Part 24

10.7K 500 0
                                    

Di dalam mobil hanya keheningan yang tercipta di antara mereka. Prilly sok sibuk memainkan handphone meskipun tak ada notifikasi masuk sama sekali.

Sebenarnya malam ini Prilly ingin sekali bermanja-manja dengan Ali. Namun ia mengurungkan niatnya, karena Ali membuatnya kesal, sangat kesal. Berani-beraninya ia menceritakan Ghina tepat dihadapannya. Beda dengan dirinya, jika ia bercerita sedikit saja tentang laki-laki lain, Ali bisa saja marah selama berminggu-minggu.

"Turun gih, udah nyampek." ucap Ali bersuara setelah lama tak bicara. Tak ada jawaban, Prilly masih tetap melanjutkan acara melamunnya.

"Hey, udah nyampek." Ali mengelus pipi Prilly. Prilly pun tersadar dari lamunannya dan segera menepis tangan Ali yang berada di pipinya.

Ali paham, jika begini Prilly pasti cemburu akan perkataannya tadi. Prilly sama sekali tak menampakkan senyumnya, hanya ekspresi kesal yang ditampakkan dari wajah Prilly. Tapi menurut Ali itu sangat lucu, gemas.

"Hey," panggil Ali lembut, ia memegang kedua pipi Prilly yang chubby itu.

"Kamu marah?" tanya Ali seraya mengelus pipi Prilly. Prilly hanya memejamkan matanya menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh Ali. Ali tersenyum dan mencium kening Prilly, bibirnya enggan untuk menjauh dari kening Prilly.

"Jangan marah lagi ya, tadi cuman bercanda. Abisnya kamu genit, sih," Ali mencubit gemas pipi Prilly.

"Siapa yang genit? Kamu apa aku?" Prilly mengerucutkan bibirnya.

"Tuhkan marah lagi, udah ah, sana turun ganti baju, cuci kaki, cuci ta--"

"Iya, aku turun dulu ya" potong Prilly. Ia sangat sangat tau, setiap pulang ia selalu disuruh Ali seperti itu.

Prilly turun dari mobilnya namun kembali ke tempat duduknya.

"Kenapa? Kok balik lagi?" tanya Ali heran. Ali terkejut ketika Prilly mencium pipinya cukup lama.

"Love u baby, thanks for today."  ucap Prilly lalu keluar dari mobil Ali dengan senyum mengembang.

Ali masih terdiam dengan tindakan Prilly. Sesaat kemudian ia tersadar dan menatap punggung Prilly yang mulai lenyap dari pandangannya.

"Love u too, Prilly." Ali tersenyum dan menancapkan gas menuju rumahnya yang tak seberapa jauh dari rumah Prilly.

°°°

Chocolate coffe, minuman favorit Prilly jika berada di cafe. Prilly sekarang berada di cafe, cafe dekat sekolahnya. Ali membuat janji pada Prilly akan bertemu di cafe tersebut. Sudah 30 menit Prilly menunggu Ali, atau Prilly saja yang datang lebih awal? Tidak, tidak. Ia datang tepat waktu, pukul 3 sore. Sekarang sudah pukul setengah 4 sore, bahkan sudah terlewat beberapa menit. Kemana Ali? Tidak, tidak mungkin Ali membohonginya. Prilly percaya, Ali pasti menepati janji.

Rintik-rintik hujan mulai turun, membasahi permukaan bumi. Sudah satu jam lebih Prilly menunggu Ali. Pikiran Prilly kali ini melayang-layang. Pikiran buruk tentang Ali.

"Positif thinking, Prill." gumam Prilly meyakini hatinya sendiri.

Prilly mulai lelah menunggu Ali yang tak kunjung datang. Ia menerobos hujan deras kali ini. Tak ada kendaraan yang lewat di jalan ini, Prilly memutuskan untuk jalan. Percuma jika ia lari, tetap saja badannya terkena air hujan.

Prilly berhenti, ia berteduh di bawah pohon yang cukup besar. Tepatnya di area taman. Tiba-tiba saja mata Prilly menangkap dua sosok makhluk yang berpelukan. Prilly menyipitkan matanya agar bisa melihat lebih jelas kedua sosok makhluk itu. Jarak mereka dari tubuh Prilly berteduh cukup jauh, namun Prilly masih bisa sedikit-sedikit mendengarkan ucapan dua sosok itu.

Deg.

Air mata Prilly bercucuran deras, sederas hujan ini. Tak ada yang bisa melihat keadaan Prilly saat ini. Hanya hujan yang mengetahuinya. Prilly tak bisa berucap apa-apa lagi. Ia sandarkan tubuh mungilnya pada pohon itu. Tangis Prilly semakin deras, ia mencoba tak mengeluarkan suara isak tangisnya. Air mata tak bisa ia bendung lagi ketika mendengar percakapan diantara keduanya.

Tiba-tiba ada seorang yang menepuk pundak Prilly pelan, sontak Prilly langsung melihat orang itu.

"Kak Dion?!" kaget Prilly, tak menunggu lama Prilly langsung memeluk Dion yang tengah membawa payung.

Sekarang, tubuh Dion sama basahnya dengan Prilly, terkena air hujan dan ditambah air matanya yang tak kunjung berhenti.

"Lo kenapa, Prill?" tanya Dion khawatir. Mendengar Prilly yang terisak dalam pelukannya, Dion mengelus punggung Prilly. Prilly mulai melepaskan pelukannya.

"Lo kenapa? Ceritain sama gue," ucap Dion hati-hati karena melihat mata Prilly yg mulai membengkak akibat tangisannya.

Prilly menceritakan semua kejadiannya pada Dion, tanpa ada yang dikurangi atau ditambah. Di bawah hujan. Dion semakin geram mendengar cerita Prilly, ditambah lagi ia melihat apa yang Prilly lihat tadi. Dion beranjak dari duduknya, namun Prilly melarang.

"Tolong, kakak jangan kasih tau siapa-siapa soal ini," mohon Prilly menunduk. Dion heran pada Prilly, mengapa ia masih bisa sabar? Sedangkan Dion, emosinya sudah meluap-luap. Dion tak tega melihat Prilly seperti ini. Ia tak ingin melihat Prilly terluka, Dion sendiri sudah menganggap Prilly sebagai adiknya.

"Tapi, Prill--"

"Udah kak, kakak mau kan, nganterin Prilly pulang?" tanya Prilly lemah. Dion mengangguk dan menuntun Prilly menuju mobil yang dibawanya.

Thank u for reading, guys!🖤
Jangan lupa vote and commentnya!

Revisi I :
04 November 2020.
Revisi II :
17 Desember 2020.

-NabiilaZ

Hurt of Love [ PINDAH KE HINOVEL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang