Kendaraan dengan bak terbuka di belakang menjadi alat pengantar beberapa orang yang berpindah tugas dari markas besar ke perbatasan.
Dewi duduk di samping pengemudi truk, disebelahnya lagi, Tjakra mendampingi. Ia merasa tenang karena ada kakeknya di sana.
"Ndan, apa Eyang eh Mbak Aryani di asrama tinggal sama putrinya saja?"
Wajah Tjandra berubah mendengar Dewu menanyakan tentang putri seniornya. Sementara Tjakra malah tersenyum.
"Kamu belum dengar kabar? Putri kami, Cantika sudah mendahului pulang ke Rahmatullah."
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Maaf, aku eh saya lupa soal itu." Dewi lupa jika kakak dari ibunya memang tiada waktu masih kecil.
Tjakra memakluminya, wajar jika saudari istrinya itu hanya ingat kabar jika mereka memiliki buah hati, tetapi tidak mendengar tentang kabar kehilangan yang terjadi setahun lalu.
"Tapi... Ndan Tjakra tidak perlu sedih. Ndan Tjakra akan punya putri lagi yang cantik sekali. Yang akan diberi nama Arsanti Lituhayu."
Pandangan aneh kini disorot ke arah sang dara.
"Darimana kamu tahu? Kan Ibu Aryani belum hamil lagi," celetuk Tjandra.
"Ih, beneran tau Mas. Itu nama yang cantik. Eyang buyutku yang mengusulkan, tapi katanya dari usulan Eyang Kakung."
Tjakra mengangguk-angguk. "Wah, wah, bagus juga. Arsanti Lituhayu?"
"Mbak Aryani pasti suka banget sama nama itu. Percaya deh. Biasanya perempuan memang sudah merencakan besok kalau menikah lalu punya anak mau diberi nama apa." Dewi berceloteh.
Dua pria itu menanggapi dengan ekspresi berbeda. Tjakra menganggap si gadis seperti adik kecil yang memang harus dia asuh, sehingga ia mau menanggapi segala celotehnya sepanjang jalan.
"Kalau kamu... Siapa nama anakmu nanti?"
"Mmm... Siapa ya? Belum mikir ke sana. Calon saja belum terlihat hilalnya."
Tawa Tjakra meledak, suasana semakin seru saja, sedang di sisi lain Tjandra ikut mendengarkan daripada mengantuk saat menyetir, lebih baik menguping pembicaraan kakek dan cucu itu.
"Elang Satria Angkasa mungkin," celetuk Dewi.
"Elang? Kenapa Elang?"
"Karena Elang itu gagah, keren, penguasa langit. Aku suka langit, aku suka angkasa, dan segala macam hal tentang kedirgantaraan."
"Kamu pernah terbang?" tanya Tjakra.
Dewi mengangguk. "Ya, ke Jepang." Seketika ia tersadar, bukankah aneh jika ia mengaku pernah mengikuti pertukaran pelajar di negeri Sakura? Hello, ini jaman penjajah.
"Dalam mimpi, tadi waktu pingsan ketendang kuda," lanjut Dewi sambil tertawa.
Ia menertawai kebodohannya sendiri, tetapi Tjakra menganggap itu lelucon khas anak-anak. Sementara Tjandra hanya tersenyum simpul.
"Kalau mau terbang, ajak bujang sebelahmu. Dia pilot terhandal yang kami punya."
Dewi menoleh ke sebelah kanan. "Wah, benarkah?"
"Ya, dia anggota paling muda tetapi paling banyak keahliannya. Termasuk skill mengemudikan pesawat terbang, dia jagonya."
"Masyaaallah," puji Dewi.
Tjandra berusaha untuk tetap tenang meski ada semburat merah di pipinya.
"Ternyata nggak cuma modal tampang ya? Berani adu mekanik juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Ke Masamu (TAMAT)
RomanceArkadewi Nayanika, seorang guru yang kehidupannya tak pernah jauh dari dongeng sang ibu. Sejak kecil, ia selalu mendengar kehebatan sang kakek, yang bahkan ibunya pun tak pernah berjumpa karena sang kakek berpulang sebelum ibunya lahir. Suatu hari...