2023
Langit POV
Namaku Langit Arkananta Candra, aku bungsu dari tiga bersaudara. Ah tidak, kata kakakku kami hanya dua bersaudara. Ya, kami hanya tinggal berdua, karena satu anggota kami telah pergi. Kepergiaaannya menyisakan trauma besar dalam hidupku. Meski tahun sudah berganti, rasanya tetap saja aku masih dihantui rasa bersalah yang teramat karenanya.
Terror yang terus datang menghampiriku, tak henti. Bayangan kengerian akan wajah berlumur darah abangku selalu aku lihat tiap aku menutup mata. Bunyi alat-alat itu dan hingga di saat terakhir aku mendengar suara berdenging panjang. Semua itu, karena aku. Seluruh kengerian itu terjadi karena aku.
“Lang!”
Ketukan dari luar membuatku menoleh. Ada sosok yang sangat aku kenal. Teman masa kecilku dan kakakku. Ayah kami adalah rekan bisnis sejak dulu. Hingga akhirnya kami menjadi teman sepermainan karena tinggal di kompleks perumahan yang sama dekat perusahaan yang didirikan bersama oleh orang tua kami. Sarah, begitulah biasa dia disapa.
Aku membuka pintu mobilku pelan, memastikan jika Sarah tak tersenggol dengan pergerakanku.
“Kamu dari mana sih? Di kantor nggak ada, di proyek nggak ada.”
“Aku sama Una tadi.”
Sarah menghela napas, ia memang selalu menunjukkan rasa tidak Sukanya jika aku sudah berhubungan dengan Una, keponakan kesayanganku. “Haruskah aku tuker tempat sama Una biar kamu perhatiin?”
Mulai lagi, dia merajuk. Si mandiri itu ternyata punya sisi kekanakan yang tidak pernah hilang sejak dulu. Aku bukanlah abang yang bisa memaklumi atau menanggapi kekanakan Sarah dengan guyonan. Bibirku terlalu kaku untuk menertawakan hal tidak penting seperti itu.
Tangannya tanpa permisi menggandengan tanganku. Ia begitu mudahnya menyentuh orang dan aku paling tidak suka disentuh bahkan oleh ibuku sendiri.
“Kamu belum makan, kan?”
“Sudah, sama Una.”
Sarah menatapku, tetapi aku tidak membalas tatapnya. Aku segera masuk ke rumah yang selama dua tahun terakhir ini aku tempat. Rumah peninggalan kakekku yang masih asri. Aku suka suasananya. Una dan keponakanku yang lain juga sering pulang ke sini, kecuali di waktu-waktu tertentu ketika ayah ibunya libur, mereka justru akan pulang ke rumah pribadi mereka.
“Den, sudah pulang? Romo tadi telpon, nanyain Den Candra.”
Seorang wanita paruh baya menyambutku. Ia adalah Mbok Halimah, pengabdi di keluarga kami, sejak jaman ayahku masih kecil.
“Oh, nggih, Mbok Mah, nanti saya tak telpon Romo.”
“Mbak Sarah jadi mau mandi di sini?” tanyanya pada wanita di sampingku.
“Iya, Mbok. Udah siap kan airnya?”
“Sampun, Mbak, monggo silakan.”
Aku tak habis pikir mengapa sarah bisa sesantai itu di rumahku. Dia selalu saja berperilaku seolah sudah menjadi bagian dari keluargaku. Tak punya rasa sungkan sama sekali. Tapi, sudahlah, apa boleh buat. Mungkin karena sudah terbiasa dari kecil.
Sarah berpamitan sebelum melenggang masuk ke arah bagian dalam rumah. Sedang aku, memilih untuk menjumpai ikan-ikan milik Romo di kolam dekat pendopo terlebih dulu. Ikan Mas dengan warna-warni cerah mulai tumbuh besar di sana. Romo pasti senang. Sekarang, Bunda dan Romo tinggal di Solo, kota kelahiranku, kota asal Bunda. Mereka mengembangkan bisnis di sana sejak sepuluh tahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Ke Masamu (TAMAT)
RomanceArkadewi Nayanika, seorang guru yang kehidupannya tak pernah jauh dari dongeng sang ibu. Sejak kecil, ia selalu mendengar kehebatan sang kakek, yang bahkan ibunya pun tak pernah berjumpa karena sang kakek berpulang sebelum ibunya lahir. Suatu hari...