18. Demi Es Duren

2.6K 195 4
                                    


“Langsung muroja’ah ya, Sayang.”

Ucapan itu terlontar dari mulut Hasby yang baru saja selesai shalat Magrib bersama istrinya, kemudian mencium puncak kening sang istri. Setelah itu, Hifza mengangguk setelah mencium punggung tangan Hasby, lalu bergerak mengambil mushaf yang ada di atas meja kerja Hasby.

“Muroja’ah juz amma dulu baru setoran al-Baqarah boleh nggak, Mas?” tanya Hifza merasa bingung.

Sepasang suami-istri itu duduk berhadapan dengan meja kecil dan mushaf yang berada di tengah-tengah. Sebenarnya Hasby tengah merasa letih, tetapi ia harus memastikan hafalan istrinya tetap terjaga.

Hasby mulai membuka mushaf bersampul biru itu. “Iya, boleh,” setujunya.

Hifza menarik bibirnya, membuat senyuman. Ia sedikit merasa grogi, padahal sudah biasa melakukannya setiap selesai shalat Magrib. Setor hafalan kepada suami sudah seperti mau setor hafalan di perlombaan saja.

Hifza akan segera membacakan hafalannya. Sebelum itu, ia menarik napas panjang lalu diembuskan. “Audzubillaahiminasysyaithonirrojim. Bismillahirrohmanirrohim.”

Hasby memejam, menikmati lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan Hifza dengan sangat merdunya.

“Ammayatasa~ aluun.”

“Aninnabail adziim.”

“Alladzi hum fiihii mukhtalifuun.”

“Kalla saya’lamuun.”

“Tsumma kalla saya’lamuun.”

Hifza membacakan lima ayat awal tanpa jeda. Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan ayat-ayat selanjutnya. Hasby memandang istrinya yang memejam sambil membaca surah an-Naba, kemudian tersenyum lega.

Ya Allah, berkahilah rumah tangga kami, dan jagalah pernikahan kami ini sampai ke surga-Mu, Ya Allah, batinnya.

“Minal jinnati wannaas.”

Tiga puluh menit berlalu, Hifza telah menyelesaikan muraja’ah-nya dengan sedikit hambatan pada surah al-Mutaffifin. Hifza sedikit kesulitan saat muraja’ah surah al-Mutaffifin. Baginya, surah itu agak belibet, kadang suka muter di ayat yang itu-itu terus. Terkadang juga suka keliru pada ayat yang hampir serupa.

“Masyaa Allah, tabarakallah.” Hanya dua kata itu yang Hasby katakan sebelum akhirnya Hifza mulai menyetor surah al-Baqarah.

“Bismillahirrohmanirrohim. Wa matsalulladziina yungfiquuna amwaalahumubtigho~a mardhootillaahi watasbiitammin angfusihim. Min angfusihim kamatsalijannatimm birobwatin ashoobahaa waabilung fa aa tat ukulahaa dhi’fayn. Fa illam yushibhaa waa bilungfatholl. Wallahu bimaa ta’maluuna bashiir.”

Hifza terus melanjutkan tanpa ada kendala apa pun. Malam ini setoran yang cukup menguras karena menyetor lima ayat dengan kalimat yang panjang. Pada empat ayat yang sudah Hifza baca, masih aman-aman saja. Namun, kenapa sekarang pas giliran ayat terakhir malah agak sulit, padahal ayatnya tidak begitu panjang.

“Wa mayyu’til hikmata-”

Tok-tok!

Hasby mengetuk meja dengan jari telunjuknya sebagai kode. “Ulangi dari wa ma,” ucapnya setelah mendapati bacaan yang belum tepat.
Hifza menghela napas sejenak.

𝐆𝐔𝐒 𝐇𝐀𝐒𝐁𝐘 𝐌𝐘 𝐇𝐔𝐒𝐁𝐀𝐍𝐃 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang