58

147 8 2
                                    

"Emhhh.."

Tubuh Elang yang menggiurkan menggeliat di sela tidurnya. Tidak lama kemudian ia menguap dan perlahan membuka matanya yang terasa berat.

Cahaya matahari yang begitu hangat menelisik masuk melalui jendela yang tertutup tirai putih. Rupanya hari sudah pagi. Ah, ataukah sudah siang?

Elang tidak tahu.

"Pagi sayang" sapa seorang wanita dengan suara serak.

Mata Elang menyipit mengadaptasikan dengan cahaya yang memenuhi ruangan bernuansa putih itu. Agar terlihat jelas siapa kini wanita yang ada disampingnya.

Wanita cantik dengan badan yang tertutupi selimut tebal. Pundaknya yang putih terlihat menggoda dengan hiasan rambut yang jatuh terurai.

Elang terpana sebentar. Lalu akhirnya...

Sadar.

Elang tidak memakai celana kolor. Ia coba raba-raba sekali lagi memastikan memang tidak ada sehelai kainpun yang menempel diselangkangannya.

"Sial!"

Elang memejamkan matanya sambil mengepal tanda menyesal.

"Re, pake baju kamu!" Ucap Elang tegas.

Raut wajah Rere pucat pasi. Tidak menyangka sambutan di pagi harinya sangat mengecewakan. Kebahagiaan tadi malam yang begitu panas walaupun berada dikondisi alam bawah sadar ternyata hanya sekilas.

Kebahagiaan sesaat itupun tercipta karena tegukan alkohol.

"Kenapa yang?"

Elang menatap dalam Rere yang kini sedang menatapnya sendu.

"Apa yang kulakukan tadi malam?" tegas Elang.

"Aku merenggut mahkotamu?"

"Kesucianmu sudah aku nodai?"

"Aku menyakitimu Re!"

Rere bernafas lega. Rere kira Elang akan memarahinya karena sudah mengajaknya bersulang menghabiskan satu botol wine.

Rere tersenyum.

"Marah aja Re, pukul aja aku Re! Jangan senyum-senyum gitu! Dikira ini lucu?"

Rere berhambur memeluk Elang. Lelakinya ternyata polos sekali. Bahkan Elang menyalahkan dirinya sendiri tanpa tahu Rere lah yang sengaja melakukannya.

"Kesucian? Persetan dengan kesucian! Ternyata Elang hanya tau aku masih perawan" batin Rere dengan senyum puas.

"Ngga sayangku. Aku sayang kamu. Aku ga mungkin marahin kamu. Aku rela lakuin apapun buat kamu. Percayalah, kalaupun kamu minta ini lagi, aku akan dengan senang hati melayanimu sayang" ucap Rere serak.

Dada Elang berdebar. Bukan salting karena tubuh mereka bersentuhan dengan kondisi telanjang. Namun, Elang merutuki kebodohannya.

"Apa yang gue lakukan bangsat!"

Elang tidak ingat apapun. Terakhir Elang hanya mengingat dirinya sedang berada di bar dengan segelas wine. Setelah itu Elang tidak ingat apa-apa.

Satu lagi, Elang hanya mengingat desahan Rere yang berada dibawahnya tadi malam.

Rere kini memeluk Elang dengan sangat erat. Bahkan selimut yang tadinya menutupi tubuhnya sekarang sudah tersingkirkan.

"Kenapa sayang? Kok diem?" Rere bertanya sambil mendongakkan kepalanya agar bisa melihat wajah Elang.

Mereka bertatapan cukup lama. Rere tersenyum  dengan kabut birahi menyelimuti kedua matanya. Tangannya bergerak meraih tengkuk Elang. Bibirnya mengecup kecil telinga Elang kemudian menggigitnya. Lalu beralih meniup leher Elang.

Elang tidak bisa berkata apa-apa. Elang juga tidak bisa menghentikannya. Namun, otak sadarnya berontak untuk mengakhiri permainan iblis yang semakin kuat menggodanya.

"Gak gini caranya kalo lo sayang sama dia Lang! Jangan mentang-mentang lo udah dapetin dia, terus lo mau lanjutin karena sudah terlanjur? Merasa bersalah atau ngga lo Lang?! Rere wanitamu bukan pelacurmu! Cukup tadi malam lo ngelakuin kesalahan karena ke idiotan lo!" Elang mengingatkan dirinya sendiri tanpa ampun. Ternyata sangat sulit melawan hawa nafsu sendiri.

Bibir Rere sudah bergerilya menciumi pipi, hidung hingga bibir Elang. Bahkan tangannya mengusap-usap lembut punggung Elang yang terasa hangat.

"Main lagi?" ajak Rere dengan suara seraknya.

Elang meneguk ludahnya pasrah.

Cup...

Elang mencium bibir Rere.

"Maaf Re"

Rere mendesah kecewa karena Elang turun dari ranjang.

BERONDONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang