakasih," singkatnya kemudian tersenyum seperti melupakan kesinisan.

Tapi cukup. Cukup gedung B yang dilihat-lihat agak kumuh. Lingkungannya amat berbalik dengan gedung B. Siswa-siswi-nya juga kayak anak TK, lari-larian seperti anak kambing lepas kandang.

Betapa terkejutnya gadis garing itu melihat gedungnya—tebakannya benar. Gedung C lebih buruk daripada gedung B.

Matanya terbulat. "Mah... kok gedung C nya kayak bangunan ancur ya," lirihnya melihat atap.

"Masuk aja dulu." Linda menarik tangan Aleyna yang berhenti jalan, perasaannya sama dengan putrinya.

Wajah ibu dan anak itu terpelongok. Sehingga bertemu dengan tongkrongan murid-murid.

"Widih siapa, nih? Anak guru?"
"Anak baru kali."
"Kita bakal kedatangan murid baru, siap-siap nih infoin ke kelas siapa tau masuk ke kelas kita."

ALEYNA [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang