Gadis berjilbab yang kini mulai terlihat kembali bercahaya itu mendapat kunjungan dari rekan-rekannya. Silih berganti mereka mengucap doa dan syukur atas kembali sadarnya Dewi.
"Mbak?"
Davan, adik bungsu yang selalu setia menjaganya. Dewi menoleh.
"Mbak kenapa sedih?"
Gadis berjilbab hitam itu menggeleng, ia tersenyum tipis.
"Mbak kangen Pak Langit ya? Eh, Mas Candra?"
Dewi menggeleng cepat, tetapi ia tak bisa menyibunyikan rona merah wajahnya yang malu mengakui jika dirinya rindu sosok laki-laki cinta pertamanya itu.
"Mbak, gimana ceritanya Mbak bisa deket sama dia?" Davan tak biasanya sekepo itu tetapi kali ini ia penasaran.
"Ng ... kenapa tanya?" Dewi makin salah tingkah.
Davan, si adik tampan nan sholihnya itu menatap lekat matanya.
"Gimana Mbak? Kok bisa sat set gitu?"
"Ng... Mbak juga nggak tahu... Dia waktu itu habis pulang kerja, lama nggak ketemu. Tiba-tiba datang, bilang mau ngajak ketemu papa mama. Terus kasih Mbak ini, Dek."
Dewi memamerkan cincinnya.
"Masyaaallah, kerennya. Tapi sebelumnya beneran Mbak nggak ada apa-apa sama dia?"
"Nggak ada, sama sekali. Orang ketemu juga kalau pas ngajarin anak-anak itu. Kan seringnya dia kerja, kalau nggak gitu ke kebun sama orang tuanya gitu loh. Atau aktivitas lain kalau pas libur. Liat Mbak ngajar doang, gitu sesekali."
"Masyaaallah. Semoga dilancarkan ya Mbak." Davan benar-benar terkagum.
"Amiiin. Dek, sema'in bacaan Mbak, ya?" pintanya.
Davan mengangguk. "Siaap, Mbak." Sang Hafidz Quran itu dengan tekun menyemak bacaan kakaknya yang bermurojaah, mengulang hafalan Qurannya.
Saat ayat-ayat itu dilantunkan, sesuatu terdengar meledak di atas genting. Awalnya tidak mengganggu tetapi sempat membuat terkejut Dewi.
"Lanjut Mbak, apapun yang terjadi, lanjut. Oke? Sekalian setelah ini kita sambung dzikir petang. Oke?" Davan menggenggam jemari kakaknya.
Dewi terus berusaha melafalkan bacaan Qurannya. Kepalanya sempat berdenyut nyeri tetapi Davan yang ikut membaca surah yang ia lafalkan pun seolah memberikan kekuatan untuknya.
Satu dentuman cukup keras terdengar di dekat pintu. Pintu itu terbuka. Di baliknya ternyata ada Ustaz Syam yang tengah merapalkan sesuatu. Ia menggandeng tangan sang istri di sana.
Wanita berniqab itu segera masuk dan mengucap salam. Ia membawa air putih dalam botol.
"Dek, minum dulu, jangan lupa baca Al Fatihah, 3 Qul, 2 ayat akhir Al Baqarah, Ayat Kursi. Baru minum."
Dewi mengangguk dan mengikuti titah sepupunya. Ia pun mengucap bacaan-bacaan surah yang diminta sebelum minum dengan dibantu sang adik.
Rasa dingin itu terasa dari kepala hingga ujung kaki. Ia merasa sesuatu yang lemah di dalam tubuhnya kembali segar.
"Jangan lepas dzikir pagi petangnya, ya Dek." Afifah mengingatkan.
Dewi mengangguk. Ia memang kadang lupa melakukan kebiasaan yang dulu menjadi rutinitasnya akibat terlalu sibuk akhir-akhir ini.
"Aku lalai, Mbak. Aku lalai. Aku lengah."
Afifah, ibu sebelas anak itu mengelus kepala adik sepupu suaminya penuh kasih. "Sudah, sekarang, ayo bangkit lagi, kembali ke jalan Allah. Jangan kesampingkan Allah. Dahulukan Allah dan Allah akan menyelesaikan segala urusanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Ke Masamu (TAMAT)
RomanceArkadewi Nayanika, seorang guru yang kehidupannya tak pernah jauh dari dongeng sang ibu. Sejak kecil, ia selalu mendengar kehebatan sang kakek, yang bahkan ibunya pun tak pernah berjumpa karena sang kakek berpulang sebelum ibunya lahir. Suatu hari...