"Shay."
"Hm."
"Shay."
"Hm."
"Shay."
"Hm."
"Shayla?"
"Kenapa sih, Mas? Aku lagi maskeran ini," protesku yang sedang duduk di ujung kasur bersama handphone yang aku genggam di tangan kanan.
Meski terdengar lemas, Mas Je tertawa. "Lagian dipanggil-panggil gak nyaut."
"Aku nyaut."
"Ham-hem-ham-hem, doang."
"Kan aku lagi maskeran, Mas."
"Selain itu, kamu juga lagi bete, kan?"
"Nggak."
"Gak salah lagi?"
"Iya." Setelah mendengar jawabanku, Mas Je tertawa terbahak.
"Jangan bete," kata Mas Je sehabis tertawa.
"Udah berkurang. Dikit." Tidak berbohong, tapi aku memang merasa beteku sudah berkurang. Mungkin 5 detik yang lalu. Atau lebih tepatnya saat mendengar tawa Mas Je tadi.
"Jangan bete lagi walaupun udah berkurang."
Tanpa menjawab, aku pergi ke kamar mandi untuk membasuh mukaku. Setelah mencuci muka, aku berjalan menuju meja di mana tempat skincare-ku berada. Membuat posisi aku dan Mas Je kini berada bersebrangan. Di sana dia sedang duduk sembari menyenderkan punggungnya.
Keadaan tubuhnya memang sudah lebih membaik karena tadi dia telah meminum obat alerginya sehabis mandi air hangat. Iya, dia alergi udang. Dan aku tidak tahu menahu tentang alerginya itu.
"Gimana aku gak bete, Mas? Aku aja gak tau alergi suamiku sendiri," kataku yang memberhasil membuat dia mendongak. Tadinya dia sedang bermain ponsel. Tak tahu deh dia sedang mengetik apa. Tapi yang jelas, suaranya ckckckckckckckck. Itu suara keyboard ponsel jika dimode bunyikan.
"Ya, gapapa."
"Gapapa, apanya?"
"Gapapa kamu gak tau tentang alergiku, Shay. Itu juga bukan suatu keharusan yang perlu kamu tahu. Emang akunya aja yang bandel, udah tau gak bisa makan udang tapi tetep aja aku makan. Aku kira, kalau makan satu itu gapapa. Ternyata gatel juga."
"Tapi kan kalau aku tau Mas Je punya alergi, aku gak akan pakai udang di pastanya."
"Gapapa. Tadi pastanya enak banget kok."
"Tapi kita lagi ngomongin masalah udangnya."
"Iya, udah, gapapa. Aku cuma kasih tau aja kalau pastanya enak."
Ternyata akan semelelahkan ini jika berdebat dengan Mas Je.
"Gapapa-gapapa mulu kayak cewek," cibirku pelan. Entah masih bisa didengarnya atau tidak. Yang pasti aku tidak peduli. Kalau tidak terdengar ya syukur, kalau kedengaran juga tidak apa-apa deh biar dia tahu.
Selagi aku melanjutkan memakai rangkaian skincare malamku dan ditutup dengan penggunaan body lotion di kedua tangan juga kakiku, Mas Je kembali diam sembari memainkan handphone-nya.
"Weekend nanti kita ke Ikea yuk, Shay?" Ajak Mas Je tepat setelah aku merebahkan diri di sampingnya.
"Iya."
"Kita beli meja rias yang ada cerminnya."
"Buat Mas Je?"
Setelah mematikan lampu utama kamar ini dan diganti dengan lampu tidur, Mas Je ikut merebahkan diri juga. "Buat kamu, lah. Aku kan gak butuh meja rias. Soalnya tanpa merias diri juga aku udah cakep."
KAMU SEDANG MEMBACA
Here With Me
ChickLitPerasaan kosong, kesepian, takut, dan ingin hilang dari Bumi adalah hal yang selalu ingin aku lupakan. Tapi nyatanya, mereka selalu kembali datang. Lagi dan lagi. Kadang kala ingin menyerah, namun aku masih waras untuk tidak mengakhiri hidup dengan...