Frasa Kedua Puluh

71 13 0
                                    

Alinea masih mogok bicara kepada Frasa. Setelah bersitegang kemarin sore, hari itu dia lebih banyak menghindar. Saat jam istirahat, misalnya. Alinea memilih kabur ke ruang komputer. Selain memang masih gondok terkait tingkah Frasa kemarin, ada hal yang harus dia cari lewat internet. Keberadaan lembaga penanganan kejiwaan yang pernah disinggung Dirga dan Bunda.

Kabupaten tempat Alinea bermukim tidak begitu besar. Pelayanan publik yang tersedia tidak akan semenjamur di ibu kota. Pikirnya, dia bisa dengan mudah mencari hanya berbekal kata kunci umum. Terlebih pelayanan publik terkait masalah kejiwaan. Paling-paling dalam satu kota hanya ditemukan dua sampai tiga rumah sakit saja. Tidak banyak yang mengalami masalah kejiwaan, tetapi bukan berarti tidak ada sama sekali.

Di ruang komputer, Alinea bertemu Lika dan Puspita. Dua gadis itu ingin memanfaatkan fasilitas sekolah untuk aktif di laman media sosial masing-masing. Sedang gencar-gencarnya Facebook menjadi alternatif mainan di kala senggang.

"Tumben ketemu Alinea di sini?" Puspita memilih kubikel PC di samping kanan Alinea.

Sementara Lika di samping kiri teman semeja Frasa.

"Ya, lagi bosen. Mau cari suasana baru." Alinea menoleh ke Puspita lalu menyeringai. Sangat lebar dan terkesan pura-pura. "Barangkali sekalian nyari gebetan."

Lika dan Puspita terkikik.

"Enggak lagi berantem sama Frasa, 'kan?" Tuduhan Lika sungguh menohok ulu hati Alinea.

"Aku emang lagi sebel sama dia." Wajahnya menggelembung kesal. Sama sekali tidak menutup-nutupi.

"Gara-gara Bulan Bahasa?" Puspita bisa mencium bibit perselisihan di antara kedua kawannya, mengingat bagaimana Frasa menolak dengan keras saat Alinea menawarkan pertama kali.

"Dia adalah manusia yang enggak tau bersyukur." Mouse di tangan Alinea bergerak ke sana kemari kendati mulut gadis itu terus saja memprotes kelakuan Frasa.

"Mungkin, emang bener-bener enggak minat, Lin. Jangan dipaksa daripada enggak maksimal hasilnya."

Alinea mengembusi poni yang sudah semakin panjang. Sengaja dipanjangkan karena gadis itu ingin mengubah gaya rambut--gaya poni dari rata tengah menjadi miring kiri. Niatnya, sih.

"Tau, ah. Bikin gondok pokoknya dia, tuh." Alinea menghentikan pencarian.

Muncul beberapa link info terkait lembaga penanganan kejiwaan. Beberapa di antaranya berupa rumah sakit. Hanya dua tempat yang menyebut mereka sebagai sebuah lembaga, bukan rumah sakit. Alinea mencatatnya di draft pesan ponsel. Mungkin siang nanti jika kebetulan bertemu Dirga di halte, dia akan meminta bantuan untuk diantar ke tempat-tempat tersebut.

Selesai mencari tempat yang dimau, Alinea berpindah ke web Facebook. Masih ada lima belas menit dan dia belum lapar. Alangkah baiknya memanfaatkan komputer yang sudah didapat susah payah karena harus berebut dengan yang lain akibat terbatasnya jumlah untuk berselancar di beranda FB. Muncul status Lika dan Puspita yang kemudian dia like.

"Omong-omong, Lin." Lika teringat kejadian beberapa hari lalu.

"Apa, Lik?"

"Kamu sama Dirga ... anu, ya?" Bocah itu takut-takut menduga.

"Apa, Lik? A ... anu apa?" Wajah Alinea menyembul dari balik pembatas bilik; menyambangi bilik Lika.

"Hm ... pacaran?" Dia menyeringai.

"Hah? Gosip dari mana?"

"Desas-desusnya mulai kedengeran, loh. Temenku yang di SMK juga nanyain hal ini. Sering lihat kamu sama Dirga, berduaan, di halte."

Frasa AlineaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang