Bab 18. Langit Yang Lain

597 75 9
                                    

2023

Kepala Langit berkunang-kunang. Ia bermimpi seperti nyata, ada Dewi di sampingnya. Mengapa harus wanita itu di sana? Mengapa harus dia?

"Lang?"

"Hm."

"Makan dulu ih. Ayo buruan. Ini minuman dari Oma buat kamu."

Sarah, selalu saja membuatkannya minuman berasa aneh yang ia yakini adalah obat penambah energi untuk Langit.

"Lang. Cepet minum dulu. Aku tunggu di luar ya? Kita makan bareng. Aku udah nunggu kamu dari tadi, malah ditinggal tidur."

"Hm."

Sarah menyerahkan cangkirnya pada Langit. Pemuda itu pun menerimanya seperti biasa.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya sebelum mendekatkan cangkir itu di bibir dan entah apa yang terjadi cangkir cantik itu tiba-tiba terjatuh, lepas antara pegangan dan badan cangkirnya.

"Astagfirullah," ucapnya beriring bunyi pyar dan air tertumpah.

Cairan yang terlihat seperti teh itu ternyata begitu pekat jika tertumpah di lantai, seperti darah tetapi tidak kental.

Langit segera berdiri dan membersihkan kekacauan yang ia buat.

"Den, ada apa?" Mbok Halimah tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar tuannya saat mendengar bunyi barang jatuh.

"Cangkirnya jatuh, Mbok. Biar saya aja, Mbok."

"Den, anu... Sini, sebentar."

Simbok Halimah seperti ingin memberitahu sesuatu.

"Kenapa Mbok?"

Langit pun mengikuti Mbok Halimah. Ia menarik tangan Langit ke arah kamar sebelah, di mana jendelanya mengarah ke bagian halaman samping.

"Den, itu."

Mbok Halimah menunjuk ke luar. Langit diam-diam memperhatikan dari balik celah gorden. Sarah tampak tengah memetik bunga-bunga di sana. Maghrib-maghrib begini, dia malah pergi ke area gelap samping rumah.

Ia terlihat menyalakan sesuatu kemudian menaruhnya di salah satu sudut. Dan satu hal yang tak terduga adalah, ia memakan bunga-bunga yang ia petik tadi.

"Astagfirullah, dia ngapain?" bisik Langit hampir tak bersuara.

"Den, ayo kita salat Den. Sebenarnya, dulu Bu guru juga pernah melihat Mbak Sarah begitu. Beberapa kali diingatkan, diajak salat dan mengaji tetapi Mbak Sarah marah dan sampai pernah memaki Bu guru dengan sebutan Dasar Keturunan Wanita Sok Suci Aryani. Begitu. Simbok ndak paham, siapa itu Aryani, setahu Simbok satu-satunya Aryani yang Simbok kenal adalah tetangga Romo Kyai Wiryo Ibrahim dulu."

"Lang! Langiit!"

Langit segera keluar dari kamar itu dan menyuruh Simbok Halimah untuk bersembunyi dulu.

Aroma wangi kantil dan mawar yang menguar selalu dari tubuh Sarah tercium.

"Kenapa? Aku baru mau ke sana. Tunggu dulu. Aku salat dulu, setelah itu baru makan."

"Ayo makan sekarang. Salat tidak membuatmu kenyang." Sarah menuntun Langit dengan sentuhan-sentuhan khas wanita nakal.

Langit mengembus napas. Kali ini ia harus tegas. Ia merasa punya kekuatan lebih, tidak seperti jika meminum jamu dari Sarah ia malah akan merasa tubuhnya lemas dan mengantuk.

"Aku salat dulu atau silakan pulang tanpa ada acara makan malam bersama."

Sarah seperti terkejut.

"Lang, kamu sudah minum jamunya kan?" 

Terbang Ke Masamu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang