8. Percobaan Pembunuhan

162 22 1
                                    

Persiapan pernikahan seorang kriminal dengan wanita sekelas bidadari bagai mimpi disiang bolong. Sekalipun tidak disangka, jangan lupakan Romeo bak anjing doberman yang bakal melakukan apapun untuk mendapat apa yang ia inginkan.

"Ada yang sesuai dengan seleramu?" Romeo melirik calonnya yang getol menggeser laman katalog online.

Jajaran perhiasan dan tiara terpampang di layar Ipad, dengan harga ratusan ribu hingga jutaan euro, Juliet enggan membelinya. Menyia-nyiakan uang, namun pria disampingnya nampak bangga menghamburkannya.

Tak hanya fokus ke perhiasan, bahkan keduanya kini berada disebuah butik terkemuka, fitting baju , katanya.

Tak lama kemudian, Juliet digiring menuju dressingroom. Didandani segala rupa, dipakaikan gaun beragam bentuk bak boneka. Dan selera Romeo itu sama, alih-alih gaun mekar dan heboh bak putri raja, Romeo dengan liciknya memilih gaun model duyung A line, ketat dengan belahan dada rendah. Penuh keliman bordir, mewah dan menggoda, aduh.

Membuat Romeo nyaris menganga saat gorden besar dibuka, menampilan pengantin-nya yang menggoda dan mungkin lebih panas dari neraka. "Kau ini benar-benar uh! — seperti mahakarya Tuhan yang Maha Esa."

Pujian pun melambung ke udara berkat mulut bocornya yang tak kuat menahan luapan rasa kagum. Romeo berakhir dengan senyum mesum. Ah. Kapan ya Romeo bisa melibas perempuan seronok itu diatas ranjang?

"Kau bikin aku gerah saja Juliet." Laki-laki itu melonggari kerah kemeja.

Sialnya, lagi tegang-tegangnya begini Juliet si kancil licik malah berkata, "Lihat ke kaca, sana. Biar kau lihat sendiri betapa menggelikan ekspresi mesum-mu itu Romeo!"

"Sial, dia mulai lagi. Diam lah!"

Dan Juliet sangat suka menjahilinya. "Dengar ya! Jika dingin, aku bisa membuatmu membeku. Jika panas, aku bisa membakarmu. Kau suka disiksa kan? Dasar masokis." Uh! Sadis.

"Siapa bilang aku suka disiksa?" Romeo tidak terima, bersilang tangan pula dengan muka sombong.

"Yang aku suka itu kelembutan, kehalusan, kenyal, dan sintal seperti payudaramu. Hahahahaha!"

"Sembarangan!" Juliet menutup bagian dadanya yang terbuka. Dia mengatakan itu terang-terangan, ditempat orang, dasar gila.

Romeo lalu menjentikkan jarinya keudara, tak lama kemudian pelayan toko yang mukanya memerah mendengar percakapan ambigu itu mendekat kearahnya.

"Iya, Tuan?"

"Aku rasa lebih cocok jika hiasan gaunnya bukan mutiara, mungkin berikan saja taburan batu ruby yang merah menyala, atau hal yang mencolok lainnya. Dia tidak cocok dengan image naif karena memakai gaun serba putih. Buat yang lebih sexy dan pedas. Paham, kan?" Laki-laki bertato itu lalu menyodorkan gambar di ponselnya ke-pelayan butik untuk menunjukkan referensi.

"Ah, seperti ini, ya? Baik, Tuan."

Juliet menjulurkan lehernya mengintip, "Sialan kau Romeo!" kalau begitu tidak usah pakai gaun saja, pakai bikini saja sekalian! Buat apa buang-buang uang buat gaun kurang bahan?! Omel Juliet dalam hati.

"Shh! Nurut. " Romeo menatap serius, menginterupsi Juliet dengan jari telunjuk yang ia letakkan didepan mulut, sialan memang. Cuma gestur sepele tapi bisa buat Juliet nyaris melepas heels dan melempar muka gantengnya. Juliet benci diatur-atur.

"Aku mau ganti saja."

"Baik, Nona Juliet. Saya mengerti."

***

Setelah berbelanja habis-habisan disepanjang hari, akhirnya diakhiri dengan makan malam romantis di Aurora sky tower, sebuah roftoop menara di pinggir Kota Verona.

Malam syahdu begini bukan Romeo namanya jika tak disuguhi 'sajen' berupa sebotol whisky bahkan juga brandy. Jenis minuman beralkohol 35% dan laki-laki itu pecinta keduanya, kadang manis dan kadang juga pahit. Seperti analogi kehidupan.

Lupakan itu, meskipun dengan miras favorit, raut cemberut Romeo enggan enyah dari wajah tampannya. Juliet bahkan tak mau bertanya kenapa, sebab ia tau jawabannya adalah dirinya. Jika tadi Juliet kesal karena Romeo, sekarang Romeo yang kesal karena Juliet. Selalu begitu cara mereka berotasi.

"Masih marah?" gadis itu mengiris daging steak, makan malamnya, dengan cantik.

"Ku bilang Maldives atau Bali, kenapa kau pilih melokal disini?" dan Romeo meletakkan garpu serta pisaunya serampangan.

"Aku tak mau keluar negeri cuma buat honeymoon, buat apa? Kau bisa saja menghajarku di ranjang manapun dan dimanapun. Bulan madu apanya? Buang-buang uang saja."

Romeo meremang merasa ditantang, "Oh, kau menantangku?"

Juliet tersenyum cantik sambil angkat bahu. "Entah. Kau pikir saja sendiri."

Sebenarnya, alasan utama Juliet tak mau keluar negeri hanya saat bersama Romeo adalah masalah paspornya, juga identitasnya yang penuh dengan ambiguitas serta kepalsuan.

Dan segala sandiwara yang ia buat mungkin akan sedikit tersingkap oleh keamanan bandara internasional yang super ketat. Ia tak mau terima resiko, berdebat dengan Romeo adalah jalan pintas terbaik daripada si doberman itu mengendus identitas aslinya yang bisa saja bocor waktu pemeriksaan.

Juliet lalu menghabiskan dish makan malamnya seolah tak terjadi apapun diantara keduanya, sementara Romeo yang mulai mabuk memilih enyah untuk merokok disisi lain rooftop. Laki-laki itu tanpa sedikitpun waspada malah meninggalkan Juliet seorang diri.

Kemudian, seorang pelayan mengangkat piring Juliet, diganti dengan sepiring redvelvet, dessert manis penutup hidangan. Whiskey dan brendi Romeo juga disingkirkan, diganti dengan teh hangat beraroma nikmat.

Juliet yang minta. Nah, dearest readers! Jangan simpulkan jika Juliet cukup perhatian. Jangan lupakan fakta jika Juliet adalah seorang yang penuh intrik.

Wanita cerdas itu tersenyum saat pelayannya dengan gerakan tangan gesit menaruh sesuatu kedalam gelas teh sang Romeo."Terimakasih. Akan ku bayar kontan setelah obat itu bereaksi."

"Baik, Nona."

Tenang saja, Juliet tidak brutal langsung melenyapkan Romeo dengan racun. Itu bukan sianida atau arsenik. Cuma racikan obat spesial yang menyebabkan efek keracunan jika diminum setelah alkohol. Tidak mematikan, hanya saja memang bisa bikin  limbung tak berdaya.

Tujuan utamanya untuk melemahkan Romeo. Benar saja, setelah meminum teh dicampur obat, laki-laki itu pun terhuyung, pingsan di atas meja.

Dia tumbang.

Bagus. Juliet lalu merogoh tas selempang yang ia kenakan untuk mendapatkan ponsel keduanya, sebuah ponsel yang dikhususkan hanya untuk Daniel Friar. Bos-nya.

"Halo?" Suara berat disebrang sambungan membuat Juliet tersenyum gamang.

Gadis itu lalu melapor, "Target sudah dibuat limbung. Saya akan menahan Romeo di Rumah sakit sampai rencana selanjutnya selesai. Anda harus segera bergegas selagi ketuanya tidak berdaya!"

Daniel mendengus. "Tapi bukankah kau ini terlalu bertele-tele. Kenapa kau tidak bunuh saja dia sekarang?"

Juliet menghela napas. "Itu terlalu mencolok dan terang-terangan. Saya pasti langsung dicurigai. Lagipula, gengster Mont Ave masih terlalu banyak dan berbahaya. Kalau nekat, organisasi kita bakal diserang saat ketahuan."

Daniel mendengus lagi. "Baiklah, aku akan segera membantumu membereskan rencana selanjutnya."

Juliet mengangguk. "Baik. Grazie, Bos."





To be continue

Killing Romeo (Dark-romance) [𝐘𝐞𝐣𝐢-𝐇𝐲𝐮𝐧𝐣𝐢𝐧] 𝐘𝐞𝐨𝐧𝐣𝐮𝐧]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang