Chapter: 6

9.1K 205 0
                                    

↻ ◁ || ▷ ↺

Setelah lama menunggu, kini dirinya sedang berhadapan dengan Ace yang menggunakan setelan tuxedo hitam yang sedang membelakanginya. Kedua tangan yang dimasukkan ke saku celana disertai sorot mata datar yang tengah menatap ke arah luar jendela.

Luna dapat melihat sekilas wajah Ace dari sini. Pria itu memang selalu menawan, seperti biasanya. Jessi melemparkan senyum manis kepada Luna lalu secara perlahan Jessi mengambil beberapa langkah mendekati Ace dengan kedua tangan berada di depan dengan tubuh sedikit membungkuk.

"Tuan," seru Jessi pelan membuat Ace dengan perlahan menoleh, membalikkan tubuhnya.

Perasaan macam apa ini--ini bukanlah kali pertama ia bertemu atau melihat Ace. Tetapi, rasanya seperti pertama kali, terasa begitu asing. Ace tidak mengatakan apapun tetapi, sukses membuat hatinya berdebar kencang tanpa melakukan apapun. Mungkin ini adalah respon yang ada ketika melihat pria tampan.

Reaksi ilmiah. Tidak lama terdengar suara pintu terbuka membuat dirinya menoleh ke belakang, dimana terdapat Dante yang terluka serta beberapa orang asing di belakang. Astaga, mereka sangat-sangat menawan. Bagaimana bisa ada orang seperti mereka yang memiliki paras yang begitu menawan. Setelah itu merekapun duduk di tempat dimana terdapat meja besar yang tidak jauh darinya dengan banyak sekali kursi yang berjajar rapih.

Kini kursi tersebut mulai terisi oleh mereka, Jessipun mulai beranjak pergi. Tetapi, sebelum benar-benar pergi dia terlihat melirik seorang pria berkulit pucat, setelah itu dia pergi begitu saja. Sebelum Luna dapat melarang Jessi meninggalkannya ia sudah terlebih dahulu pergi, menyebalkan. Di sinilah Luna terdiam kikuk tidak tahu harus apa.

Suasana terasa begitu mencengkam serta tidak bersahabat. Di sini dirinya hanya mengetahui Dante, Jacob serta Ace. Sisanya yang lain ia tidak mengetahui mereka karena memang Dante hanya memberitahukan nama tanpa rupa. Kecuali Jacob, tentu saja.

Hingga secara tiba-tiba Ace mulai mengikis jarak dengannya dan itu sukses membuatnya panik bukan main. Selama Ace mendekat, Luna hanya bisa terdiam di tempat sembari mengepal kuat kedua tangannya. Ace berhenti didekat meja tersebut lalu menduduki ujung meja, menompa tubuh dengan sebelah tangan sembari menatap ke arahnya.

"Kau terlihat menawan dengan gaun itu,"pujinya. Telinganya terasa memanas dan pipinya kini terasa terbakar hanya karena sebuah bualan pria tersebut. Tetapi, ia yakin bila bualan tersebut bukan dirinya saja yang mendapatkan perkataan seperti itu.

Menyadari telinga serta pipi Luna yang memerah membuat Ace tersenyum kemenangan.

"Apa kalian akan terus seperti itu? Menjijikan." Ujar pria berkulit pucat,  membuat Ace mendelik malas.

"Diamlah, John! Sebelum ku buat kau menyesal." Sentak Ace kesal sembari menatap John dengan tajam.

Sedangkan yang diancam hanya bisa menghela napas lalu beranjak dari sana. Dengan kesal Ace mengeluarkan sebuah senapan lalu menembakkan peluru tersebut ke sebelah kanan John membuat sang empu berdecak malas sementara Luna membeku di tempat karena terkejut melihat kejadian tersebut di depan matanya.

Tunggu, kenapa tiba-tiba sekali Ace mengeluarkan senapan serta menembakkan peluru tersebut hanya demi menegur pria pucat bernama John itu--kenapa yang lain hanya diam dan terlihat biasa saja.  Ace bisa menegur John dengan keras hanya menggunakan nama lengkap bersama marganya seperti yang selalu Becca lakukan padanya bila ia mengacuhkan ucapan wanita tersebut. Tidak perlu menggunakan senjata berbahaya yang membahayakan nyawa. Ini sangat-sangat mengerikan. Tidak salah bila ia mengecap Ace sebagai orang gila.

Stuck With The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang