62

89 7 0
                                    

Rere menyedot nikotinnya dengan penuh emosi. Dadanya sedari tadi kembang kempis tidak karuan. Harusnya malam ini Rere keluar menemui clientnya. Namun, perutnya sedikit bermasalah lagi.

"Bayi sialan!" amuk Rere sambil membuang rokoknya.

Rambut yang terurai dan tercatok indah kini sudah acak-acakan. Rere meremas rambutnya tersebut untuk menyalurkan emosi. Sesekali Rere berteriak disela tangisnya.

Hampir saja Rere ketahuan Elang. Karena jurus tangis buayanya, Elang langsung mempercayai bahwa yang dimaksud pria di resto Jepang itu bukanlah dirinya.

Padahal Rere sangat mengingat betul siapa pria tua yang menyapanya itu adalah atasan Czoria. Tidak sedikit Rere melayani pria-pria yang sudah beristri dan para pejabat. Termasuk lelaki gatal yang ada di resto tadi sore.

Rere semakin kalut. Entah siapa ayah biologis bayi yang dikandungnya itu. Belum lagi ia mendapat pesanan untuk sex party dengan tarif yang lumayan.

Rere tidak mungkin melewatkan kesempatan itu. Apalagi Rere pernah merasakan bagaimana pengalamannya dikelilingi lelaki berduit. Tidak akan Rere sia-siakan.

Terdengar deritan pintu terbuka. Rere memang sendirian di kontrakan. Sejak masuk ke kontrakan, rumah itu sudah kosong. Maya mungkin sudah pergi untuk mencari batang-batang kekar.

"Re, tumben jam segini masih dirumah?"

Maya menyapa Rere sambil meletakkan slingbag berwarna hitamnya.

Rere tidak menjawab. Justru Rere menghampiri Maya dengan raut menahan marah.

Plak!

"Arghh..!"

"Lo ngomong apa aja sama Elang hah?!"

Tamparan keras mendarat di pipi kanan Maya. Pedihnya pipi Maya hanya bisa ia usap-usap dengan telapak tangannya.

Tamparan Rere sangat keras membuat Maya sedikit terhuyung.

"Maksud lo apa?" tanya Maya bingung.

Pipinya terasa cenat-cenut dan panas. Berulang kali Maya meringis berharap bisa memudarkan rasa sakitnya.

"Lo ngomong apa aja sama laki gue lonte sialan?! Lo bongkar semua tentang gue kan?"

Rere menunjuk-nunjuk Maya dengan penuh amarah. Bahkan, tangan Rere yang satunya sudah mengepal ingin sekali menghajar Maya.

"Lo bilang ke dia kalo gue pelacur kan?! Ngaku lo bangsat!!" teriak Rere.

Mata Rere memerah dan menggenang. Antara ingin menangis dan berteriak menghancurkan semua yang ada didekatnya.

Maya dengan berani menatap kembali manik mata Rere. Maya benar-benar tidak tahu. Jadi pancaran matanya pun tidak menggambarkan kebohongan.

"Lo suka kan sama Elang?!"

Maya terdiam membiarkan Rere meluapkan emosinya. Bahkan Maya rela raganya dihabisi oleh Rere. Hatinya terlalu sakit melihat Rere hancur seperti itu. Walaupun Maya tidak tahu apa sebabnya.

"Kenapa diem aja?! Jawab anjing, punya mulut kan?!"

"Tenangin diri lo dulu Re" ucap Maya lembut sambil mengelus pundak Rere.

"Tenang-tenang apaan bangsat hah?! Lo sengaja kan mau bikin hubungan gue sama Elang hancur?! Biar lo bisa dapetin dia? Iya kan?!"

Rere mengusap pipinya dan terisak. Kedua tangannya kembali meremas rambutnya. Kepala Rere terasa mau pecah. Tembok disampingnya sangat menggoda untuk diadu dengan kepalanya.

BERONDONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang