05. Masih diam

311 54 7
                                    


.
.
.
.
.
Alden menatap lekat sosok gadis di hadapannya itu, wajah nya datar tanpa senyum bahkan semenjak dirinya dan Jojo tiba di rumah gadis itu.

Kehadiran Jojo dan Alden jelas menimbulkan tanda tanya untuk kedua orang tua perempuan itu, yang entah kebetulan ternyata bekerja di pabrik milik keluarga Alden.

"M-maaf pak Alden, boleh kami tahu maksud kedatangan bapak dan nak Jojo kemari?" Alden menghembuskan nafas panjang saat orang tua Ratih bertanya.

"Tidak ada, hanya ingin melihat gadis seperti apa yang berani melukai putra kesayangan saya."

Deg

Jawaban Alden jelas membuat Ratih dan kedua orang tuanya terkejut, kedua nya langsung menatap Ratih tidak percaya.

"Me-melukai?"

"Ya, kedatangan saya kemari adalah sebagai peringatan pertama dan terakhir. Saya memang tidak pernah marah selama ini, jadi jangan memaksa saya marah pada kelakuan putri kalian." setelah mengatakan itu, Alden bangkit.

"Kalau begitu kami permisi, Joshua ayo pulang." Jojo hanya mengangguk dan segera pamit. Meninggalkan Ratih yang tengah di tatap tajam oleh kedua orang tuanya.

"Manda, manda serius gak marah?" Alden menatap lekat pada putra tunggalnya.

"Marah, tapi tidak semua kemarahan harus meledak kan? Manda yakin kemarin gadis itu sudah hampir kena mental saat berhadapan dengan Lintang." Jojo mengangguk setuju.

"Ya pasti man, Lintang marah banget kemarin."
.
.
.
.
.
Drrttt

Dddrrrttt

Ddrrttt

Candra meraih ponselnya yang terus  bergetar, pemuda itu tau jika itu bukan sebuah panggilan melainkan hanya sebuah pesan.

Candra menghela nafas saat melihat banyaknya nomor asing yang mengirim pesan padanya, isinya tetap sama, meminta dirinya meninggalkan Jojo.

"Aku salah ya pacaran sama mas Jojo?" Candra meremat selimutnya erat, sejak dia mulai kuliah dan banyak yang mengetahui hubungan nya dengan Jojo, banyak yang mulai melakukan teror padanya.

"Gak apa Can, selama mereka gak ganggu mas Jojo, Lintang atau Regi."

"Candra?" Candra mendongak dan tersenyum saat menemukan Rion tengah berdiri diambang pintu.

"Kenapa gak istirahat?" Rion mendekat pada Candra, beruntung pemuda itu sudah mematikan ponselnya. Supaya tidak ada yang tahu jika ada pesan masuk lagi.

"Capek tiduran yah." Rion tersenyum, tangannya bergerak untuk mengelus punggung Candra.

"Kalau ada apa-apa bilang ya, jangan diem nanti kasihan ibun sama yanda khawatir." Candra mengangguk.

"Ayah, Candra kangen kerja di cafe. Tapi disini mas Jojo, Lintang smaa Regi gak bolehin Candra buat kerja di cafe." Rion tertawa kecil mendengar Candra merajuk.

"Itu semua kan atas perintah yanda sama ibun Can, jadi nurut ya. Kalau udah benar-benar sembuh nanti pasti di bolehin." Candra akhirnya mengangguk.

"Tidur lagi ya? Istirahat yang banyak, katanya besok ada bimbingan." Candra kembali mengangguk dan menuruti Rion untuk berbaring.

Rion yang melihat Candra memejamkan matanya beralih mengelus kepala pemuda itu pelan, karena Rion tau hal itu bisa membuat Candra terlelap lebih cepat.

Setelah memastikan Candra tertidur, Rion meraih ponsel Candra yang pemuda itu letakan di samping bantal. Rion sudah memperhatikan Candra sejak anak itu meraih ponselnya, tentang perubahan ekspresi Candra juga gumamannya.

Sang BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang