Chapter: 48

1.9K 66 0
                                    

Kilat petir terlihat menyeramkan dilihat dari ruangan ini. Di tambah lagi tidak ada hentinya gaduh tersebut. Sudah beberapa menit yang lalu Ace pergi dan tidak kembali. Rasa sakit yang setitik kini perlahan menjalar ke seluruh tubuh. Keringat dingin tidak kunjung berhenti, pandangan lelap tidak dapat dihindari dan rasa sakit tidak pernah berada di sebuah kata tepi.

Berulang kali Luna coba untuk berdiri dan pergi namun, semua sia-sia saja. Karena ia tidak dapat berdiri tanpa ditopang oleh sesuatu. Kini, yang bisa ia lakukan hanya menunggu dan juga menunggu kehadiran seseorang datang menjemputnya dari sini.

Kret

Decit pintu kembali terdengar dan samar-samar suara langkah kini menjadi menggelegar. Dalam seperkian detik napas Luna tercekat terhenti. Ketika menyadari 2 kemungkinan, itu adalah teman atau lawan.

Kini hanya untuk mengintip saja Luna tidak bisa. Tubuhnya benar-benar sesakit itu. Setiap dirinya memaksakan untuk bergerak sedikit saja maka rasa sakit yang baru akan timbul dengan begitu mudahnya. Ini benar-benar menyebalkan. Tapi, ia tidak dapat menyesali apa yang terjadi. Karena kejadian sebelumnya menjadi jawab disetiap tanya yang ada pada benak Luna selama ini.

"Aku tahu kau ada di sini,"

Deg

Luna tahu benar pemilik suara tersebut dan ia tidak mungkin salah untuk menebak siapa yang memiliki suara tersebut. Derryl, ia yakin dengan seyakin-yakinnya. Ia berani bertaruh dengan apapun yang ia miliki jika ia salah.

"Ayolah, jangan bermain petak umpat kita sudah besar,"teriaknya. Sementara Luna yang mendengar hal tersebut hanya dapat mendengus sembari berdoa seseorang datang untuk menyelamatkannya.

Derryl sudah memasuki ruangan dan ia menutup pintu tersebut. Walau memang tidak dapat tertutup sempurna karena bekas di dobrak tapi ia menguasai pintu ke luar.

Perlahan pandangan Luna teralihkan pada sofa di sebrang yang dekat dengan Derryl, ia harus beranjak pada sofa tersebut atau Derryl bisa mengetahuinya. Jantungnya berpacu tidak karuan ketika langkah Derryl mulai menyusuri setiap sudut ruangan secara perlahan dan teliti. Dan itu Luna manfaatkan untuk beranjak dari sofa satu kesofa yang lainnya.

Secara perlahan dan hati-hati Luna merayap dalam diam sembari menahan tangisnya yang akan turun kapan saja. Tidak lupa, ia membawa senapan yang ia gunakan sebelumnya untuk berjaga.

Tolong aku, siapun batin Luna.

Kedutan tersebut menjadi gila-gilaan ketika Luna memaksakan untuk bergerak. Di tambah lagi sofa yang akan ia hampiri sedikit lagi tidak jauh dari gapaian. Hanya saja, rasa sakit lebih dulu menguasai tubuhnya dan itu sangat menyiksa. Dalam diam ia menahan segala ringisan serta rasa sakit yang ada sembari mencengkeram kuat pahanya agar rasa sakit tersebut cepat berlalu.

Luna mencoba mengendalikan napasnya yang kini mulai memberat dan sulit untuk dikendalikan. Hingga dengung di pendengaran semakin menjadi-jadi. Tatapan Luna masih tertuju pada sofa yang dapat ditempuh oleh beberapa langkah. Hingga—

"Ternyata di sini kau rupanya." Derryl menarik pergelakan kaki Luna dan menyeretnya ke luar dari belakang sofa tersebut.

Luna hanya dapat meringis ngilu sembari berteriak meminta bantuan sekeras yang ia bisa layaknya orang gila yang tengah hilang akal. Tangisnya tidak dapat ia bendung lagi. Kini ia sangat ketakutan dan ia tidak dapat terus-menerus menahan segala rasa sakit yang ada lebih lama lagi.

"Luna, sudah lama kita tidak bertemu. Kau masih terlihat cantik di mataku. Aku sangat merindukanmu, sayangku."Ucap Derryl dengan wajah brengsek yang ia miliki.

Sebelah tangan Derryl beranjak menyentuh pipi Luna. Sembari sesekali ia mengusap secara perlahan dengan senyum yang mengerikan. Dengan sekuat tenaga Luna berusaha menepis tangan Derryl tapi semua pergerakan yang ada dikunci dengan baik oleh tubuh pria tersebut.

Stuck With The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang