Bab 27. Berita Duka

509 63 8
                                    

Gadis yang tengah bertilawah di masjid mendengar keributan luar biasa dari rumah yang tak jauh dari masjid.

"Ya Allah, kok anginnya gulung-gulung gitu? Eh itu kan rumahnya... Pak Langit!"

Gadis itu akhirnya berlari ke arah di mana keributan terjadi. Ia mendengar teriakan mengerikan dari Jatra memanggil nama Sartika.

Di saat itu, ia di sana. Berdiri menyaksikan hal mengerikan. Seorang anak gadis berakhir hidupnya di tangan sang ayah. Jatra pun segera mengakhiri hidupnya dengan keris paling mematikan, pusakanya sendiri.

Namun, kengerian tak sampai di situ karena ternyata dari arah lain angin bergelung. Lebih besar dari yang sebelumnya. Pohon-pohon meliuk-liuk hingga akhirnya tumbang.

"Dewi!" teriak Langit saat menyadari keberadaan gadis itu.

Saat Dewi berlari ke arah orang-orang di dalam rumah, tubuhnya hampir terangkat naik akibat hempasan angin.

Langit menyusulnya, ia sekuat tenaga meraih tubuh Dewi yang hampir terbang.

"Celaka kalian! Terkutuk kalian! Dua keturunanku mati mengenaskan seperti ini! Kalian harus bertanggung jawab! Darah harus dibalas dengan darah! Dua nyawa harus diganjar dengan dua nyawa pula!"

Suara wanita parau dengan nada tinggi terdengar mengerikan.

"Tjandra! Ajak Dewi masuk. Yang lain, masuk ke dalam rumah, cepat!" titah Romo Wiryo.

Langit memegang erat tangan Dewi.

"Jangan pergi lagi, aku mohon. Demi apapun jangan pernah pergi jauh dariku." Langit mendekapnya dan air mata penuh ketulusan menetes di pipi.

"Mas Candra," gumamnya.

"Dalem, Dek. Dalem." Langit menjawab.

Dewi menatapnya. "Pak Langit, maaf. Aku kangen Mas Tjandraku."

"Aku Candramu. Aku Candramu." Mereka saling tatap.

Dan, serangan tak kasat mata memisahkan keduanya.

Langit tiba-tiba terbanting menjauh. Dewi pun diterbangkan oleh angin, dan di detik berikutnya ia terjatuh.

"Dewi!" teriak Langit.

"Mati kalian berdua! Mati kalian!" teriak suara itu.

Langit kembali berusaha meraih Dewi sebisanya. Dari dalam rumah, Dewa muncul.

"Masuk! Lekas masuk! Kita pulang. Ini aku. Ini aku, Dek. Kita pulang!"

"Bawa Dewi dulu, Bang!"

"Nggak! Nggak mau!"

"Dewi pulang!"

Dewi masih berusaha meraih tangan Langit. "Mas Langit ikut pulang! Cepat!"

Langit tersenyum. "Pulanglah. Biar aku menghilang di sini. Biar kamu nggak keinget Tjandramu lagi."

Dewi menjerit ketakutan saat Dewa memaksa membopong dirinya.

"Mas Langiiiiiit!" jerit Dewi.

Ia seperti tersedot sesuatu dan tak bisa berkata apapun lagi. Semua hilang, melayang.

****


2023


Bau obat menyengat, menusuk hidung. Dewi membuka matanya.

"Mas Langiiit! Mas Langiiit!" jerit Dewi histeris.

Anggota keluarganya yang menunggui di ruangan itu mendadak terkejut. Dewi pingsan pasca memuntahkan darah efek ruqyah yang dilakukan oleh Afifah, dan akhirnya ia sadar.

"Mas Langit! Mas Langit!"

"Mbak! Istigfar! Istigfar!"

"Ma, Mas Langit mana? Mas Candra mana?" isaknya.

"Aku mau ketemu Mas Langit. Aku mau ketemu Mas Langit!"

"Tenang dulu! Tenang!"

Bentakan sang ayah membuat Dewi terdiam meski terisak. Gadis itu merosot kembali, mencoba memejamkan matanya dan menahan sesak yang teramat.

Tidak ada yang tahu bagaimana kalutnya ia saat ini. Bagaimana ia ketakutan saat ini. Tubuh Dewi berguncang karena isak yang ia sembunyikan.

"Dewi?"

Sosok seorang wanita berjilbab menyapanya. Ia kenal siapa wanita itu, Tsurayya.

"Dokter Aya?"

Tsurayya tersenyum. "Assalamualaikum. Sudah enakan?"

Dewi menjawab salamnya lirih. Matanya masih berair tanpa henti.

"Dia sudah berjuang sekuat tenaga. Kamu juga harus kuat. Kamu harus bangkit. Kamu harus pulih lagi. Semua sudah kehendak Allah."

Kalimat itu meremukkan hati Dewi. Hancur sehancur-hancurnya.

"Mas Langit," isaknya.

Langitnya tiada. Tertinggal di masa lalu.

****



Mobil merah yang menjadi incaran pihak berwajib ditemukan. Para anggota kepolisian berpencar mencari pelaku yang diduga masih ada di sekitar sana.

"Briptu Eza!"

Sosok berkulit putih dengan kamera yang menggantung di leher melampaikan tangan.

"Ini bekas sesuatu yang agak berat lewat. Lihat. Nggak mungkin akar-akar dan tanaman rambat ini tersibak tanpa ada yang sengaja menyibaknya."

"Betul Bang Raz. Thanks for your information."

Keduanya menyusuri sungai itu beberapa anggota Eza menyusur ke sisi yang lain. Dan, betapa terkejutnya Eza saat mendapati sosok yang mereka cari ditemukan di bawah jembatan dengan kondisi tubuh gosong.

"Astagfirullah, kenapa ini? Apa ada yang menyingkirkan dia terlebih dulu? Maksudku, apa dia hanya umpan sedang pelaku utamanya bukan gadis ini?" Eza berasumsi.

Faraz mendekat dan menjepretkan kameranya. Ke sana ke mari dalam berbagai angle tanpa takut sedikitpun. Sementara Eza agak sedikit takut mengingat sepertinya kematian gadis itu tak wajar.

"Next case, Brigadir!" Faraz terkekeh.

Eza mengembus napas sebelum ia berkomunikasi dengan rekannya via HT, mengabarkan jika apa yang mereka cari sudah ditemukan.

Tak jauh dari sana, terdengar suara rintihan seseorang.

"Siapa itu?" tanya Faraz.

Dua orang tadi segera berlari dan mendapati sosok pemuda tergeletak di antara bebatuan.

"To... Long...."

Faraz memelototkan matanya. "Bang Dewa!"

Kali ini, ia merasa lututnya lemas. "Za... Za... Mata gue... Mata gue nggak salah kan?"

"Buruan sini! Kita tolong orang ini."

"I-itu abang sepupu gue. Dia udah mati."

Eza membelalakkan mata. Ia pun menghentikan langkah. "Mati?"

Faraz dan Eza seketika bingung. Apa yang terjadi pada mereka di aliran Kaliasmara yang konon katanya menjadi jalan ke alam lain.

✨✨✨✨✨✨

Assalamualaikum

Maaf ya.... Langit sudah berjuang....

🥲



Terbang Ke Masamu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang