23 When The Snow Falling

6.1K 416 46
                                    

Rawa Bebek sepi kalau sosok Jaemin tidak disana. Begitu juga pak Jaehyun yang selalu setia mengamati ponselnya, menunggu kabar dari primadonanya, Na Jaemin.

"Apakah kamu disana kedinginan? Disana kamu makan apa? Jangan bilang kalo Jeno ngasih kamu makan ikan mentah lagi? Atau jangan-jangan sawi pedas asam, aduhh enakan juga oseng kangkung sama trasi buatan bapak" curahan hati seorang Jaehyun pun buyar, ketika ada sesuatu yang lebih manis mendekat padanya.

Ya, Taeyong berjalan membawa segelas kopi untuknya.

"Apakah Nana sudah mengabari mu?"

"Sudah"

"Lho, kenapa tidak pada saya ya?"

"Coba saya liat?" Taeyong mengambil ponsel pak Jaehyun. Memencet icon pesan masuk dan ternyata Nihil. Namun setelah di cek lagi,. "Ya gimana mau masuk pak? Pesbuk bapak aja mode gratis! Nggak ada paketan ini, buang saja hp nya!"

Barus juga datang pak jaehyun langsung bikin kesal.

"Ohh, lha iya toh"

* * C A N D Y * *

Jaemin kini telah melepas coat yang ia pakai, menggantinya dengan long sleeve biasa. Di kamar yang saat ini ia tempati, cukup hangat dan nyaman. Karena penghangat ruangan di nyalakan oleh Mr Yuta, untuk putra semata wayangnya ini.

Jujur saja Jaemin masih canggung karena selama ia hidup bersama Mpok Jubaedah, edukasi tidak berlaku untuknya.

Karena kemauan Jaemin sendiri, melihat betapa krisis nya kehidupan Mpok Jubaedah saat itu. Tetapi Jaemin cukup beruntung, memiliki seorang bos yang baik bernama Jaehyun.

Jaemin bersandar pada kepala ranjang, langkah kaki sang ayah semakin terdengar. Yuta datang dengan membawa coklat hangat untuknya, karena Jaemin tidak menyukai susu.

"Sayang, ini untukmu"

"Terimakasih ayah,,"

Senyum Jaemin kian membinar, namun lebih menuju pada rasa haru yang dimiliki. Tangan Yuta satunya memegang kamus bahasa indonesia, untuk bisa berbicara dengan anaknya yang diasingkan selama sepuluh tahun disana.

"Ada yang ingin ayah bicarakan sama kamu, bisa?"

"Tentu saja ayah,," tangan Jaemin memegang pergelangan tangan Yuta.

Yuta telah menata hatinya, bersiap mendengar keluhan Jaemin setelah ini.

"Lima tahun, setelah ope-rasi tentu saja Nyanya belum meet sama Empok Jubaedah? Nyonyo bilang Empok Jubaedah bertem-mu dengan Nyanya di usia Ten Years old? Setelah ope-rasi itu, nyanya dimana?"

Jaemin merasa bersalah saat ini, kebodohannya tidak bisa berbahasa korea sangat menyusahkan pihak Yuta ayahnya.

"Ai become a domestic work, cuci baju orang" jaemin menggerakan tangannya sebagai peraga. Agar Yuta tidak perlu susah-susah menggulir kamusnya.

Setidaknya ini cukup membantu, walau Yuta selalu terdiam sejenak setelah Nana berkata.

"Cuci baju? Di kasih money?"

Jaemin mengibaskan tangannya bertanda 'tidak' kemudian ia menggeleng pelan.

"Hanya makan, dua kali satu hari"

Praduga Jaemin benar walau tampang Yuta begitu sangar, dengan banyaknya coretan tinta di tubuhnya dan juga pierching yang hampir memenuhi daun telinga dan pusarnya, namun hati yang di miliki pria berdarah jepang itu cukup sensitiv jika mendengar curahan hati orang terdekat. Hati yang tidak bisa mentelaah sesuatu yang buruk menimpa orang yang disayangi.

CANDY || NOMIN 🔞 ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang