16

23 4 0
                                    

"Juan, lo hari ini pulang jam berapa?"

Lelaki itu mendongak, memberi tatapan datar kepada orang di hadapannya. "Jam 4-an kayaknya. Gue ada klub hari ini. Kenapa emang, May?"

Mayumi, perempuan dari kelas 1B yang juga menjadi pengurus OSIS dan mengikuti klub paskibra dengan Juan. Perempuan itu berambut lurus dan memiliki lesung pipi tiap kali ia tersenyum.

"Kalo gitu abis klub jangan ke mana-mana ya, gue samperin lo ke lapangan," ujar Mayumi. Gerak-geriknya yang sangat minim membuat Juan kesulitan untuk menerka apa yang akan Mayumi lakukan nanti. Ah, paling tidak jauh-jauh dari OSIS.

Perempuan itu melenggang pergi begitu saja meninggalkan Juan. Akhir-akhir ini mereka memang sering bekerja sama karena tergabung di divisi yang sama.

Lupakan semua itu, ada hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan sekarang. Juan tidak bisa menghilangkan keresahannya semenjak matahari terbit.

"Coy! Lo pada doain gue diterima ya!"

Pagi itu di lobi sekolah, Galang membeberkan semua rencananya untuk mengungkapkan perasaannya kepada Sakhi. Apa yang akan ia katakan, apa yang akan ia berikan, apa yang akan ia lakukan, semuanya lelaki itu jelaskan kepada Juan dan Januar.

Juan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk terlihat suportif. Tentu saja ia harus menyemangati temannya yang akan mengungkapkan perasaannya kepada seseorang, bukankah begitu?

Lelaki itu memandangi tempat duduk di depannya. Meja yang sedikit berantakan serta buku catatan yang dibiarkan terbuka karena pemiliknya tidak sabar untuk pergi ke kantin.

Semoga Sakhi menolak.

Tidak. Semoga Sakhi menerima.

Tidak juga. Apa pun itu, semoga Sakhi senang.

Berbagai suara bersahutan di kepala Juan. Ia tidak tahu apa yang ia inginkan. Ia tidak tahu bagaimana cara mendapatkan apa yang ia inginkan.

Mungkin tahu, tapi berpura-pura tidak tahu.

Waktu terus berjalan hingga akhirnya lelaki itu berada di lapangan dengan seragam futsal miliknya. Satu temannya tidak mengikuti klub hari ini, siapa lagi kalau bukan Galang?

Satu-satunya harapan Juan saat itu hanya untuk tidak terkilir atau tersandung saat bertanding karena memikirkan yang tidak penting. Seharusnya ia bisa melepas beban pikirannya dengan berolahraga.

Juan tidak pernah tahu kalau efek samping menyukai seseorang bisa separah ini. Dibanding berlari menggiring bola, Juan ingin berlari menghampiri Galang dan Sakhi.

Tidak. Juan tidak berniat untuk merusuh dan mempermalukan dirinya sendiri. Ia hanya ingin melihat perempuan itu, melihat bagaimana respon perempuan itu saat diajak untuk menjalin hubungan dengan seseorang.

"Juanda!"

Pekikan itu memekakkan telinga Juan. Lelaki itu memelankan langkahnya. "Kenapa, Pak?" tanyanya kepada Pak Bintang yang sudah memasang wajah sangar.

"Fokus! Mainnya kok kayak yang gak makan seminggu!" tegur pria itu heran. Selama ini Juan ia anggap murid terbaik yang pernah ia didik.

Juan menyibak rambutnya seraya mengangguk pelan. "Iya, Pak."

Satu jam berlalu, lelaki itu bersandar di gawang sambil menegak air mineralnya. Rambutnya sudah penuh keringat, begitu juga wajah dan seragamnya.

Sesuai dengan permintaan Mayumi tadi, Juan tidak pergi ke mana-mana sebelum perempuan itu menghampirinya. Ia hanya menunggu sendirian di sana sambil memeriksa pesan-pesan yang Mayumi kirim beberapa waktu lalu. Mungkin ada yang harus segera didiskusikan.

KanigaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang