2. Permintaan Maaf

26.5K 976 0
                                    

Netra itu membuka, mengerjap perlahan untuk membiasakan diri dengan kodisi ruangan.

Naraya. Terseret masalah. Dirinya menanggung semua perbuatan bodoh tanpa berpikirnya. Pagi ini ia gunakan untuk memberi sebuah pesan kepada seseorang.

Tio namanya. Kalimat permintaan maaf terkirim disertai debaran jantung yang kian mencepat.

Pesan itu tak terbalas, melainkan sebuah panggilan masuk terpampang di layar ponsel milik wanita ini. Nama "Kak Tio" terbaca jelas oleh Nara, ia memang belum lama bangun dari tidurnya, mengirim pesan kepada Tio menjadi rencana yang sudah ia susun sedari malam, namun menerima panggilan telephone tidak termasuk ke dalam rencananya.

"Pagi, Kak?"

"Oh, lo? Gue salah apa dah?" suara baritone terdengar samar di telinga Nara, ia yakin lelaki di sebrang sana juga baru membuka matanya, pasalnya hari masih pagi bahkan matahari masih dengan malunya mengintip.

"Mau minta maaf atas kesalahpahaman kemarin."

"Gue tanya, gue salah apa? bukan lo mau ngapain?"

"Maaf, kemarin salah paham, Kak." Suara Nara bergetar, rasa takut menerjang, bagaimana tidak, Tio mengucapkannya dengan nada yang sangat dingin, bahkan Nara mampu membayangkan alis pria itu naik dan turun.

"Gue nggak nerima permintaan maaf lewat telephone apa lagi di chat! Temuin gue langsung!"

"I-iya, dimana Kak?" pertanyaan ini Nara lontarkan, mau tidak mau ia harus bertanggung jawaab akan kesalahan yang sudah diperbuatnya.

"Besok. Gue tunggu di event fakultas hukum."

Setelah menyetujui ucapan Tio, Nara menutup sambungan di ponselnya. Syok hebat tak bisa disembunyikan Nara, ketakutan meyapa dirinya, terlebih lagi ia menyadari bahwa esok ia datang sebagai MUA yang diminta Faya.

"Gue harap Kak Tio bukan salah satu modelnya."

"Gue harap juga Kak Faya nggak marah-marah."

Nara menarik napasnya, meraup semua oksigen yang ada, ia mempersiapkan harinya yang sudah hancur ini, banyak sekali pikiran yang memenuhi kepalanya. Disingkirkan selimut yang menutupi kaki dengan langkah gontai Nara menuju kamar mandi. Seperti biasa, Nara menghabiskan tiga puluh menit untuk membersihkan diri.

...

Wanita itu tidak mau berlama-lama di kampus, Nara bergegas untuk pulang ke kamar kosnya. Hari ini Nara ingin pulang menggunakan bus, kondisi halte tidak terlalu ramai mungkin karena banyak mahasiswa memilih membawa kendaraannya sendiri atau memesan ojek online. Saat sedang menunggu di halte, pundak kanan Nara ditepuk sebanyak dua kali oleh seorang wanita.

"Jangan lupa besok!" seru Faya.

"Kaget anjir!'

"Pagi pokoknya." Nada bicara Faya seakan mengintimidasi percakapan mereka. Kalimat yang terucap seperti titah bagi siapapun yang mendengarnya.

"Males ah."

"Astaga! Ngeselin lo, ya!" Faya memukul pundak sepupunya, menertawakan ucapan Nara yang berhasil memicu emosinya. Seperti biasa Faya dengan temperament yang tinggi, ucapan wanita ini memang agak kasar, dirinya terlalu jujur dengan apa yang dirasa membuat banyak orang takut jika harus berbicara dengannya.

Kedua wanita ini memutuskan untuk pergi kesebuah kedai kopi dengan Faya yang berakhir mentraktir Nara.

Suasana kedai ini sangat klasik, warna coklat menjadi dominan di tempat ini, aroma kopi yang menyeruak saat berjalan memasuki pelatarannya. Tema outdor yang digunakan menmberikan kesan nyaman bagi pelanggan yang ingin berlama-lama di kedai ini.

feel so fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang