18

26 4 0
                                    

Juan tidak pernah sejauh ini dengan ayahnya. Sudah dua minggu ia memberi jarak antara dirinya dan ayahnya. Ia tidak lagi mengajak ayahnya pergi ke toko buku, ia juga tidak lagi berbincang membahas pertandingan bola atau hal-hal yang mereka sukai.

Rasanya tidak nyaman. Setiap ia berbicara dengan ayahnya ia merasa sedang berbicara dengan orang lain yang ada di dalam tubuh ayahnya. Matanya selalu terpaku ke kakinya setiap berhadapan dengan pria yang semula paling ia kagumi seumur hidupnya.

"Juan."

Spontan yang dipanggil langsung mendongakkan kepalanya, tapi tak lama ditundukkan lagi. "Kenapa, Yah?" balas Juan kaku.

Pria itu mengistirahatkan tubuhnya di atas sofa, raut wajahnya tidak setegas dan sesegar biasanya. Sama seperti Juan yang tidak seceria dan secerah biasanya. Mereka berdua sama-sama merasa ada yang berbeda. Bedanya, sang ayah tidak tahu apa yang berbeda sedangkan sang anak tahu.

"Udah lama kita gak ngobrol seru. Iya gak sih?" tanya pria itu.

Juan tidak membalas ucapan ayahnya. Ia tidak butuh ngobrol seru dengan ayahnya sekarang, ia butuh kejelasan tentang ayahnya. Siapa sebenarnya pria yang sedang duduk di sampingnya sekarang? Apa pekerjaannya? Bahkan sekarang Juan ragu kalau ia adalah anak kandung pria itu.

Mau sampai kapan seperti ini? Mau sampai kapan Juan terus-terusan melontarkan alasan supaya bisa menjauh dari ayahnya? Mau sampai kapan Juan mengitari jalanan perumahannya supaya bisa mengosongkan pikirannya.

"Juan!"

Tubuh Juan tersentak hebat. Ia menoleh kaku ke sumber suara. "Sakhi?"

Mendadak kesadaran lelaki itu kembali. Ia pikir ia hanya berjalan di sekitar rumahnya, tapi sekarang ia sudah berada di pinggir jalan raya dan berjalan entah ke mana. Daerah ini tidak bisa dibilang dekat dari rumahnya.

"Lagi ngapain ke sini? Mau ngerjain tugas kelompok ya?" tanya Sakhi begitu perempuan itu tiba di dekat Juan. "Gue mau jajan nih, mau ikut gak?" tanya perempuan itu lagi sebelum Juan membuka mulut.

Juan mengangguk. Apa pun akan ia lakukan agar perhatiannya teralihkan dari masalah berat itu. Ia membiarkan Sakhi berjalan di sampingnya sambil berdendang pelan. Semua orang di SMA Belamour sudah tahu kalau perempuan itu memang pandai menyanyi.

"Eh lo belom jawab gue tau tadi. Lo kenapa bisa di sini, Ju?" tanya Sakhi sambil memilih-milih minuman.

"Oh, enggak ngapa-ngapain sih. Lagi bosen aja di rumah," jawab Juan sambil tersenyum canggung. Untunglah ia masih ingat cara tersenyum.

"Oh iya!" Sakhi menepuk pundak Juan. "Gue boleh nanya sesuatu gak, Ju?"

Juan menautkan alisnya. "Boleh aja sih."

"Kenapa lo nolak Mayumi?"

Jantung Juan berdetak lebih cepat entah kenapa. Bagaimana caranya Sakhi tahu tentang Mayumi yang menyatakan perasaan padanya? Bagaimana juga Sakhi tahu kalau Juan menolak untuk berpacaran dengan Mayumi?

Juan berdeham. "Karena gue gak suka sama dia. Gue gak mau nerima cuma gara-gara kasian," jawab lelaki itu. Melihat wajah Sakhi yang mengkerut membuat Juan gugup. Ia memalingkan wajahnya untuk beberapa saat, pura-pura memilih camilan.

"Iya ya, bener," gumam Sakhi. Perempuan itu memandangi sekotak susu kacang mede yang baru ia ambil. "Mau es krim gak, Ju? Lo kan suka es krim!" tanyanya lalu berjalan cepat ke tempat freezer.

Juan menahan lengan perempuan itu. "Gak usah, Sak. Gue udah mabok es krim di rumah," ujarnya sambil memasang wajah mual memandangi freezer es krim di depan sana.

KanigaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang