Angin sepoi musim penghujan membelai wajah-wajah kusam empat anak manusia yang sibuk menyelesaikan tugas kelompok. Ditemani sepiring tempe goreng tepung, sambal tomat, dan es jeruk peras, mereka siap berdebat untuk memutuskan desain mana yang akan diaplikasikan ke tong sampah mereka.
Adalah tugas Seni Budaya untuk membuat tong sampah dari limbah ember cat. Kelompok dengan gambar terbaik dan terunik akan mendapatkan nilai tertinggi sekaligus hasil karyanya dipamerkan dalam pameran akhir semester beberapa minggu lagi. Mereka bertekad akan menjadi yang terbaik untuk tugas kelompok kali ini.
"Yakin mau pakai desain anime, Lin?" Lika menatap sangsi dengan usulan kawan sekelompoknya.
"Entah kenapa, instingku mengatakan kalau desain ini akan lain daripada yang lain. Kebanyakan desain yang teman sekelas ajukan kemarin ke Pak Toto tuh standar. Panorama yang standar. Desain batik juga standar. Lagi pula, biar kelompok kita beda."
"Usul Alinea boleh juga sih, Lik. Aku lihat-lihat kemarin, banyak kelompok di kelas kita pakai desain batik. Memang beda-beda corak, tapi ya masa satu kelas batik semua? Enggak unik, dong." Puspita mendukung usul Alinea.
"Boleh aja anime. Asal Alinea yang buat desain. Untuk mewarnai, bolehlah kita yang ambil alih." Frasa ikut menyumbang suara.
Kelompok mereka memang agak lain. Alih-alih bergabung dengan teman sesama cowok, Frasa justru senang hati masuk ke kelompok Alinea. Malah Frasa yang ditawari pertama kali untuk bergabung. Baru kemudian Lika dan Puspita karena kedua gadis itu belum menemukan kelompok yang menawari mereka.
"Terserah kalian sajalah. Aku ingin main dengan kucing-kucing Alinea dulu. Mereka menggemaskan sekali." Puspita kabur menghampiri kandang di halaman depan.
"Keluarkan saja kalau kamu mau bermain dengan mereka, Pus!" teriak Alinea.
"Oke!"
Lika geleng-geleng. Temannya yang satu itu memang sangat menyukai hewan berbulu, terutama kucing. Kesempatan sekali mengerjakan tugas kelompok di rumah Alinea yang memelihara dua kucing liar.
Sementara Puspita sibuk bermain dengan Bubi dan Bibu, Frasa mulai mengerjakan tugas kelompok mereka. Mula-mula memberikan warna dasar ke tong kaleng baru kemudian membuat corak di permukaannya. Kelas mereka kebagian warna biru langit sebagai warna dasar. Sebuah keberuntungan karena Alinea berniat menjadikan musim semi sebagai ide gambar.
"O, aku inget sesuatu, Lin." Like menyela Alinea yang ingin mencomot sebilah tempe goreng.
"Soal?"
"Bulan Bahasa."
Alinea menatap lekat Lika. Masih tidak paham ke arah mana dia ingin bicara.
"Kamu kan jago bikin ilustrasi, sedangkan Frasa jago bikin cerita fiksi. Kenapa enggak ikut lomba bikin cergam aja?"
"Lomba bikin cergam? Emang ada?"
"Ada, dong. Kamu enggak lihat pengumumannya di mading?"
Alinea menggeleng. Dia belum sempat tengok-tengok isi mading edisi terbaru.
"Makanya, kalau berangkat jangan suka kesiangan. Terus, kalau istirahat jangan cuma ngendon di kelas baca komik. Sesekali keliling sekolah. Baca-baca berita di mading. Siapa tahu nemu event yang asyik untuk kelebihanmu."
Alinea cengengesan. "Ya ... gimana, ya? Aku males keluar-keluar enggak jelas. Apalagi udah ada komik. Ditambah, aku bawa bekal. Enggak perlu jajan ke kantin."
"Besok, coba tengok info lebih lengkapnya. Siapa tahu kamu sama Frasa minat. Hadiahnya lumayan, loh."
"Sa, minat enggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Frasa Alinea
Romansa"Kukira, hanya Bunda yang memberikan nama aneh kepada anak-anaknya. Ternyata, ada juga yang ibunya memiliki selera selaras dengan Bunda. Namanya Sebaris Frasa Bahari. Cowok yang suka menyendiri di perpustakaan untuk baca novel, teman sekelasku, seka...