Frasa Kelima Puluh Satu

86 13 0
                                    

Mereka datang pagi-pagi. Alinea berboncengan dengan Dirga. Lika dengan Puspita, sedangkan Aldara sendirian. Hanya mereka yang akan mengantar sampai terminal. Para orang dewasa sengaja tak ikut. Hanya menitip salam. Terlebih Ayah dan Bunda. Mereka sedang mempersiapkan sesuatu di rumah sakit.

Bersama Ibu, Jian, dan Narasi, Frasa telah menunggu di teras. Jika melihat formasi, besar kemungkinan Frasa akan berboncengan dengan Aldara karena hanya gadis itu yang jok belakangnya kosong. Namun, semua tahu sama tahu skenario macam apa yang harus dijalankan.

"Sa, tangkap!" Aldara melempar kunci motor lantas mendahului bonceng ke jok belakang motor Dirga.

"Loh? Kok, kamu malah bonceng di jok Dirga, sih?" Gadis bermata bulat dengan lilitan syal longgar di leher menatap bingung kelakuan kawannya.

"Kamu boncengan sama Frasa. Ada yang mau aku bicarakan dengan Dirga." Aldara mengibas-ngibaskan tangan.

"Kan, bisa nanti-nanti."

"Enggak bisa nanti. Harus sekarang. Udah, sana boncengan sama Frasa."

Alinea menatap satu per satu kawan yang hadir. Mereka menyeringai. Keputusan tanpa rencana sebelumnya.

"Enggak mau boncengan sama aku, Lin?"

Gadis itu berbalik. Memang, sejak tadi membelakangi sepeda motor Aldara setelah turun dari motor Dirga. Frasa sudah di sana. Tas besarnya sudah terselip nyaman di bagian bawah; sela antara kepala dan badan motor.

"Eh, bukan begitu, Sa. Ya, aku maulah boncengan sama kamu. Ayo, berangkat! Jangan sampai kamu ketinggalan bus." Alinea melangkah ke jok belakang.

"Hati-hati semuanya. Jangan pada ngebut. Ayah atau Ibu enggak mau ikut campur kalau kalian kena tilang."

"Tenang, Ibu. Kami pengemudi berpengalaman." Lika mengacungkan jempol setelah memasang helm.

Satu per satu kendaraan meninggalkan pekarangan rumah. Ibu dan Jian melepas dengan senyum kepergian mereka.

"Frasa semakin menunjukkan sisi sukanya kepada gadis bermata bulat itu." Jian mengusap-usap bahu.

"Cintamu dan cinta Rita tak tersambung, mungkin, karena mereka yang akan meneruskan?"

"Percakapan ini jika dilanjutkan hanya akan berimbas cemburunya seorang perempuan yang tak lagi muda."

"Heh, Pak Tua! Kamu mengolokku?" Sebuah cubitan mampir di perut kanan Jiananta.

"Kamu betul-betul galak, Vita."

"Suruh siapa mancing, huh?" Perempuan itu beranjak masuk.

Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan di dalam rumah. Hari off dari rumah sakit bukan berarti dirinya bebas tugas. Tentu saja. Tugas rumahan telah menanti, meski sebagian dikerjakan oleh Narasi dan Jian.

Berhubung Frasa tidak ada selama sepuluh hari ke depan, hanya mereka bertiga yang akan mengurus rumah.

***

Nyeri itu kembali datang ketika mereka memasuki area terminal. Bus yang akan ditumpangi Frasa berada tidak jauh dari pintu masuk. Perjalanan dari kabupaten mereka ke ibu kota memakan waktu 4 sampai lima jam. Sesampainya di sana, Frasa akan dijemput oleh pihak penyelenggara lomba. Selama mengikuti writing camp, Frasa dan beberapa penulis terpilih akan tinggal di dalam wisma yang masih milik pihak penerbit.

Sedapat mungkin, Alinea menahan sengatan nyeri yang menusuki panggul. Sesekali menggigit bibir bawah untuk mengalihkan rasa sakit. Sebetulnya, nyeri di panggul gadis itu timbul tenggelam sejak semalam. Kapsul pereda nyeri dari dokter sudah tidak berfungsi sekalipun dinaikkan dosisnya. Pertahanan gadis itu telah mencapai batas.

Frasa AlineaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang