Bisakah?

1K 97 5
                                    

Warning cerita bisa jadi sensitif
Lokal

.
.
.

Jimin pov

Hai, namaku Park Jimin namun kalian bisa memanggilku Jimin. Usiaku 17 tahun sekarang, iya tgl 13 Oktober adalah hari kelahiran ku dan hari yang paling aku benci. Aku pun adalah seorang pemuda namun cantik katanya dan karena itulah beberapa orang selalu menjadikan ku bahan candaan.

Aku kelas 12 dan aku bersekolah elit. Bukan bukan, aku masuk ke sekolah elit ini karena beasiswa yang aku dapatkan. Memang ada beberapa yang menghinaku karena mendapatkan beasiswa, sebab siswa lain adalah anak orang kaya semua. Namun guru di sekolah ini sangat baik padaku, beberapa siswa pun begitu iya seperti teman-teman ku.

Aku menyukai seseorang yang adalah teman ku. Banyak yang bilang jika menyukai sesama teman akan sangat menyakitkan apalagi kita sesama jenis. Bukan, memang banyak yang berpacaran sesama jenis namun memang beberapa orang menentang itu.

Jeon Jungkook, dia adalah teman yang aku sukai saat kami sekelas 2 tahun lalu. Kini kami berbeda kelas, dia kelas 12-3 dan aku kelas 12-4. Namun walaupun begitu, setiap istirahat ataupun ada kegiatan lain, kami selalu berkumpul bersama teman-teman yang lain.

"Jimin, kau dipanggil oleh guru Nam."ucap salah satu temanku.

"Ah iya, makasih."

Aku berjalan ke ruang guru Nam, entah apa beliau memanggil ku. Aku ketuk pintu ruangan guru Nam dan aku mendengar suara untuk masuk ke dalam. Aku membuka pintu dan memberi salam padanya, terlihat beliau yang sedang melihat sebuah kertas dokumen.

"Oh Jimin, duduk."ucap guru Nam.

Aku duduk di depan kursi berhadapan dengan guru Nam yang terhalangi meja.

"Ada apa ibu memanggilku?"tanyaku.

Kulihat guru Nam meletakkan kertas dokumen itu lalu menatapku, "begini, ibu melihat kegiatan mu selama 1 bulan ini dan ibu menemukan kejanggalan. Jadi ibu ingin bertanya padamu."ucap guru Nam.

"Apa itu Bu?"tanyaku.

"Kemari kan tangan mu."ucap guru Nam.

"Jimin-ah, ibu tau jika selama ini kah tidak baik-baik saja. Kenapa terus selalu membohongi diri sendiri kamu itu kuat? Meraih tangan orang lain yang selalu menyerah, selalu membutuhkan sandaran, membutuhkan pelukan yang mana itu semua kamu yang berikan?"

"Jimin-ah, ibu tau jika itu baik tapi sebelum kau menolong orang tolonglah dirimu sendiri. Apakah kamu terluka, apakah kamu kesakitan? Orang lain tidak akan mengerti penderitaan mu. Jimin-ah, ibu membicarakan ini karena ibu ingin menolong kamu. Ibu juga akan berdiskusi bersama teman-teman mu untuk melakukannya."ucap guru Nam.

Mataku berkaca-kaca namun aku tidak mau teman-teman ku khawatir dan menganggap ku aneh. Aku menggeleng, "tidak usah melakukan bersama teman-teman Bu, aku tidak mau mereka khawatir dan menganggap ku aneh."ucap ku.

Guru Nam mengusap tanganku lalu rambutku sambil tersenyum, "jika begitu, kamu mau kan ibu yang membantumu?"tanya guru Nam.

"Iya."jawab ku.

"Baiklah, saat ada pelajaran ibu atau kapanpun itu kamu mau, kamu bisa datang pada ibu ya."ucap guru Nam.

Aku mengangguk, "iya, terimakasih."ucap ku.

Guru Nam berdiri dari duduknya lalu memelukku. Rasanya aku ingin menangis, mendapatkan pelukan pertama yang sehangat ini. Aku belum pernah mendapatkan pelukan hangat dari siapapun, orangtua ku memang memelukku namun pelukan mereka sangat dingin.

[END] GWAENCHANH-A? 2 || KOOKMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang