Mata pria berkacamata hitam yang baru saja datang menyambangi sang adik, menangkap sosok yang tengah saling duduk berdua dengan senyum tergurat di bibir keduanya.
Siapa gerangan wanita itu? Tjandra dekat dengan seorang wanita?
Pria yang baru saja disumpah menjadi dokter itu segera mendekat. Dari balik kacamata, ia mengamati penuh sosok berdress yang terlihat tak baik-baik saja itu.
"Kenapa bisa seorang wanita luka separah ini?"
Begitulah yang ia ucapkan saat melihat kaki Dewi terluka.
Tjandra terlihat berpikir sebelum menjelaskan. "Ada kecelakaan tadi, salah satu anggota sedang melatih kuda kami dan Dewi tiba-tiba muncul. Turun dari otto."
"Dewi?" Dewa menurunkan kacamatanya.
"Tunggu-tunggu, sepertinya kamu tidak asing. Seperti... Siapa ya? Bentar, kita pernah kenal kan sebelumnya? Kamu... Kamu sekolah di HBS kan? Di Surabaya, benar kan?"
Dewi hanya memberi senyum aneh.
"Sa-saya hanya pribumi biasa," jawab Dewi rancu.
Dewa tertawa. "Wah, Nona, rendah hati sekali. Sudah, jangan malu. Sudah biasa menjadi sifat wanita untuk bergaya kelas tinggi, apalagi kalangan seperti anda Nona."
Tjandra melangkah mundur, ia paham ternyata Dewi bukan kelasnya. Dewi lebih pantas berbincang dengan kakaknya. Ia hanyalah seorang abdi negara yang tak punya gelar pendidikan. Ia dulunya hanya kadet saja yang sekuat tenaga belajar untuk bisa menerbangkan pesawat pelindung negara. Memberikan jiwa raganya pada bangsa dan negara. Bukan kelompok cendekia macam Dewa, kakaknya.
"Abang dengar dari Romo kalau kamu pulang nanti malam?"
Tjandra kini bersuara. Pria yang tubuhnya jauh lebih tinggi dari sang kakak itu mengangguk. "Iya, Bang. Sekalian mengantar Dew- Nona ini ke rumah kakaknya. Beliau ini saudari Nyonya Tjakra."
Dewa tertawa sembari melipat tangan di dada. "Oh, pantas. Ningratnya sudah terlihat. Jelitanya pun tiada ragu."
Ucapan manis Dewa membuat Dewi sedikit geli. Jaman segini udah ada cowok red flag ya? batin sang dara.
"Naik mobilku saja. Mari saya antar, Nona."
Dewi menggeleng cepat. "Mohon maaf sebelumnya, Tuan. Eyang eh Bang Tjakra sudah mengutus Serma Tjandra mengantar saya ke tempat Mbak Aryani, jadi mohon maaf, sesuai perintah beliau, saya hanya akan pergi bersama Serma Tjandra. Bukan dengan orang lain."
Tjandra menatap Dewi. Ada tanda tanya besar. Mengapa Dewi tidak seperti perempuan kebanyakan yang akan langsung terpesona pada kakaknya.
Nona, mengapa pesona kakakku tidak bisa menaklukkanmu? Harusnya kamu menerimanya, diantar seorang dokter muda yang gagah dan tampan menggunakan mobil dinasnya, tidak naik truk denganku, batinnya.
Dewa tertawa. "Hal apa gerangan yang membuat adikku sepertinya lebih menarik dibanding denganku?"
Dewi tersenyum. "Sepertinya Pak Dokter sering banjir pujian ya? Banyak pengagumnya?"
Hal itu membuat Dewa terbahak. "Ya, siapa yang dapat melarang rasa tertarik pemicu pujian para gadis itu. Saya tidak punya kuasa apapun, kecuali menerima semua ucapan kekaguman atas diri saya ini."
Tjandra seolah tak nyaman di sana, ia sudah terlanjur berpikiran jika dirinya tak selevel dengan sang kakak. Ia selalu insecure dengan kakaknya yang sangat tampan, berkulit bersih, dan berotak cerdas.
"Wah luar biasa ya. Hmm kalau begitu, karena sudah banyak yang mengagumi Dokter Dewa, saya lebih baik mendaftar menjadi pengagum Serma Tjandra."
Gurauan Dewi membuat pemuda bertubuh kekar di sampingnya sempat menatapnya tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Ke Masamu (TAMAT)
RomanceArkadewi Nayanika, seorang guru yang kehidupannya tak pernah jauh dari dongeng sang ibu. Sejak kecil, ia selalu mendengar kehebatan sang kakek, yang bahkan ibunya pun tak pernah berjumpa karena sang kakek berpulang sebelum ibunya lahir. Suatu hari...