24. Panik

344 58 1
                                    


.
.
.
.
.
Azka dan Rehan menatap penghuni rumah bintang lekat, hal itu membuat mereka sedikit ciut.

"Ada apa sebenernya Res?" Ares menggeleng kecil.

"Aku kelepasan ngebentak Candra kemarin mas, dia marah karena cuma dia yang gak di kasih tau soal kehamilan Alta. " Mendengar itu Rehan langsung mendengus kesal.

"Ya kalau itu sih salah kamu Antares, kenapa bisa Candra gak kamu kasih tau?" Ares menghela nafas panjang.

"Ada yang habis ngejahilin hape kita mas, nomor Candra masuk di daftar blokir di hape kita, Candra gak bisa ngehubungin kita dan dia jadi gak pernah angkat telpon ku." Azka yang mendengar itu hanya diam.

"Candra cerita apa aja tadi Han?" Reshan menatap ke arah Angga dan Damar yang memang sengaja datang ke rumah bintang setelah tau jika cucu mereka ada di pare.

"Gak banyak yang dia bilang, Candra tadi cuma ngadu soal bullying sama minta maaf. Ada yang bilang ke Candra kalau dia cuma bisa ngerepot Ares sama Alta, dia juga nyebut eyang tadi, dia bilang dia di salahin soal Jeje." Alta dan Ares langsung mengepalkan tangannya erat.

"Ternyata emang tante Rumi." Gumaman Alta masih di dengar jelas oleh yang lain.

"Candra di sini sampai kapan?" Pertanyaan Azka membuat perhatian yang lain terfokus padanya.

"Dia bilang cuma sebentar, dia baru datang kemarin mas. Kalau memang dia di sini sambil nunggu wisuda, lebih baik dia di sini aja, balik nanti pas wisuda." Semua mengangguk mendengar jawaban Ares.

"Jaga dia Res, jangan biarin Candra stress. Mungkin akan ada penolakan dari Candra soal kehamilan Alta, tapi jangan pernah di bentak. Kasih Candra pengertian pelan-pelan, kamu juga Alta, kalau kamu liat atau denger kalimat dari Candra yang menyatakan penolakan jangan langsung di bawa pikiran. Kamu yang paling tau Candra, dia berjuang di garis depan sebelumnya, buat kamu sama Lintang. Sekarang udah ada Ares, dengan adanya bayi itu, Candra bisa aja punya pikiran kalau dia bakal di lupain." Alta dan Ares mengangguk. Sebenarnya mereka sudah menyiapkan diri untuk hal itu, karena membujuk Candra tidak semudah membujuk Lintang.

"Iya mas."

"Mas Rehan sama mas Azka nginep disini kan?" Keduanya mengangguk.

"Kita udah janji sama Candra bakal di sini sampai besok, jadi ya kita nginep."
.
.
.
.
.
Malam ini Candra kembali terbangun tengah malam, lagi-lagi dia mengalami mimpi buruk. Mimpi yang sangat tidak dia inginkan menjadi nyata.

Candra menatap Rehan yang tengah tidur di sebelahnya, semalam Candra memang meminta Rehan untuk tidur dengannya. Menggantikan Lintang katanya.

Candra memutuskan keluar dari kamar dan beranjak ke balkon lantai dua, mungkin melihat langit malam bisa sedikit membuatnya tenang.

"Yah mendung." Candra bergumam pelan saat melihat awan mendung menutupi langit malam. Tapi bukannya masuk Candra justru mendudukkan dirinya di lantai balkon, menatap ke arah langit.

"Gak setiap malam bintang sama bulan muncul, ada kala nya mereka hilang. Mungkin nanti aku juga gitu, tapi aku gak mau ninggalin Lintang. Dia nanti bisa nangis, kasian mas Chaka kalau harus nenangin Lintang." Candra kembali bergumam pada dirinya sendiri.

"Biarin semuanya kayak gini Can, jangan kasih tau mereka. Biarin mereka bahagia, biarin mereka tau kalau kamu sembuh. Jangan pernah bongkar semuanya." Candra menumpukan dagunya pada lututnya.

"Maafin mas ya dek, mas gak bisa bilang semuanya, mas gak mau ngerepotin lagi."

Candra menghabiskan waktunya hanya untuk menikmati langit malam, tanpa peduli jika angin malam bisa saja membuat tubuhnya yang memang sedang tidak sehat kembali demam.

Sang BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang