21Jan2023;saturday
.
.
______________________________________
Di jalanan sepi, tampak sebuah mobil jenis Van berhenti. Pintu disisinya terbuka dengan begitu cepat, hingga kemudian sesosok tubuh ramping dilempar begitu saja.
Tubuh itu milik seorang gadis berusia awal 20an, yang tampak lusuh dan penuh luka. Ia meringis, sambil kemudian bersusah payah bangkit. Berusaha menopang tubuhnya yang acak-acakan akibat ulah para gadis asing yang tak ia kenal. Lisa memegangi perutnya, bahkan rasa perih akibat tinjuan dan pukulan itu belum juga berkurang. Ditambah lagi memar dan luka di beberapa bagian tubuhnya yang lain.
Astaga...
Dosa apa yang pernah ia lakukan hingga hal buruk ini menimpanya?
Gadis itu meringis, sambil terus menyeret kakinya yang nyeri untuk mencari jalan keluar menuju gedung asramanya. Ingin menghubungi Vivi, tapi bahkan ponsel dan barang-barangnya yang lain pun sudah ikut dihancurkan tanpa belas kasihan oleh iblis-iblis tadi.
Hingga kebingungan memenuhi pandangan. Jujur saja Lisa tak tahu ia sedang dimana sekarang. Tak ada apapun yang bisa dijadikan petunjuk, kecuali pembatas jalan dan pohon-pohon tinggi yang menjadi sumber penghijauan di sana.
Apa ini karena Yuta?
Atau karena Eunwoo?
Entahlah, Lisa tidak tau pria mana yang dimaksud oleh gadis-gadis tadi. Mereka hanya berkata padanya untuk berhenti bersikap sok cantik didepan laki-laki yang kini tengah dekat dengannya. Sejauh ini, laki-laki yang sangat dekat dengannya untuk beberapa waktu terakhir hanyalah dua orang tadi.
"Fuck it!" Umpatnya, lirih.
Susah payah ia terus mencari petunjuk arah. Atau setidaknya menunggu kendaraan melintas. Senyap, sakit, dan putus asa. Lisa pada akhirnya tak mampu lagi menggerakkan kakinya. Hingga tubuhnya hanya bisa pasrah tergeletak lemah diatas jalanan sunyi itu.
Terlampau menyiksanya, sampai ia sendiri tak bisa merasakan apa-apa lagi pada tubuhnya. Sepasang mata bulatnya pun nyaris hilang kekuatan, tapi Lisa berusaha tetap membukanya. Menatap langit gelap yang sepertinya akan menurunkan hujan sebentar lagi.
Ya, hujan yang akan menyapu lukanya.
Atau malah membuat luka itu semakin parah.
Bibirnya tersenyum, melihat sebias sinar matahari yang tersisa beberapa garis saja sebelum awan mendung itu menyapunya.
Ya Tuhan, betapa warna jingga itu mengingatkannya pada seseorang.
Oh, jika pun luka ini ia dapatkan karena sudah lancang menyentuh seseorang yang sangat disukai mereka, rasanya semua kesakitan ini cukup pantas. Karena Lisa pun sadar, beberapa waktu yang lalu ia pernah membuat Yuta menunggu berhari-hari diluar gedung asrama ---hingga kedinginan. Hanya untuk melihat dirinya.