Hujan deras mengguyur tiba-tiba, angin berhembus kencang seolah mengamuk. Cuaca yang tadi cerah, mendadak buruk.
Burung-burung berlomba-lomba terbang kembali ke sarang mereka."Astagfirullahal adzim," ucap seorang pria berkumis yang baru saja turun dari kereta kuda.
"Alhamdulillah, panjenengan sampun rawuh, dumugi ing mriki, Raka Mas."
"Inggih, Romo Kyai. Saya menumpang berteduh dahulu di sini, bolehkah? Sebelum melanjutkan perjalanan menjemput putri saya."
Romo Wiryo mengangguk dan memberi pelukan sambutan pada laki-laki yang menjadi calon besannya tersebut.
"Boleh, boleh. Tentu saja, boleh."
Dari kejauhan, terlihat seseorang berlari kencang. Ia seperti orang kesetanan.
"Romo! Bapak!"
Dua orang yang dipanggil menoleh. Langit, pemuda yang berlari itu mendekat. Ia tanpa kata langsung bersimpuh di depan kaki calon mertua Tjandra.
"Bapak, saya mohon, nikahkan saya dan Dewi sekarang juga. Saya mohon."
"Le, kamu ini kenapa? Datang-datang, basah kuyup, langsung minta menikah? Ya Allah." Ibunda Tjandra yang baru keluar dari dalam rumah induk berkomentar.
"Sibu, Romo, Bapak, saya... saya takut jika semuanya diulur, semakin banyak dosa kami perbuat. Saya tidak mau. Saya takut. Saya ingin, hari ini juga, saya menikah dengan Dek Dewi."
Tiga orang itu saling berpandangan.
"Masyaaallah, terima kasih, Le. Kamu sudah begitu luar biasa menjaga putri Bapak. Menjaga agar kalian tetap pada jalan syariat. Baik kalau itu mau kamu, Bapak siap. Siapakah penghulu yang bisa dimintai tolong hari ini juga?"
Langit mencari tahu, berharap ia bisa segera melancarkan niatnya untuk menikahi Dewi.
Ia juga tengah menyuruh tiga kadet yang ia kenal namanya untuk mencari keberadaan Dewi yang entah tadi pergi ke mana.
Setelah mencari berkeliling asrama tak bertemu, ia pun mencari ke rumah Aryani dan Tjakra, tetapi mereka semua tidak ada di rumah. Hal ini semakin membuat Langit gila.
Dewi, kamu di mana?
****
2023
Mobil merah dengan bagian atas depan agak penyok karena menabrak palang pintu yang hampir menutup, kini melaju dengan kecepatan sangat tinggi.
Sarah, si pengemudi, menabrak Langit dan juga mobil di depannya yang baru menunggu untuk berbelok ke arah yang berlawanan dengan arah lajunya.
Ia menyerobot antrian parkir. Dan jelas saja polisi pasti akan memburunya. Itulah mengapa ia sengaja memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dan berlari ke arah semak-semak. Ia paham jalanan sekitar rumah sakit karena sering pergi ke sana.
Gadis itu mengutuk dirinya sendiri karena memakai dress pendek yang membuat kaki mulusnya tak terlindungi saat mereosot ke bawah sembari berpegangan rumput-rumput jalar dan akar pohon pinggir jalan.
Ia merosot hingga sampai ke dasar sungai. Ia tahu di mana ujung sungai itu. Satu tempat teraman yang ingin ia tuju sekarang adalah apartement Langit yang kini kosong.
"Aku masih nyimpen kuncinya. Aku memang cerdas, jadi nggak akan ada orang yang bakal nyurigain aku. Lagian, mobil itu kan bukan mobil atas namaku. Kalaupun dicari, tidak akan ada orang yang tahu jika yang memakai aku. Langit pasti luka parah, dia tidak akan bisa berbicara apapun untuk sementara waktu." Monolog Sarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Ke Masamu (TAMAT)
RomansaArkadewi Nayanika, seorang guru yang kehidupannya tak pernah jauh dari dongeng sang ibu. Sejak kecil, ia selalu mendengar kehebatan sang kakek, yang bahkan ibunya pun tak pernah berjumpa karena sang kakek berpulang sebelum ibunya lahir. Suatu hari...