Chapter: 28

2.4K 87 0
                                    

"Mak-maksudmu apa?" Ace tersenyum manis sembari melirik botol wine yang tersaji dengan indah di hadapannya.

"Aku sudah memberimu sedikit petunjuk, Nona. Kau juga belum menyetujuinya—lantas kenapa aku harus memberitahumu semua? "ucapnya santai sembari menikmati anggur yang berada di gelasnya.

Luna mendengus kesal sembari mengetuk jarinya di atas meja. Mencoba mencari jalan ke luar untuk merubah perjanjian yang ada menjadi lebih sederhana. Jika dirinya menyetujui penawaran tersebut begitu saja, dirinya tidak terlalu diunntungkan. Ia setuju, tetapi tidak sepenuhnya. Semua harus menguntungkan kedua belah pihak.

"Sebelum itu, kenapa kau memberitahu ku? Bahkan terakhir kali, kau mengatidakan untuk melupakan semua yang telah terjadi—Tapi kenapa sekarang kau berniat membantuku? Kita masih orang asing dan semua itu tidak masuk akal."

Helaan napas keluar dari mulut Ace. Dengan malas ia bersandar di kursi sembari memejamkan matanya."Kau sangatlah bodoh, aku bahkan sudah memberikan pernyataan dengan sangat jelas padamu dan kau masih tidak mengerti?"

Perlahan ia membuka matanya lalu menatap Luna dengan lekat."Katakan saja langsung apa negosiasi yang ada di otak kecilmu sebelum kau menyesal."

Dengan cepat Luna menggelengkan kepalanya membuat Ace menaikan sebelah alis. Mempertanyakan apa arti dari bahasa tubuh yang Luna berikan. "Aku ingin tahu alasan mu lebih dulu dengan jelas,"

Keduanya sempat terdiam cukup lama. Dan Ace tidak berniat menjawab pertanyaan yang Luna berikan. Bagi Ace apa yang ia ucapkan tempo lalu sangatlah jelas. Jika memang Luna tidak mengerti dengan apa yang ia maksud maka biarlah semua seperti apa yang Luna mengerti.

Apa yang dirinya inginkan sudah ia dapatkan. Kini giliran Luna yang harus mendapatkan apa yang seharusnya memang berada di tangan wanita tersebut. Mungkin ini terdengar sedikit gila. Tapi, Ace benar-benar ingin memiliki sosok Luna. Yang selalu berada di sampingnya dan menemani setiap suka dan duka. Dirinya merasa nyaman berada di samping Luna. Bahkan, ia pernah memperlihatkan keterpurukannya di hadapan wanita itu, ia seperti pria konyol pada saat itu.

Sederhananya dirinya merasakan hangat dari sosok Luna. Dirinya tidak ingin rasa itu hilang begitu saja dan membuat sisi dari dirinya semakin membeku dan berakhir hancur seperti dahulu.

Kursi yang Ace duduki perlahan mundur, memberi jarak antara meja serta kursi. Setelah itu Ace beranjak dan pergi begitu saja meninggalkan Luna seorang diri.

"Apa aku salah bicara? "

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

Luna menatap sekitar dengan liar. Ketika seseorang yang ia cari tidak kunjung ia temui. Hal tersebut membuat ia frustrasi bukan main.

Apa yang salah dengan Ace? Ia hanya bertanya hal sederhana dan sekarang ia pergi entah kemana.

Ini membuat Luna benar-benar tidak enak hati. Rasanya ia seperti terpojoki oleh situasi yang canggung ini.

"Haruskah aku meminta maaf padanya? "

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

"Jadi selama ini aku menjadi bahan pertukaran oleh si bedebah Ace dan si bajingan Derryl," batin Becca kesal sembari menatap punggung Derryl dengan benci yang tidak dapat ia bendung lagi.

Sementara Hans ternyata bersikap manis karena semua memang dari rencana yang mereka buat. Entah kenapa rasanya begitu menyakitkan bila sikap manis Hans hanya sebuah perintah belaka. Seandainya kala itu Hans menemukannya dan tidak di bawah naungan Derryl, akankah ia memperlakukannya sama seperti sebelumnya. Karena, sampai-sekarang saat perdebatan masih terjadi, ia masih berharap Hans menyelamatkannya dengan suatu alasan yang ia rangkai dengan apik di benaknya.

Stuck With The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang