Kalau futsal melelahkan, paskibra lebih melelahkan. Latihan di atas terik matahari jam 2 siang di lapangan dekat rumah Farrel—kakak kelas Juan—sudah menjadi aktivitas mingguan yang Juan harap segera berakhir.
Lomba paskibra masih satu setengah bulan lagi, belum lagi mendekati lomba pasti akan ditambah porsi latihannya. Ditambah dengan cara mengajar Bu Raya—pembimbing klub paskibra—sangat keras. Dibanding terbakar api semangat, energi Juan malah terkuras habis.
"Gila ...." Mulanya Juan hanya ingin meluruskan kakinya setelah latihan formasi lima kali berulang-ulang. Apa daya, tubuhnya terlalu lemah untuk duduk tegak, mau tidak mau ia merebahkan sekujur tubuhnya di lapangan yang panas itu.
"Cosplay daging panggang?"
Juan membuka sedikit matanya melawan sinar matahari yang menyengat. "Iya, tinggal dicocol pake saos aja pas udah mateng," balasnya dengan napas yang tersengal.
Perempuan berambut coklat alami dari gennya itu tertawa geli begitu Juan membalas gurauannya. "Capek ya?" tanya perempuan itu lagi, kali ini tidak bercanda.
Juan menaikkan kedua alisnya. "Banget." Tak lama ia menegakkan kembali tubuhnya lalu meneguk air mineral miliknya. "Lo gak capek, May?"
"Capek lah," balas Mayumi.
Juan mengangguk-angguk. Ia mengedarkan pandangannya ke anggota paskibra lain yang tengah beristirahat setelah sesi latihan hari ini selesai. Beberapa kakak kelas perempuan sedang bersenda gurau dengan Bu Raya, yang laki-laki sibuk bernapas.
"Lo ikut OSIS ntar, Ju?" tanya Mayumi.
"Ikut. Lo ikut?" Juan balas bertanya.
Mayumi mengangguk. "Iya, niatnya mau ambil humas."
Raut wajah Juan menjadi cerah. "Lah gue juga mau ambil humas. Saingan dong kita sekarang," ujarnya sambil memberikan senyum jahil.
Lantas seseorang menepuk pundak Juan. "Eh gue juga mau ambil humas, anjir." Renata menimbrung percakapan Juan dan Mayumi.
Memilih untuk masuk klub paskibra tidak seburuk yang Juan kira. Ia bisa menantang dirinya sendiri untuk memperluas relasinya di lingkungan baru. Bayangkan kalau ia hanya ikut klub futsal, hidupnya hanya dipenuhi dengan kebisingan Galang dan Januar.
Walaupun di paskibra pun agak tertekan karena lebih banyak perempuan dibanding laki-lakinya.
Setengah tiga siang, para anggota paskibra mulai meninggalkan lapangan. Juan berjalan keluar dari perumahan rumah Farrel bersama Mayumi dan Renata.
"Gue duluan ya!" Renata melenggang pergi begitu mobil jemputannya tiba di depan pos satpam.
"Gue juga duluan ya, Ju. Bye-bye!" Mayumi pergi ke seberang jalan setelah melambaikan tangannya untuk beberapa saat sebelum benar-benar pergi.
Setelah paskibra, wajib bagi Juan untuk membeli minuman segar di Indomaret samping perumahan. Ia membeli sekotak teh dingin lalu segera melenggang keluar dengan sedotan yang sudah di tusuk ke kotak teh.
Pemandangan yang tidak lagi asing tertangkap di mata Juan begitu ia keluar dari area Indomaret. Lelaki itu berdiam diri sambil menyesap teh kotaknya dan memandangi mobil sedan hitam yang parkir sedikit jauh dari tempat ia berdiri.
"Ayah sebenernya ngapain sih?"
Tidak ada yang salah dengan penglihatannya. Sudah tiga kali ia melihat ayahnya setiap selesai paskibra, mereka selalu parkir di titik yang sama dan melakukan hal yang sama.
Mereka yang dimaksud adalah ayah Juan dan temannya, Harumi.
Juan menghela napasnya. Sulit untuk berpikir jernih dalam keadaan yang penat dan gerah ini. Ditambah dengan pemandangan yang sangat ambigu, bisa jadi semua ini berbeda dengan apa yang Juan bayangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanigara
Teen FictionSemua orang tentu ingin memiliki hidup yang bahagia, termasuk Juan. Ia pikir hidupnya memang sudah bahagia, tapi ternyata ia hanya belum menyadari lubang hitam yang berada tepat di belakangnya dan bersiap untuk menelan semua kebahagiaan yang ia itu...