20. Orang Lama?

2.8K 191 3
                                    

"Kunci dari semua hal adalah shalat. Kalau kita masih sering berbuat salah, maka ada yang salah dalam shalat kita."

Ust. Adi Hidayat, Lc.
_________________________________________


Indahnya daun kelapa yang tergoyah karena embusan angin pagi. Nazwa memperhatikan pohon kelapa itu dari dalam kamarnya. Pagi ini Nazwa merasa sangat bosan. Seharusnya sekarang sudah mau berangkat ke pondok, tetapi pagi ini Nazwa merasa badannya kurang enak badan. Entahlah, setelah shalat Subuh, seluruh tubuhnya itu menggigil.

Di sisi lain, Arkanza sedang menata buku mata pelajaran ke dalam tas. Ia kelihatan sangat excited sekali hari ini karena kelasnya ada ujian sertifikasi program tahsin Al-Qur'an di pondok. Kabarnya sih ujian itu sebagai syarat kenaikan kelas tujuh, delapan, sepuluh, sebelas, dan sebagai syarat kelulusan untuk kelas sembilan dan kelas dua belas. Arkanza tidak perlu berlatih keras untuk itu karena sebelum ada pengumuman itu pun ia sudah berteman baik dengan Al-Qur'an.

Arkanza berjalan menuju lantai bawah dengan
bersemangat dan ber-shalawat, tetapi kemudian ia menghentikan kakinya dan kembali melangkah mundur ketika melewati kamar sang adik dan merasa aneh melihat Nazwa yang belum bersiap-siap.

"Tumbenan tu manusia belum siap," gumam Arkanza, kemudian memasuki kamar Nazwa.

"Kenapa belum siap, Dek?" tanya Arkanza setelah mendapati adik perempuannya itu masih terduduk di atas ranjang.

Nazwa yang sejak lama melihat ke arah luar sontak menoleh, kaget mendengar pertanyaan itu. "Nggak enak badan, Bang," jawab gadis itu. Saat ini Nazwa terlihat lemas dengan wajahnya yang memucat.

"Mana coba Abang cek." Arkanza memeriksa suhu panas pada kening Nazwa, kemudian memegang pantatnya. "Pantesan, lebih anget dari pantat Abang, Dek," celetuknya.

"Ish. Nggak jelas banget, Bang." Nazwa menarik
selimutnya.

"Jadi beneran nggak sekolah, nih? Nggak ikutan ujian tahsin, dong," ujar Arkanza diakhiri senyuman meledek.

Refleks Nazwa memutarkan bola matanya malas,
kemudian menggeleng. Pasti abangnya itu memang sengaja menanyakan untuk meledeknya.
"Nah, loh, nggak naik kelas nanti," ledek Arkanza lagi.

Jika dibandingkan, Nazwa dan Arkanza sebenarnya tidak ada bedanya, mereka sama-sama jahil. Bedanya, Arkanza hanya jahil kepada Nazwa, sedangkan Nazwa jahilnya ke semua orang. Dah nggak ketolong lagi tuh si Nazwa.

"ABANG!" pekik Nazwa.

Arkanza berlari keluar sembari tertawa puas karena sudah mengganggu adiknya sampai tidak sadar hampir menubruk Asha.

"Eh, kenapa, Bang?"

Arkanza lantas berhenti setelah mendapati bundanya. Cowok berseragam putih-hitam itu pun menggeleng. "Nggak apa-apa, Bunda. Arkan berangkat sekolah dulu, ya, Bun," ucap Arkanza, lalu menuruni tangga.

"Assalamu'alaikum," sambungnya.

"Wa'alaikumussalam," balas Asha diakhiri gelengan.

*****

Pagi hari di penginapan dimulai dengan lamunan. Hifza berdiri di balkon sembari melamun. Entahlah, tidak ada yang tahu apa yang ada di pikirannya itu. Mungkinkah Hifza memikirkan kejadian yang terjadi tadi malam, atau mungkin
memikirkan hal yang lain.

Melihat itu, Hasby lantas menarik napas berat seraya menunduk, kemudian menghampiri istrinya yang sedang termenung.

"Masih mikirin kejadian semalam?" tanya Hasby seraya mengusap punggung tangan Hifza.

𝐆𝐔𝐒 𝐇𝐀𝐒𝐁𝐘 𝐌𝐘 𝐇𝐔𝐒𝐁𝐀𝐍𝐃 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang