63

105 9 1
                                    

"Duuhhh.."

Maya bolak-balik mengecek ponselnya menunggu kehadiran seseorang.

Pertama, dia harus mengembalikan jaket jeans milik Elang. Kedua, ia akan pergi ke bar Flamingo bersama clientnya.

Maya sedikit curiga dengan clientnya itu. Perasaannya pun tidak enak. Namun, pesanan sudah terlanjur di keep dan Maya accept. Lagipula clientnya itu berani membayar mahal walaupun hanya sekedar menemani minum saja.

Yang Maya heran, kenapa pelanggannya itu harus menunggunya di halte sepi yang jarang sekali ada kendaraan. Kalau pelanggan lainnya, Maya pasti yang menentukan titik temu yang strategis dan ramai. Atau kalau tidak, Maya dan pelanggan akan bertemu langsung di lokasi yang dituju.

"Mana nih Elang, mana ceklis satu lagi. Keburu dateng nih client gue" gumam Maya pada dirinya sendiri.

Maya memeluk erat jaket Elang sembari mengecek ponselnya. Wangi parfum khas milik Elang sudah terhapus oleh bau parfum laundry. Namun, Maya masih ingat jelas wangi khas yang menempel di badan lelaki itu.

"Masih marah ya dia sama gue?" batin Maya sedih.

Maya sudah membagikan lokasinya pada Elang. Tapi, tidak kunjung Elang baca. Maya berharap Elang datang secepatnya agar Maya juga bisa pergi dengan clientnya.

Maya khawatir jika clientnya itu datang lebih dulu dan Elang datang ke lokasinya tanpa ada dirinya.

"Tambah marah nanti dia,hmm" batin Maya lagi.

Maya berjengit merasakan getaran ditangannya. Ponselnya berdering menandakan ada telepon masuk. Tanpa menunggu lama, Maya segera mengangkat telepon tersebut.

"Maya Imelda?" sapa seseorang dengan tegas. Sudah ciri khas leader of Cambria tanpa ada sapaan salam.

"Iya, bunda. Ada apa?"

Pasti ada hal penting yang ingin dibicarakan bunda Meri. Karena beliau sangat jarang menelpon Maya jika tidak ada hal yang mendesak.

"Dimana kamu sekarang?"

"Lagi out, bund. Nungguin client"

"Regina Saphire dimana? Udah dua hari dia gak masuk. Teleponnya juga tidak aktif, dia sengaja mau keluar diam-diam?!" cerocos bunda Meri.

Maya menggigit bibir bawahnya. Tangannya meremas kuat jaket Elang.

"Emm, anu bund. Saya juga kurang tau. Saya jarang pulang" bohong Maya.

"Yasudah"

"Iya bund"

Maya mendesah lega. Telepon belum dimatikan, terdengar hingar bingar dentuman musik di club Cambria.

"Banyak pelanggan masuk nanyain Regina"

"Saya juga gak tau bund, Regina dimana" bohong Maya lagi.

"Kamu mau gantikan dia?"

Maya melotot. Sebuah tawaran yang tidak mungkin Maya kabulkan. Maya sudah tahu sistem kerja Rere seperti apa. Jadi, Maya tidak mau jikalau nantinya ia harus menuruti semua permintaan clientnya Rere.

"Client saya sebentar lagi datang bund. Maaf saya tidak bisa menggantikan posisi Rere. Nanti saya yang cari Rere. Dan bunda akan saya kabari kalau Rere sudah saya temukan" ucap Maya dengan sopan.

Maya tidak tahu Rere dimana. Sejak pertengkaran itu Rere tidak pernah balik lagi ke kontrakan. Maya pun sudah mencoba menghubungi Rere. Namun, tidak ada balasan dari wanita itu. Bahkan sepertinya data ponselnya sengaja Rere matikan.

BERONDONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang