Chapter:5

9.5K 229 0
                                    

↻ ◁ || ▷ ↺

Suara gemercik air terdengar begitu menenangkan di pendengaran. Di tambah lagi sabun mandi yang ia gunakan beraroma vanila yang begitu manis serta lembut. Setelah Dante pergi dari kamarnya ada yang datang berkunjung, ia kira itu adalah Ace ternyata ia salah, yang datang menghampiri dirinya adalah seorang wanita cantik bernama Jessi.

Jessi adalah seorang pelayan di mansion ini dan dia sangat dipercaya oleh Ace. Tetapi Jessi bukanlah seorang kepala pelayan, ia hanya pelayan baru yang memegang kepercayaan Ace untuk menjaga dirinya. Jujur saja ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

Ace adalah pewaris asli dari perusahaan Ferno, dengan kata lain dia adalah atasan Luna. Pria itu tertarik kepada dirinya yang saat itu tengan menunggu di taman untuk bertemu dengan Derryl. Memang secara sekilas  Luna sempat bertemu dengan seorang pria yang kemungkinan besar ialah Ace. Tetapi sebelum ia bertemu dengan Ace, dirinya bertemu dengan seorang wanita yang memiliki paras luar biasa cantik tengah menangis seorang diri. Itu alasan Luna menunggu lebih lama bersama wanita tersebut, yang bahkan ia sendiri tidak tahu siapa namanya.

Namun yang ia ketahui dari wanita tersebut bila wanita itu tengah bersedih karena suaminya mendua dengan wanita lain. Wanita itu pergi ke taman tersebut untuk menemui putranya untuk terakhir kali. Begitulah yang ia ingat, hingga setelahnya wanita itu pergi meninggalkan Luna seorang diri karena anaknya tidak kunjung datang. Sebelum wanita itu pergi, ia menitipkan sebuah gelang hitam dengan bandul sebuah gembok kecil berwarna silver. Beliau berpesan bila anaknya sebentar lagi akan datang tetapi ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi karena ada sebuah urusan yang harus ia lakukan.

Setelah lama menunggu tidak ada satupun orang yang datang ke taman tersebut terkecuali Ace yang hanya menatapnya dari kejauhan lalu pergi begitu saja. Semua berakhir di sana dan gelang itu kini ada pada dirinya, lebih tepatnya berada di laci apartemennya.

Terdengar sebuah ketukan dari luar kamar mandi membuat Luna tersadar akan lamunannya. "Nona, apa kau sudah selesai mandi? Tuan Ace menunggumu di bawah. Tuan tidak suka menunggu."

Luna teringat dengan ucapan Dante untuk selalu berhati-hati karena ini bukan kawasannya, sekarang ia harus menuruti kemauan Ace supaya ia bisa segera keluar dari sini. Ia harus bermain aman. Bila ia memberontak dan tidak mengiyakan apa yang diperintahkan itu hanya membuat dirinya semakin sulit untuk keluar dari mansion terkutuk ini.

"I-iya, aku datang! "

*ੈ✩‧₊˚༺☆༻*ੈ✩‧₊˚

Tersedia berbagai macam pakaian di hadapannya, mulai dari atasan; bawahan; gaun; serta dalaman yang beraneka ragam. Yang memalukan dari semua ini adalah, semua pakaian Ace yang memilihnya. Walau seleranya tidak buruk tetapi tidak untuk pakaian dalam karena semua sangat tidak nyaman untuk dipakai, serta dari mana pria itu tahu ukuran miliknya. Ace memanglah bajingan. Dengan acak Luna memilih pakaian yang ada lalu menggunakan pakaian tersebut di ruang ganti.

Setelahnya, Jessi langsung mengantarkan dirinya untuk bertemu dengan Ace. Dirinya tidak mendapatkan informasi apapun dari Jessi karena wanita itu cukup pintar untuk menutup mulut serta mengalihkan topik pembicaraan. Tetapi, lambat laun ia yakin bila Jessi akan bersuara untuk memberitahukannya informasi yang ada, walau sedikit.

Karena Luna yakin keluar dari sini membutuhkan waktu yang lama jadi ia harus memainkan peran dengan baik serta mencaritahu mengenai apa yang seharusnya ia ketahui.

*ੈ✩‧₊˚༺☆༻*ੈ✩‧₊˚

Akhirnya jam kerja hari ini sudah selesai, semua berjalan dengan semestinya. Hanya saja orang aneh yang biasa menyusahkan Becca kini tidak terlihat sama sekali batang hidungnya. Setelah jam kerja selesai biasanya Luna akan menunggu di parkiran untuk pulang bersama. Bila memang Luna ada keperluan mendadak, pasti Luna akan memberitahunya. Pasti, dan itu selalu.

Tetapi, kali ini Luna tidak memberi kabar sama sekali. Becca sudah menanyakan kabarnya kepada beberapa pegawai tetapi tidak ada yang melihat atau tahu mengenai dirinya. Terlepas dari Luna yang sempat izin tidak masuk, ini sudah melebihi hari tersebut. Kalaupun dia akan menambah hari, maka Luna akan memberitahukan kabar tersebut pada dirinya.

"Kemana dia dan kenapa dia tidak memberi kabar sama sekali,"gumam Becca sembari membuka pintu mobil dengan bingung.

Tanpa pikir panjang ia memasuki mobilnya lalu beranjak ke luar dari pekarangan kantor. Sepanjang perjalanan ia hanya memikirkan kemana Luna, siapa pengirim bunga mawar tersebut serta apa alasan dibaliknnya. Hari ini terasa begitu panjang, banyak sekali yang terjadi. Dirinya jadi merindukan tingkah konyol Luna saat ini. Tetapi dirinya terlalu lelah untuk memutar balik ke apartemen wanita itu. Sebaiknya ia menelepon saja atau melakukan panggilan video bila sudah sampai di apartemen.

Tidak membutuhkan waktu lama kini dirinya sudah sampai di apartemen. Dirinya mendapati seorang wanita dengan surai coklat tengah berdiri di sana dengan mengusap lengannya beberapakali, mencoba memberi kehangatan kepada dirinya sendiri.

Melihat cahaya mobil Becca--wanita tersebut menoleh tidak lupa memasang senyum terbaik yang dia miliki. Becca memarkirkan mobilnya dengan apik lalu beranjak ke luar sembari membawa tas serta kunci mobilnya. "Ada apa Fanny? Malam-malam seperti ini kau menghampiriku langsung ke apartemen, ada yang bisa ku bantu?"

Sedangkan Fanny menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mengiyakan hal tersebut sembari mencoba membantu membawa barang-barang Becca. Tanpa menghilangkan rasa hormat Becca menolak niat baik tersebut sembari tersenyum kembali lalu mengusap lengan Fanny dengan lembut.

"Kau itu seperti dengan siapa saja, kau itu adikku, jangan terlalu canggung denganku." Tuturnya sembari membuka pintu apartemen dan mempersilakan Fanny masuk terlebih dahulu.

Dengan bergegas ia menaruh barang-barangnya lalu membuatkan secangkir coklat hangat untuk adik tirinya. "Terima kasih."

Becca mengangguk lalu duduk di sebelah Fanny. "Jadi.. Ada apa? Ada yang bisa ku bantu untukmu? " Terlihat Fanny menarik napasnya dalam. Dia terlihat begitu gugup dan terlihat ketakutan tanpa alasan yang pasti, itu membuat Becca khawatir.

"Be-Becca malam itu kau pergi ke sebuah klub di ujung kota, benar?" Dengan ragu ia mengangguk singkat. "Lalu, kau bertemu dengan seorang bartender yang bernama Dante?" lagi dan lagi ia hanya mengangguk mengiyakan.

Setelah melihat respon yang ia beri, wajah Fanny terlihat begitu pucat pasi. Ketakutannya semakin menjadi, Fanny tidak bisa mengendalikan ekspresinya sendiri.

"A-ada apa? Are you okay?"

Fanny tidak menjawab pertanyaanya, dia hanya memberikan sebuah buket bunga mawar putih yang terdapat kartu ucapan berinisial yang sama 'F'.

"Becca aku ingin kau menolak buket bunga yang ada, terutama bila tidak ada pengirimnya dengan jelas karena ini berbahaya untukmu."

"Apa maksudmu Fanny? Mungkin saja ini dari perusahaanku."

Sedangkan Fanny hanya mendengus kesal mendengar responnya. Wanita itu mengusap wajahnya dengam frustrasi."Becca jangan banyak bertanya! ikuti saja ucapanku, aku hanya ingin kau menolak bunga mawar tersebut serta perketat lagi keamanan apartemenmu, apa kau mengerti? "

Dengan terpaksa ia mengangguk dengan bingung. Sekarang ia hanya bisa menganggukkan kepalanya untuk memberikan rasa tenang kepada Fanny. Bila Fanny sudah merasa lebih baik ia akan menanyakan perihal bunga serta sesuatu yang membuatnya cemas tanpa alasan. Karena ia tidak ingin adiknya merasa terbebani akan suatu hal tanpa memberitahunya dengan pasti secara jelas."Sebaiknya kau menginap di sini, malam ini."

*ੈ✩‧₊˚༺☆༻*ੈ✩‧₊˚

To be continued
26/01/23

Stuck With The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang