"Aku tuh gak suka pake dasi SMA kayak gini, ribet!"
Pagi hari ini telinga Juan sudah dibuat sedikit nyeri oleh gerutu teman yang duduk di sampingnya. Iya, Sakhi. Bukan Sakhi namanya kalau tidak menyuarakan apa yang membuatnya kesal atau merasa disusahkan.
"Semua orang di sini juga pasti gak suka kan pake dasi?" tanya Sakhi kepada teman-temannya. Perempuan itu lantas menoleh ke arah Juan. "Kamu juga aslinya gak suka kan pake dasi?" tanyanya.
"Suka-suka aja sih," jawab Juan apa adanya. Lagipula ia memang tidak merasa keberatan untuk memakai dasi ini untuk seharian penuh. Cara memakainya pun tidak sesulit seperti yang Sakhi katakan.
"Coba aja ada jasa pakein dasi," ucap Sakhi berangan-angan.
"Sini gue pakein." Seorang lelaki—bukan Juan—berjalan menghampiri Sakhi dan meraih dasi yang sedang perempuan itu genggam. Baru saja lelaki itu mau mengalungkan dasinya di leher Sakhi, perempuan itu menahannya.
"Gak usah, Lang, hehe. Aku mau belajar pake sendiri aja. Aku tadi bercanda doang kok," ujar perempuan itu kikuk. Akhir-akhir ini ia merasa dibanjiri perhatian oleh Galang, rasanya ia harus membangun pagar antara dirinya dan lelaki itu.
"Lang, ayo ke lapangan," ajak Juan. Lelaki itu ikut merasa malu melihat temannya yang baru saja ditolak saat mau mencoba mendekati perempuan yang dikaguminya. "Belajar dulu aja lah yang bener, gebet ceweknya nanti aja," ujarnya sambil menepuk pundak Galang beberapa kali.
Galang menyadari Juan yang sedang berusaha menahan tawanya. "Anjing lu ya, liat aja nanti tu cewek pasti bakalan naksir balik sama gue," ujarnya bersungguh-sungguh.
Aneh sekali, Juan tidak pernah melihat seorang lelaki yang sangat gencar untuk mengejar seorang perempuan. Bukankah lebih baik mereka fokus belajar dulu?
Di hari Senin pagi yang cerah sekaligus hangat ini, murid SMA Belamour melaksanakan upacara bendera. Minggu ini murid kelas 2 yang bertugas sebagai petugas upacara. Sedangkan angkatan Juan akan menjadi petugas di minggu ketiga.
"Hormat, gerak!"
Paduan suara mulai menyanyikan lagu Indonesia Raya sembari pasukan pengibar bendera mulai menarik tali tiang guna menempatkan bendera di ujung atas tiang. Para peserta upacara memasang tubuh yang tegap dengan tangan yang melakukan gestur hormat kepada bendera merah putih.
"Itu yang namanya Juan, 'kan?"
"Iya, yang ganteng."
Mendengar suara bisikan seseorang yang sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai bisikan membuat Juan berhenti mengipasi wajahnya dengan tangannya yang ia anggap bisa memberikan angin sejuk. Lelaki itu menoleh ke sekitarnya mencari sumber suara yang membicarakannya tadi.
Ia menangkap beberapa orang perempuan kelas 2 yang berdiri di belakang barisan kelas Juan dan sedikit ke kiri. Dengan kain berwarna biru yang terlilit di kerah atau lengan mereka menandakan bahwa mereka adalah anggota PMR.
Begitu menyadari Juan melihat ke arah mereka, mereka pun kembali ke posisi tegap seakan-akan sedang tidak membicarakan apa pun sejak awal.
Tanpa bereaksi apa-apa, Juan kembali fokus kepada bendera yang sebentar lagi mencapai ujung tiang.Bukan hal yang baru baginya mendengar pujian itu. Ia tidak senang, tetapi juga tidak marah mengetahui ada yang memujinya. Semua pujian yang ia dengar akan ia anggap sebagai doa agar dirinya bisa menjadi seseorang yang sesuai dengan pujian yang diberikan.
"Curang lo," celetuk Galang lalu menepuk pundak Juan disaat dirinya dan teman-teman lainnya berjalan menuju kelas masing-masing setelah upacara selesai.
"Curang apaan?" tanya Juan tidak mengerti.
"Belom ada sebulan sekolah udah banyak aja fansnya. Padahal kalo dipikir-pikir kan gantengan gue, ya gak, Jan?" tanya Galang kepada Januar.
"No comment," jawab Januar singkat.
"No comment dianggap setuju," ucap Galang puas.
Juan terkekeh. "Banyak fans juga gak ngaruh banyak ke gue, Lang. Mereka gak bisa bantu bayarin SPP gue," ujarnya realistis.
"Ya iya lah itu mah. Tapi setidaknya lo bisa dapet banyak coklat pas tanggal 14 Februari atau dapet banyak hadiah pas ultah lo," balas Galang.
"Udah lah udah. Pindah buruan lo, abis ini lo sosio, kan?" usir Juan sambil mengayunkan tangannya ke arah Galang. Pelajaran pertama untuk kelas 1A jurusan IPA adalah biologi, sedangkan untuk IPS adalah sosiologi. Saat mata pelajaran jurusan, mereka akan belajar di kelas yang berbeda.
Galang memutar bola matanya malas, lelaki itu mengambil tasnya dan pergi menuju ruangan kelas 1A untuk Jurusan IPS bersama dengan Januar. Sedangkan Juan hanya duduk manis menunggu Bu Ira, guru biologi.
"Gak sabar biologi! Kira-kira biologi di SMA gampang gak ya?" celetuk Sakhi yang sedang berbincang santai dengan teman-temannya.
Begitu seorang wanita dengan seragam khas guru SMA Belamour dengan hijab yang berwarna senada dengan seragamnya datang, mereka pun memulai kegiatan belajar mengajar mereka.
"Cabang ilmu biologi itu ada banyak. Ada anatomi, bakteriologi, botani, ekologi, embriologi, entomologi, evolusi, dan banyak lagi. Ibu bakal jelasin dulu yang ibu sebutin, soalnya kalo ibu jelasin semua gak bakal cukup jamnya."
Wanita yang bernama Ira Zemira atau lebih akrab dipanggil Bu Ira mulai menjelaskan satu persatu cabang ilmu biologi. Para murid Jurusan IPA mendengarkannya dengan seksama.
"Jadi biologi gak cuma belajar struktur tubuh makhluk hidup, Bu?" tanya seorang murid bernama Jihan.
Bu Ira mengangguk pelan. "Iya, Jihan. Biologi itu luaaas banget, gak cuma belajar bagian-bagian tubuh makhluk hidup. Pastinya bakal lebih rumit tapi pastinya juga bakalan seru!" ucap Bu Ira penuh semangat.
Mendengarkan materi yang belum pernah dijelaskan sebelumnya tentu menyenangkan bagi Juan. Ia tidak sedikitpun mengalihkan fokusnya dari sang guru, semua kalimat yang dilontarkan Bu Ira dengan cepat diserap oleh otak lelaki itu. Terkadang ada beberapa bagian yang sulit dimengerti, tetapi otaknya perlahan menemukan jawabannya.
"Tahapan terakhir metode ilmiah adalah menarik kesimpulan. Setelah semua data terkumpul, kita harus membuat kesimpulannya."
Disela Bu ira menjelaskan, Juan mengangkat tangannya, atensi wanita itu dan para murid lain pun tertuju kepadanya. "Iya kenapa, Juan?" tanya Bu Ira.
"Kalo kesimpulannya gak sesuai sama hipotesis yang udah diajukan gimana, Bu?" tanya Juan.
"Gak masalah, Juan. Kesimpulan bisa mendukung hipotesis atau menolak hipotesis. Karena dasarnya hipotesis itu dugaan sementara, jadi hasilnya belum tentu sama dengan percobaan yang dilakukan setelah mengajukan hipotesis," jawab Bu Ira.
"Ooh gitu, baik Bu, terima kasih," ucap Juan setelah mendapatkan jawaban yang memuaskan untuk rasa penasarannya.
"Kamu ngerti, Juan?" tanya Sakhi berbisik.
Juan mengangguk pelan. "Ngerti. Lo ngerti?" tanyanya kembali. Sakhi meresponnya dengan gelengan kepala dan senyum meringis. Hampir saja Juan kelepasan tertawa. Perempuan itu memang tidak sepintar perempuan lain, tetapi ia memakluminya.
Lagipula ia bisa mengajarkannya.
《《《 》》》
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanigara
Teen FictionSemua orang tentu ingin memiliki hidup yang bahagia, termasuk Juan. Ia pikir hidupnya memang sudah bahagia, tapi ternyata ia hanya belum menyadari lubang hitam yang berada tepat di belakangnya dan bersiap untuk menelan semua kebahagiaan yang ia itu...