09. Hanya Lintang yang tau

270 52 4
                                    


.
.
.
.
.
Alta mengulas senyum tipis saat melihat suaminya masih bergelung di atas kasur, semalam Ares sempat mengeluh jika dia kepikiran Candra terus, dan Alta tidak membantah, karena dia juga merasakan hal yang sama.

Semalam kedua nya sibuk memikirkan reaksi Candra, karena sejak mereka mengatakan niat untuk memiliki anak lagi pada Candra, pemuda itu hanya tersenyum tipis tapi tidak menjawab apakah dia keberatan atau tidak.

"Mas Ares, ayo bangun." Alta menepuk pelan tangan Ares, dan itu berhasil membuat Ares membuka matanya.

"Jam berapa Ta?" Alta menggeleng saat Ares bertanya dengan mata terpejam.

"Jam tujuh, ayo bangun, mandi terus sarapan." Ares mengangguk, laki-laki itu segera bangkit dan masuk ke kamar mandi.

"Jangan lama-lama ya Res, Rius gak mau sarapan kalau kamu gak ada."
.
.
.
.
.
Candra kembali menggulung tubuhnya dalam selimut saat merasakan jika bandung sedang dingin, entah kenapa Candra tidak ingin beranjak dari ranjangnya.

"Loh mas, katanya ada kelas pagi hari ini." Lintang yang baru saja masuk kedalam kamar Candra langsung menghampiri gundukan selimut.

"Mau bolos, capek." Lintang mengernyit, jarang sekali Candra ingin membolos kecuali dalam keadaan terdesak.

"Mas, ada apa? Mas gak papa kan?" Lintang dengan cepat membuka selimut Candra dan membuat tubuh Candra menjadi duduk.

Grep

Candra langsung memeluk tubuh Lintang erat, bahkan pemuda dua puluh tahun itu menyembunyikan wajahnya di leher Lintang.

"Hiks..hiks..." Lintang jelas saja terkejut saat mendengar isakan lirih Candra.

"Mas? Mas kenapa? Kenapa tiba-tiba nangis?" Lintang mencoba melepaskan pelukan Candra, namun Candra tidak mau melepaskannya.

"Mas, jangan nangis. Kangen ibun ya?" Lintang berusaha menarik perhatian Candra, namun sang kak tetap memeluknya erat.

"Iya udah Lintang temenin hari ini, jangan nangis ya." Lintang mengelus punggung Candra pelan, menenangkan sang kakak.

Lintang jelas bingung kenapa Candra tiba-tiba menangis, padahal masih pagi dan seharusnya Candra sudah bersiap untuk kuliah. Biasanya Candra sudah ada di bawah dan menyiapkan sarapan, tapi hari ini tidak, itulah kenapa Lintang memutuskan untuk melihat ke kamar sang kakak.

"Mas, ayo sarapan dulu." Lintang mendapat gelengan dari Candra, bahkan sang kakak tetap memeluk Lintang.

"Mas sebenernya kenapa? Ada yang ganggu mas?" Kali ini Candra tidak memberi respon, pemuda itu justru meletakan kepalanya di pundak Lintang.

"Ya udah kalau mas gak mau cerita sekarang, asal jangan nangis lagi. Karena Lintang bisa aja bikin orang yang jadi alasan mas nangis babak belur."
.
.
.
.
.
Candra tidak ingin di dekati Jojo atau pun Regi, pemuda itu hanya mau bersama Lintang. Tingkah Candra yang seperti itu membuat Lintang dan Regi tahu jika ada hal yang menyinggung pemuda tinggi itu dan keduanya mengerti, tapi berbeda dengan Jojo. Kekasih Candra itu tampak khawatir dan bingung saat Candra menolak menatap nya bahkan menepis tangannya.

Beruntung hari ini Lintang tidak memiliki kelas, jadi baik dia maupun Regi akan tetap berada di rumah. Sedangkan Jojo harus tetap ke kampus untuk latihan anak ukm.

Tap

"Lintang." Lintang tersentak kaget saat Regi menepuk pundaknya. Saat ini mereka sengaja duduk di ruang keluarga di lantai dua, tepat di depan kamar Candra yang terbuka. Berjaga-jaga jika Candra bangun dan mencari Lintang.

"Ngelamun kamu ya?" Lintang hanya mengulas senyum tipis.

"Aku bingung Gi, tadi pagi mas Candra nangis kayak gitu. Aku jadi takut kalau kekhawatiran ku kemarin bener." Regi terdiam, sejujurnya dia juga sempat berfikir seperti itu.

"Coba tanyain aja ke bang Chaka, mungkin bang Chaka tau." Lintang terpaku, benar juga apa kata Regi. Dia punya kekasih yang ada di fakultas yang sama dengan Candra

"Nanti mas Chaka kesini kok, nanti aja aku coba tanya." Regi mengangguk.

"Oh iya Tang, kata kak Nia yang tinggal di depan, kemarin ada cowo yang dateng ke sini dan sempet ngobrol sama mas Candra." Lintang mengernyit, lalu hubungannya apa? Mungkin saja laki-laki itu kurir.

"Kurir kali?" Regi menggeleng.

"Gak mungkin sih, soalnya kata kak Nia, cowo itu bawa mobil dan pakaiannya rapi. Tapi kak Nia juga bilang kalau mas Candra keliatan murung waktu selesai ngobrol sama cowo itu." Lintang menghela nafas.

"Nanti aku tanyain ke mas Candra lah. Sana kamu ngebucin dulu, itu mas Erik udah telpon tuh." Regi langsung menyambar ponselnya dan beranjak ke kamarnya.

"Eh tanyain mas Candra Tang, mau makan siang apa." Lintang mengangguk. Setelah Regi menghilang di balik pintu kamarnya, Lintang memilih untuk masuk ke kamar Candra.

Lintang cukup terkejut saat melihat Candra bergerak gelisah dalam tidurnya, dengan cepat Lintang segera mendekati Candra dan menggenggam tangan sang kakak.

"Ssttt mas, Lintang disini kok." Lintang menghela nafas kesal, dia sangat tau jika Candra kembali mimpi buruk berarti ada hal yang membuat kakak kesayangannya itu ingat akan traumanya.

"Mas kenapa? Sejak mas maafin om Reska sama si kampret itu, mas gak pernah lagi mimpi buruk, tapi kenapa sekarang lagi?"

"Gak ada yang ganggu mas di kampus kan?" Lintang memutuskan untuk ikut berbaring di sebelah Candra, memeluk tubuh tinggi sang kakak.

"Gak ada yang boleh nyakitin mas, atau dia harus berhadapan sama Lintang."
.
.
.
.
.
Lintang menghela nafas panjang saat Candra menolak untuk makan dengan alasan perutnya terasa yg tidak enak, bahkan mau apapun yang Lintang dan Regi tawarkan tetap Candra tolak.

"Mas Candra." Lintang mengelus tangan Candra saat melihat kakak nya itu melamun.

"Mas, kenapa?" Candra menatap Lintang sendu saat adiknya itu bersimpuh di hadapannya.

Tes

"Jangan nangis mas, Lintang gak suka liat mas nangis." Lintang menghapus air mata Candra pelan.

"Takut." Lintang mengernyit saat mendengar gumaman Candra.

"Takut kenapa mas? Ada yang ganggu mas?" Candra menggeleng pelan, ya meskipun memang ada yang mengganggunya di kampus.

"Dek."

"Iya mas?" Candra sepertinya harus cerita soal kepergiannya ke rumah sakit kemarin.

"M-mas mau cerita, tapi jangan cerita ke ibun atau yanda." Lintang mengernyit namun akhirnya mengangguk.

"Iya, sekarang mas mau cerita apa?" Candra menunduk menatap tangannya yang sedang di genggam oleh Lintang.

"Mas....kemarin pergi ke rumah sakit." Lintang terkejut mendengar ucapan Candra.

"Mas ngerasa sakit lagi?" Candra mengangguk.

"D-dokter Rifki minta mas buat ikut pemeriksaan menyeluruh, tapi mas takut sama hasilnya." Lintang tidak bisa mengatakan apapun, saat ini dia juga ikut merasakan ketakutan yang sama.

"Kita berdoa semoga hasilnya baik-baik aja, kapan hasilnya keluar?" Candra menatap Lintang ragu.

"Besok."

"Kalau gitu besok Lintang ikut mas, mas ada kuliah kan?" Candra kembali mengangguk.

"Pagi, mungkin jam sebelas udah selesai "

"Ya udah nanti Lintang tunggu di kampus mas, sekalian Lintang anterin mas Chaka." Candra kembali mengangguk.

"Jangan tinggalin mas, meskipun nanti mungkin mas bisa ngerepotin kamu."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat malam
Malam jumat aku up lagi ini...
Ada yang kangen Candra?
Aku mau buat book baru nih, edisi spesial ramadhan, berhubung sebentar lagi udah mau puasa...
Aku usahain book yang udah up, selesai sebelum puasa, soalnya mau libur ngetik romance pas puasa takut khilaf...
Book ini juga lagi aku kebut nulis nya...

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

Sang BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang