20. Pulang ke pare?

290 53 21
                                    


.
.
.
.
.
Jojo kalang kabut, pemuda itu panik saat mengetahui jika Candra tetap memaksa pulang ke pare. Bahkan Lintang sendiri yang akan mengantar Candra ke stasiun.

"Lin, kok kamu bolehin?" Lintang menghela nafas, dia ingin marah namun dia tau jika kejadian di panggung tadi bukan kesalahan Jojo.

"Mas Candra lagi badmood bang, biarin aja mas Candra pulang ke pare. Jangan sampai mas Candra tambah marah sama abang." Jojo berdecak kesal.

"Ini semua gara-gara Sigit!" Jojo kembali merasa kesal saat ini.

"Dek, ayo." Jojo menghela nafas saat Candra melewatinya begitu saja. Melihat itu Lintang dengan cepat menuju mobil nya, dia harus memastikan jika Candra benar-benar naik kereta menuju Pare.

"Ndra, yang." Candra berhenti melangkah saat mendengar panggilan lirih Jojo.

Candra mencintai Jojo tentu saja, namun ketidakpekaan Jojo terhadap orang-orang yang menyukainya justru membuat mereka salah paham.

"Mas Jojo, ayo udahan. Akhiri di sini aja, aku gak mau ngerasain sakit waktu mas Jojo lebih milih mereka di banding aku. Aku juga gak mau ngekang mas Jojo, jadi aku ngelepas mas Jojo sekarang. Nanti setelah wisuda aku bakal bawa Lintang buat yg tinggal sama aku, makasih buat enam bulan ini." Setelah mengatakan itu Candra berlalu meninggalkan Jojo yang terpaku, tidak percaya jika Candra akan mengatakan hal itu padanya.

"Aku gak mau Ndra, kamu boleh pulang ke pare, tapi jangan pernah minta aku buat pergi dari kamu. Kita obrolin ini lagi nanti."
.
.
.
.
.
"Mas Candra, langsung hubungi Lintang begitu sampai pare ya?" Candra mengangguk.

"Iya nanti mas hubungi kamu, kamu juga hati-hati disini dek. Jagain mas Chaka." Lintang ikut mengangguk.

"Mas tenang aja, sekarang mas tenangin dulu hati mas. Pikirin lagi keputusan mas Candra tadi, nanti apapun keputusan mas, Lintang pasti dukung." Candra hanya mengangguk tanpa menjawab.

"Mas, jangan lupa bilang ke yanda sama ibun. Mereka berhak tau keadaan mas sekarang." Lagi-lagi Candra mengangguk.

"Mas berangkat ya dek, inget jagain mas Chaka sama Regi ya. Susulin mas kalau udah selesai ujian."

Lintang melihat tubuh Candra masuk kedalam stasiun, sepertinya kakak ya itu benar-benar butuh dekapan sang bunda. Beberapa bulan ini Candra berjuang sendiri, menyembunyikan sakit hatinya karena cemburu dan juga karena bullyan yang terjadi.

"Tetap kuat ya mas, tungguin Lintang. Nanti Lintang susulin ke pare."
.
.
.
.
.
Candra sengaja memesan dua tiket agar dia duduk sendirian, dia sedang tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain saat ini.

Ddrrrttt

Ddrrtt

Ddrrtt

Candra mengernyit saat mendapati nomor asing tertera di layar ponselnya.

Klik

"Halo?" Candra mengernyit saat mendengar suara seorang perempuan disana.

"Candra? Benar ini nomor Candra kan?"

"Iya, saya Candra. Ini siapa?" Candra bingung, jika di dengar dari suaranya tentu saja suara itu bukan suara anak seusia dia.

"Syukurlah, nak ini eyang nya Jeje. Tante nya bunda kami."

"Eyang?" Candra mengernyit saat mengetahui jika yang menghubunginya adalah keluarga sang bunda.

"Iya, kamu bisa panggil saya eyang, sama kayak Jeje, Candra kamu ada di bandung kan?"

Candra mengangguk tanpa sadar.

"Iya saya di bandung."

"Bisa eyang minta tolong ke kamu ya, tolong jangan terlalu sering repotin bunda kamu buat datang ke bandung ya nak."

Sang BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang