23

5 2 0
                                    

"Bisa, Pak."

Pak Farid tidak banyak berbicara setelah mendapatkan nomor telepon Juan dan mendapatkan kepercayaan anak itu untuk sedikit membantu pekerjaannya. Pria itu hanya melihat-lihat sebentar tiap ruangan yang ada lalu mengajak Juan untuk keluar dari rumah itu.

Juan memandangi Pak Farid yang berjalan di depannya, pria yang kelihatannya baru menginjak usia 30-an itu tidak seperti polisi yang biasa Juan temui. Tidak ada keluhan keluar dari mulutnya, juga tidak ada omelan yang dilontarkan kepada Juan.

"Berita orang hilang disebarkan baru beberapa hari yang lalu."

Langkah Juan terhenti saat pria di depannya juga menghentikan langkahnya tepat di depan pintu masuk rumah itu. Segera Juan menyusul Pak Farid dan menyamakan posisinya dengan pria itu. Ia menunggu Pak Farid melanjutkan kalimatnya.

"Laporan orang hilang pertama di daerah ini baru dilaporkan tahun ini, tepat satu bulan yang lalu." Pria itu melempar tatap penuh makna ke arah Juan. "Foto rumah kosong ini kamu ambil bulan Desember tahun lalu." Helaan napas menyela kalimatnya. "Boleh saya tahu alesan kamu masuk ke rumah ini selain karena keluarga kakak kelas kamu ada yang hilang?"

Napas Juan tercekat. Tangannya spontan merogoh saku tempat ponselnya berasa. Matanya melempar tatap ke segala arah kecuali ke arah Pak Farid. Mulutnya terkatup rapat hingga akhirnya lelaki itu menemukan jawabannya.

"Waktu itu ... waktu itu saya ngikutin orang yang saya kenal dateng ke rumah ini, Pak," jawabnya terbata-bata. Ia mengerahkan seluruh keberaniannya untuk membalas tatapan Pak Farid. Pria itu tidak menunjukkan gestur mengancam, tetapi Juan merasa dirinya sedang dalam bahaya.

Pak Farid melontarkan senyumnya. "Boleh saya tahu siapa orang itu? Keluarga kamu?"

Juan menggeleng kencang. "Dia temen ayah saya. Saya kurang tau hubungan dia sama ayah saya apa, tapi ayah saya bilang orang itu temennya."

"Perempuan atau laki-laki?"

"Perempuan."

"Namanya?"

"Harumi."

Pak Farid memijat pelipisnya. Sejak awal ia merasa pemuda di sampingnya ini memiliki hubungan erat dengan orang-orang di balik kasus yang sedang marak. Sebelum mengupas seluruh informasi, ia harus memastikan Juan berada di pihaknya dan tidak berusaha memutarbalikkan fakta.

Pria itu menepuk pelan pundak Juan. "Cukup itu saja yang saya perlu untuk sekarang. Kamu boleh pulang dan kalau saya butuh bantuan, kamu bersedia untuk bantu saya, 'kan?"

Juan mengangguk. Lelaki itu segera menjauh dari rumah kosong sekaligus Pak Farid yang masih melanjutkan patrolinya. Ia membuka ponselnya, mendapati beberapa pesan dari ibunya yang belum terbaca.

Matahari sudah tidak menampakkan wujudnya lagi, digantikan dengan bintang yang mulai bertaburan. Lelaki itu membuka pintu rumahnya, disambut oleh sang bunda yang khawatir dengan keadaan anaknya.

"Juan ke mana aja? Sore banget pulangnya?" tanya Kirana sembari mengunci pintu kembali.

"Tadi kan ada rapat OSIS dulu, Bun," ujar Juan lalu mencium punggung tangan bundanya. Matanya melirik ke arah rak alas kaki, semua tempat sudah terisi penuh kecuali tempat untuk sepatu Juan.

Ia berjalan menuju ruang tengah, mendapati sebuah ponsel dibiarkan di atas sofa. "Ayah udah pulang, Bun?" tanyanya basa-basi. Ia lebih dulu meraih ponsel itu sebelum tubuhnya direbahkan di atas sofa.

"iya, itu ayah lagi mandi!" Kirana berhenti sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. "Ganti baju dulu, Juan! Juan keringetan banget itu, sofanya nanti bau!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KanigaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang