Chapter: 40

2.1K 68 4
                                    

Semua tengah berkumpul dengan anggota yang lengkap. Ace sengaja tidak mengumpulkan para anggota di mansion karena tentu di sana banyak wanita dan itu merepotkan. Dan kembalinya Dante disambut sangat hangat oleh para anggota lain. Tidak seperti John yang menyambut dengan todongan senapan yang siap membolongi kepala Dante.

"Sebaiknya kita lakukan saja malam ini atau sesegera mungkin di luar dari apa yang mereka tahu. Karena setahuku Noah sudah mulai mengumpulkan orang-orang untuk berjaga dan itu mempersulit semua,"jelas Dante membuat Ace mengangguk.

"Aku mengerti akan itu, dan aku memang sudah menyusun semua rencana ini bila tidak ada wanita yang dilibatkan dalam urusan ini—itu akan mempersulit semua."

Romeo menatap Ace tidak mengerti. "Lalu, untuk apa ada Jennie, Becca, Fanny dan... Luna? Aku mengecualikan wanita satu itu."Ucapnya. Mendengar hal tersebut Ace mendelik malas.

"Saat musim dingin tiba kau akan mengerti semua karena pada akhirnya semua tidak akan terus seperti ini,"tutur Ace membuat Romeo semakin bingung.

Sementara John hanya terdiam sedari tadi dan tidak mau mengundang perdebatan yang ada. Ia mengerti jelas apa maksud Ace dan iapun merasakan hal yang serupa.

"Sudahlah, jadi sekarang bagaimana?" tanya Kevin bersemangat. Ace mengambil sebuah gulungan kertas besar dan di bukanya gulungan tersebut di atas meja.

Bryan menarik lampu besar untuk menerangi isi dalam kertas tersebut. Mereka semua mendekat untuk memperhatikan setiap detail yang ada."Ini denah rumah Derryl?"tebak Romeo yang diberikan anggukan oleh Ace. "Kau benar-benar..."ucap Bryan sembari menghela napas.

"Simpanlah helaan napas itu untuk nanti dan akan ku jelaskan semuanya secara singkat agar masuk dengan cepat ke otak kalian yang sempit." Mereka mendengus secara bersaman dan Ace tidak menggubris hal tersebut—ia masih asik mencoba menjelaskan semua sembari memberitahu semua strategi yang ada.

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

"Kau mau membawaku kemana Jacob?" tanya Luna heran sembari memperhatikan sekitar dengan kebingungan.

Sosok yang diberi pertanyaan hanya tersenyum dengan tulus sembari menuntun tangan Luna secara perlahan mendekati pekarangan yang sepi yang hanya diisi dengan satu buah nisan. Luna menatap Jacob bingung ketika Jacob menariknya mendekati batu nisan tersebut. Dan saat ia melihat dengan jelas apa yang tertulis di sana, ternyata terdapat nama Carol yang terpampang dengan nyata.

"Carol? "

Kakinya langsung berhambur mendekati kuburan tersebut dan bertekuk lutut di samping batu nisan tersebut dengan rasa yang campur aduk. Air mata Luna jatuh secara perlahan, menangisi rasa pedih, perih dan sedih yang mendominasi."Aku sangat merindukanmu," lirih Luna sembari menyandarkan kepala di batu nisan tersebut. "Aku tunggu di mobil."Ucap Jacob singkat sembari beranjak dari sana tanpa menunggu jawaban Luna.

Di sinilah aku, seorang diri dengan saudaraku yang kini terlelap selamanya. Aku harap, dia masih dapat menatapku dan menggenggam tanganku erat untuk kesekian kali tanpa ada henti. Memberiku candaan yang tidak bermakna, mengejekku disaat aku sedang resah, tersenyum konyol saat aku membutuhkan seseorang dan juga siap memberikan bahunya untukku bersandar.

Andai ia tahu bila aku selalu menunggu dan menunggu ia untuk kembali dan menyapaku dengan senyum hangat yang memikat hati. Tapi sayang, Sang ilahi mengambil seri tersebut lebih dulu dan membiarkan ku kembali sendiri dalam pedih ini.

"Carol..... Aku ingin kau tahu, bila aku telah bersama kekasihmu yang kau sayangi"

"Dia baik padaku juga aku mencintai adiknya yang begitu bajingan kepadaku." Aku terkekeh pelan.

Stuck With The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang