Bab 40. Sisa Masa Lalu

392 41 3
                                    

Kakak beradik dengan wajah sama panik itu tak sengaja bertemu di IGD. Satu membawa gadis yang patah tangannya, satu membawa wanita berlumur darah.
Keduanya kini duduk berjajar di ruang tunggu.

"Ada apa ini?"

Suara seorang pria yang duduk di atas kursi roda terdengar.

"Paklik," gumam Langit.

"Kenapa kalian berdarah-darah? Siapa yang sakit?"

"Dewi."

"Fahma."

Dua orang itu menjawab bersamaan tetapi berbeda menyebutkan nama.

"Kenapa?"

"Jatuh," ucap keduanya kembali bersamaan.

Tjandra, mengamati kedua keponakannya.

"Aku baru pulang jamaah maghrib, istriku telpon katanya ada orang tua yang duduk di teras minta-minta. Dia nanya aku sampai mana, soalnya pintunya aku kunci dari luar. Dia sendiri di rumah. Pagar pun aku kunci. Cuma dia keukeuh katanya ada nenek-nenek di teras. Dia videocall dan aku nggak liat apa-apa. Tiba-tiba dia menjerit terus aku lari sama temenku, pas sampai rumah ada ular hitam besar mau masuk ke rumah lewat jendela. Sudah ditangkap sama warga dan Ustadz Azmi."

Kini mata Tjandra beralih pada Dewa.

"Fahma telpon juga tadi. Dia kayak takut. Katanya dia denger suara gamelan dan mencium bau-bauan yang seperti ketika dia dulu sering dihantui sebelum masuk pondok. Aku suruh dia ke rumah Utaybi, tapi sebelum sampai dia sudah menjerit ketakutan dan tidak ada suara lagi. Aku lari dari masjid. Untungnya aku jamaah di masjid Utaybi karena memang ada urusan di sana."

Tjandra mengucap istigfar.

"Pak, istrinya sudah boleh ditemui."

Langit segera beranjak dari tempat duduknya. Ia setengah berlari ke tempat di mana istrinya tadi ditangani.

Dewi terlihat pucat di atas ranjang. Kepalanya dibebat perban. Ada tiga jahitan di bagian atas belakang.

"Mas," rengeknya sembari terisak.

"Sssst, Sayang, udah cup nggak usah nangis. Mas di sini."

Tangis Dewi malah makin menjadi.

"Aku takut. Aku takut."

"Takut apa? Hm? Ada Mas di sini. Mas bakal jagain kamu."

"Nenek-nenek, mukanya hancur separuh. Dia... Dia ada di jendela rumah, dia bilang dia lapar. Dia minta makan."

"Ssst, kamu ngomong apa sih? Kamu pasti ngimpi ya? Tadi kamu bobok pas mau maghrib sih." Langit menoel hidung istrinya.

"Enggak Mas, beneran. Aku udah bangun. Aku udah salat kok terus denger ada air tumpah-tumpah. Aku pikir Mas lupa matiin kran. Pas mau ngecek keliling rumah, aku sadar kalau rumahnya kekunci, terus ada suara minta tolong. Nenek-nenek pakai baju kebaya hijau. Pas aku telpon Mas tadi, neneknya ilang. Aku sibak gorden terus...." Dewi terlalu takut meneruskan ceritanya.

Tangannya gemetaran.

"Assalamualaikum, ponakannya Paklik. Gimana keadaannya?"

Dewi menoleh, ia mendapati pria yang mirip dengan suaminya di sana.

"Om Tjandra sendiri?" tanya Dewi.

Pria itu mengangguk. "Bulikmu baru pulang ambil baju. Tadi kebetulan Paklik dengar kabar dari Utaybi. Lalu Paklik ke sini, bener ada Dewa, eh Langit ternyata juga di sini."

"Bang Dewa di sini?"

Saat ditanyakan, Dewa muncul bersama Fahma. Satu tangan Fahma digendong.

"Ya Allah, Fahma kamu kenapa?"

Terbang Ke Masamu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang