Petir menyambar sesekali, hujan deras mengguyur seolah tak akan berhenti.
"Allahuma shoyyiban nafi'an."
Dewi mengucap sembari menatap langit di luar sana. Gerak-geriknya ternyata menyita perhatian seseorang.
"Ngapain?"
"Liat langit," jawabnya.
Dewi baru akan melongokkan kepalanya lebih jauh tetapi gerakannya terhenti saat pria dihadapannya membuat arah tatapnya berpindah fokus.
"Mas, kok malah ditarik sih."
"Katanya mau liat Langit?"
"Iya, aku mau liat langit. Itu yang tinggi."
Dewi menunjuk ke sisi luar teras."Ini Langitmu. Langit yang cukup tinggi karena buat masangin dasiku aja kamu harus jinjit."
Kali ini Dewi terkekeh, ia urung kesal karena aktivitasnya diganggu oleh Langit. Pada akhirnya ia mendongak.
"Kenapa namamu bisa sama persis kayak nama om kamu, Mas?"
Langit mengendikkan bahu. "Kalau bisa juga aku nggak mau nama itu. Nama copy paste."
Dewi terkekeh. "Tapi kan nama itu dari sosok hebat yang ada di masanya."
Langit menatap tajam pada Dewi. "Aku nggak suka kamu bahas mantanmu di depanku."
Mendengar kata mantan, Dewi menjadi terbahak. Geli rasanya mengingat hal itu. Ia tak pernah benar-benar bertemu secara fisik dengan Tjandra, tetapi entah kenapa Langit bisa selalu badmood jika Dewi sudah membicarakan tentang pengalaman lintas era mereka.
"Hmm... Bayinya Bunda Fatima ternyata emang luar biasa konyolnya ya?" sindir Dewi.
Langit mengembus nafas. "Udah sana masuk, aku mau pulang dulu."
Petir menyambar begitu keras, angin kencang mengembus beriringan dengan hujan.
Dewi seketika terkejut. Ia menutup telinga dan tubuhnya gemetaran. Bukan... Bukan karena takut petir, ia trauma dengan kejadian angin badai yang disebabkan kekuatan ilmu hitam keluarga Sarah.
Melihat Dewi begitu ketakutan, Langit segera mendekapnya.
Davan yang sedari tadi menjadi kamera cctv segera berlari. Ia memisahkan dua orang di sana.
"Hei, hei, stop! Belum halal!"
Teguran itu membuat Langit melepas peluknya. "Mbakmu takut, Dek."
Alasan Langit tetap tidak dapat diterima.
"Dosa itu emang kadang nikmat rasanya pas di dunia, Mas. Ada aja pembenarannya. Padahal, salah tetep salah."
Davan kini yang memeluk kakaknya dan menuntunnya masuk ke dalam rumah.
"Mas! Mas jangan pergi dulu, jangan pulang dulu. A-aku takut, perasaanku nggak enak." Dewi hampir terisak.
Langit tersenyum. Ia tepis kecemburuannya tadi. "Dek, Mas udah gede, Mas udah dewasa dan bisa pulang sendiri. Ng... Ralat, Mas pulang sama Bang Dewa dan Pak Ipul. Kamu tenang aja."
"Tapi Mas...."
"Davan, titip Mbakmu ya. Mas pulang dulu. Salam buat Devan sama papa mama."
Davan mengangguk. Ia juga membalas salam yang diucap Langit. Dewi hanya menatap nanar punggung calon suaminya.
"Mbak, udah, ayo Mbak masuk sekarang. Mulai besok Mbak udah dipingit loh. Udah nggak boleh ketemu sebelum ijab qabul diucapkan. Seperti adat keluarga kita."
Dewi begitu berat melepas calon suaminya pergi. Meski ia tahu, Langit hanya duduk manis di belakang, sementara Pak Ipul dan Dewa yang duduk dibagian depan.
"Hmm, mengawal calon pengantin kayak gini ya rasanya." Dewa bergurau.
Langit hanya diam saja sementara Pak Ipul menanggapi ucapan Dewa. Ya, seperti biasa, Langit adalah Langit. Dia tidak akan membuka suara jika memang tidak terpaksa.
Suara petir yang menyambar membuat Pak Ipul terkejut. Terlebih diiringi patahan dahan pohon yang tersambar petir di depan mereka.
Dewa yang berada di kursi depan mendadak diam. Hingga akhirnya ia berkata,"Pak, belok kiri. Kita ke pondok Utaybi!"
Langit melihat bayangan hitam bersliweran. "Bang, itu k-"
"Istigfar! Jangan diliat. Lu berdoa aja, Pak Ipul, buruan!"
"Bang kita balik ke rumah Dewi!" Langit panik.
"Nggak, Dek. Dia di sana udah ada Davan yang insyaaallah bisa jagain. Imannya nggak setipis kita," tukas Dewa.
Dokter yang sempat vakum dari profesinya itu segera merogoh ponselnya.
"Assalamualaikum, kamu di mana?"
"Wa alaikumussalaam. Di asrama, Den."
"Aku ke situ, Nyi Gatra muncul."
"Innalillahi, njih Den. Sa-saya bilang ke Bu Nyai njih."
Percakapan di telpon disudahi oleh Dewa. Pak Ipul fokus menyetir sesuai jalur yang sudah ditunjukkan Dewa, dan Langit mencoba untuk menenangkan diri dengan membaca mushaf yang sudah lama ia tinggalkan.
Ia terpacu untuk kembali dekat dengan Quran. Awalnya karena ia malu calon istrinya adalah seorang pejuang penghafal quran yang sudah lebih dari setengah juz ia hapal.
Sedang dirinya? Dia pernah punya lima juz tetapi? Naudzubillah, kefuturan dan lalaian membuainya hingga tak pernah bermurajaah.
Namun, ia meluruskan niatnya. Ia kembali pada Quran karena Allah, bukan karena tujuan lain. Dewi menyadarkannya.
"Jangan lakukan apapun karena aku. Niatkan semua untuk Allah, Mas. Semuanya, hanya karena Allah. Bukan makhluk, tetapi karena Allah."
Kalimat itu terus terngiang di pikiran Langit.
"Pak, kok hujannya merah?" Pertanyaan Pak Ipul membuat Dewa dan Langit melihat ke jendela.
Dewa berusaha menenangkan Pak Ipul.
"Pak jalan aja, itu cuma halusinasi Bapak. Ya, kan Dek? Dan kamu Dek lanjut terus ngajinya, bentar lagi kita sampai."
Langit tak menjeda sedikitpun tilawahnya. Terus ia melafazkan ayat-ayat Allah, hingga ketentraman mulai menaunginya.
Di sisi lain, justru Dewa yang panik dan ketakutan.
Jangan sampai Nyi Gatra berulah dan balas dendam di sini. Aku harus bisa menghentikannya sebelum ia menghancurkan hidup adikku dan iparku, batin Dewa.
✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨
Assalamualaikum
Mohon maaf ya teman...
Qadarullah 2 hari ini saya harus istirahat di RS dan belum tahu sampai kapan...
Sudah seminggu saya demam dan alhasil kemarin harus tumbang saat mengajar anak-anak di sekolah, kemudian dilarikan ke RS...qadarullah harus rawat inap...
Cukup sulit untuk mengetik baik di laptop maupun di ponsel karena selang infus dipasang di punggung tangan kanan...
Maaf jika membuat teman2 menunggu kelanjutan kisah ini... Saya usahakan segera pulih agar bisa menulis kembali...
Mohon doanya y teman 🥰🥰🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Ke Masamu (TAMAT)
RomanceArkadewi Nayanika, seorang guru yang kehidupannya tak pernah jauh dari dongeng sang ibu. Sejak kecil, ia selalu mendengar kehebatan sang kakek, yang bahkan ibunya pun tak pernah berjumpa karena sang kakek berpulang sebelum ibunya lahir. Suatu hari...