Chapter: 45

1.9K 65 0
                                    

Becca menggelengkan kepala dengan wajah yang pucat pasi. Sementara Jennie mengambil sebuah kapak dan menahan Fanny untuk menggunakan granat tersebut.

"Pertimbangkanlah, jika kalian menggunakan granat sekarang bukan hanya saja lemari tersebut yang rusak tapi ruangan ini yang bahkan berisi beberapa bahan peledak. Atau bahkan kita yang cidera dan bisingnya akan terdengar jelas hingga ke bawah. Lebih baik gunakan kapak saja dan benda tajam lainnya,"tutur Jennie yang diberikan anggukan setuju oleh Becca.

Mau tidak mau dan suka tidak suka mereka mengangguk pasrah. Dengan cepat mereka semua bergegas untuk menghancurkan lemari tersebut sekuat tenaga. Detik demi detik berlalu dan menit demi menit berlalu. Luna muak melihat hanya sebuah lubang kecil. Karena ia yakin lemari tersebut sangatlah kuat dan mungkin dilapisi sesuatu oleh Ace. Semua hanya buang-buang waktu saja dan Luna harus segera bergegas. Melihat mereka yang tengah berusaha menghancurkan lemari tersebut, dalam diam Luna mengendap-ngendap mendekati tangga yang ada dan menggapainya.

Saat Luna berada di atas-luar terlihat bila keadaan di bawah sangatlah tidak kondusif. Banyak sekali darah yang mengalir di tambah lagi tengah hujan lebat. Dan juga mayat-mayat yang berserakan di atas jalanan. Hujan semakin lebat serta gemuruh petir yang ada semakin menjadi-jadi. Tapi, kini prioritas Luna hanyalah menghentikan Noah masuk ke dalam ruangan koleksi milik Ace.

Dengan sedikit kewarasan yang ada Luna perlahan meluncur dari atap dan membiarkan air juga atap yang licin membawanya terjatuh ke bawah. Entah, memang keberuntungan berpihak padanya atau tidak yang pasti ia terjatuh di tumpukan gunung dedaunan yang gugur.

Mungkin memang tidak begitu membantu tapi setidaknya tidak membuat ia cidera lebih parah yang dari ia bayangkan. Rasa nyeri tidak tertahankan datang ketika Luna mencoba berdiri. Pinggangnya terasa nyeri bukan main dan juga suara perkelahian juga suara peluru yang ditembakkan sangatlah nyata. Kini misinya harus mencari darimana Noah memilih jalan untuk masuk. Mengingat bila dari depan semua terlihat rapih dan bahkan tidak tersentuh. Berarti, itu berada di belakang.

Klasik, tentu saja kalian akan mengendap-endap lewat jalan yang tidak mudah tergapai. Dan pasti itu berada di belakang. Ketika Luna mencoba untuk berjalan rasa ngilu terasa tidak tertahankan. Saat ia periksa apa yang terjadi ternyata celana yang ia gunakan terlihat pekat. Luna mencoba menyentuh betis kakinya dan sumber rasa ngilu tersebut berada di pucanknya.

Dapat Luna rasakan bila ada sebuah dahan kayu menerobos masuk ke dalam sana. Benar saja bila celana panjang yang ia gunakan terdapat lubang kecil di bagian betis. Sepertinya sebuah dahan—mengingat bila ia jatuh di atas tumpukan daun gugur.

Tapi, itu bukan hal yang penting. Sekarang ia harus mengejar Noah dan menghentikan apa yang terjadi. Perlahan langkah Luna menuju ke belakang. Dengan menyeret sebelah kakinya yang terasa berat dan nyeri.

"Sial."

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

Luna terus saja menelusurui belakang mansion hingga ia berhenti di pagar halaman belakang yang terlihat sudah tidak berbentuk seperti biasa. Dapat ia pastikan bila Noah masuk lewat sana. Rasa ngilu yang ada kini berubah menjadi denyutan yang tidak tertahaankan.

Dengan frustrasi Luna duduk di atas lantai keramik lalu mengeluarkan pisau lipat yang ia ambil dari ruangan senjata.

Secara terpaksa Luna harus merobek celana panjang yang ia gunakan dan segera mengeluarkan dahan tersebut yang berada di betis kakinya. Terlihat bila dahan tersebut masuk tidak begitu dalam.

Luna menggunakan celana jeans longgar jadi dahan tersebut tertutup oleh celananya. Mungkin hanya beberapa inci dahan yang memaksa masuk. Walau begitu, Luna tetap ngilu melihat apa yang terjadi dengannya. Betisnya terus mengeluarkan darah dan ia tidak tahan dengan rasa sakit yang ada.

Dengan sedikit kewarasan yang ada Luna menarik napasnya sekilas sembari memejamkan mata. Dalam hitungan detik ia menarik dahan tersebut secara paksa setelahnya rasa ngilu datang menghampiri. Sakit dan perih.

Luna mengigit lengannya untuk menahan jeritannya karena ia tidak kuat dengan rasa sakitnya, bahkan air liurnya mulai ke luar begitu saja. Perlahan ia mencoba menarik napas untuk menetralisir rasa sakit yang ada.

Dahan tersebut kini tidak lagi menempel di betisnya. Hanya saja kini darah yang ada ke luar lebih banyak dari apa yang Luna bayangkan. Bila pakaian yang Jessi beri ia bawa juga mungkin itu bisa untuk membalut lukanya.

Namun, ia tidak membawanya dan meninggalkan pakaian tersebut di ruangan di mana mereka di kunci. Yang lebih menyebalkan ialah ia tidak bisa merobek pakaian atasnya. Karena ia memakai jaket kulit dari Ace yang tidak bisa diikat di betisnya.

"Bajingan, ini sakit sekali."Gumam Luna sembari menatap langit yang sedang berduka.

Rintik hujan yang menetes ke lukanya membuat ia meringis. Tapi, ia tidak dapat mengeluh atau bergerak bebas karena betisnya sakit bukan main. Hingga istirahatnya terganggu ketika mendengar sebuah benda pecah yang secara tidak sengaja dijatuhkan oleh seseorang.

Brak

"Aku tidak akan membiarkanmu memasuki ruangan tersebut! Kau bahkan tidak akan bisa memasukinya."

Suara tersebut sangatlah familiar. Saat Luna mencoba menoleh ke belakang. Ternyata itu adalah Jessi yang dahinya sudah mengeluarkan darah dengan lebam di sudut bibirnya yang terlihat begitu jelas. Dengan terpaksa Luna beranjak lalu bersembunyi di sudut sembari mengeluarkan senapan handgun untuk bersiap-siap atas semua resiko yang terjadi.

Dapat Luna rasakan bila jantungnya berpacu dengan begitu cepat. Napasnya kini memberat dan bahkan suara hujan dengan petir membuat suasana semakin menyeramkan dari biasanya.

"KATAKAN SEKARANG! APA SANDI PINTU TERSEBUT BEDEBAH!"sentak Noah sembari mendorong Jessi dengan kasar ke atas lantai.

Dahi Jessi lebih dulu menyentuh keramik lantai membuat suara dentum tersebut begitu menyiksa pendengaran Luna.

"Aku tidak memiliki kesabaran yang banyak, JADI BERITAHU AKU APA SANDI PINTU SIALAN ITU!"bentak Noah tepat di depan wajah Jessi yang kini pucat pasi.

Namun, Jessi hanya tersenyum dengan sinis membuat tangan Luna bergetar bukan main ketika melihat Noah sudah menodongkan senapan yang ia pegang tepat di depan dada Jessi.

"Jika kau memaksa maka akan ku kabulkan keinginanmu untuk mati terlebih dahulu,"

Luna melihat hal tersebut hanya bisa memejamkan mata sembari mencoba menggengam erat tangannya yang tengah memegang handgun. Dirinya bingung harus berbuat apa, karena jujur dirinyapun takut untuk menghadapi itu.

Kekehan remeh Jessi membuat jantung Luna seperti siap akan melompat kapan saja. Dan geraman Noah membuat tubuh Luna lemas bukan main. Hingga—

Dor

Tubuh Luna terjatuh begitu saja di atas keramik lantai. Sekujur tubuh Luna gemetar bukan main. Dengan suhu yang dingin, rasa takut yang tengah mengajak bermain, perih yang ada membuat Luna seperti mati rasa.

Gemuruh tersebut semakin menjadi-jadi. Seperti memprotes padanya karena hanya bisa berdiam diri menyaksikan kepergian seseorang. Kedua orangtuanya yang mati di rintik hujan dan Jessi yang telah mengabdi.

Air mata Luna jatuh tidak tertahankan dan ia tidak berani sama sekali untuk membuka mata sedikitpun untuk menyaksikan kebodohan yang ia lakukan. Luka di betisnya tidak setara dengan nyawa seseorang yang diambil secara paksa oleh sesama manusia.

Luna bertekad besar untuk melindungi seseorang yang berharga dihidupnya juga menyayangi dengan sepenuh hati. Tapi kini, semua sama. Ia hanya bisa diam dan menyaksikan semuanya terjadi dan meninggalkan sebuah jejak penyesalan beserta luka hati yang abadi.

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
To be continued
13/08/23

Stuck With The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang