29. Kenapa Bukan Tio?

10.4K 510 17
                                    

Kembalinya dari pantai kini Nara ingin menenangkan dirinya namun langkahnya terhenti saat melihat mobil yang ia kenali tengah parkir di halaman kosannya.

“Hai?” sapa Tio yang berjalan mendekati Nara. Entah sudah keberapa kali seorang Anantio Danuarja melihat Naraya Adisthi tanpa riasan di wajahnya.

“Hai.”

“Udah makan?” tanya Tio serius.
Anggukan kepala Nara berikan untuk pertanyaan yang terucap.

“Ada perlu apa, Kak?”

“Nggak ada apa-apa, gue cuma kangen mau ketemu,” jujur Tio.

“Lo tau gue ribut sama Kak Dean, ya?”

“Maaf.”

Nara tersenyum melihat Tio menundukan kempalanya, ini bukan salahnya, kenapa pria di hadapannya harus meminta maaf. “Nggak perlu minta maaf, bukan salah lo.”

Tio menatap Nara dengan intens. “Gue nggak tau masalah kalian, tapi Dean keliatan khawatirin lo, dia bilang kalau lo udah dianggap adiknya sendiri.” Tio menjeda ucapannya, “tapi semua balik ke diri lo, yang pertama harus dipentingin ya perasaan lo, kalau ngejauh membuat perasaan lo aman dan nyaman, ya lakuin. Nanti urusan Dean biar gue sama anak-anak yang urus.”

Nara tersenyum tipis, berpikir bagaimana bisa dirinya begitu disukai oleh seseorang yang terlihat sangat tulus, disukai oleh seseorang yang selalu ada saat dirinya menghadapi masalah.

Nara bertanya kepada hatinya, mengapa tidak Anantio Danuarja saja yang dirinya sukai? Mengapa harus seorang Arjuna Bagaskara?

“Gue kekanak-kanakan ya, Kak?”

“Ra, gue dengar apa yang Faya sama Dean bilang ke lo, itu semua udah cukup jadi validasi buat sikap lo ini. Ketimbang nasihatin mereka gue lebih milih nanyain keadaan lo, toh mereka udah besar dan mereka tahu kalimat yang mereka ucapin itu benar atau salah.”

“Gue tahu sikap gue yang kayak gini itu serasa ngehakimin mereka, tapi gue lebih tahu batas emosi yang gue punya, gue masih inget kalimat mereka Kak, gue juga masih inget gimana intonasi suara mereka saat ngehakimin gue. Gue maafin mereka, sumpah!” Nara menganggkat jari telunjuk dan jari tengahnya secara bersamaan, “Tapi butuh waktu buat biarin hati ini terima perlakuan mereka.”

Tio menatap Nara lekat, ia pandang wanita yang berdiri dihadapannya dengan rasa khawatir yang tinggi, Tio juga dibingungkan dengan posisinya di satu sisi ia sebagai sahabatnya Dean dan satu sisi sebagai pria yang menyukai Nara.

“Maaf tadi gue, Dean, sama Nathan sempet ngomongin masalah ini, ada Nathan yang paling dewasa di antara kita, dia yang nasehatin Dean, Nathan bilang, kasih kesempatan Nara buat ngejauh.” Tio menjeda kalimatnya. “Ra, jangan lama-lama ngejauhnya nanti bisa keterusan loh, mau kehilangan Dean sama Faya?”

Wanita manis ini menundukan kepalanya, mengolah kembali kalimat yang Tio berikan, ia berjanji akan mengembalikan kondisi persahabatan mereka dalam waktu yang cepat, memang hatinya hanya belum terbisa akan pertengkaran ini.

“Ya udah, gue balik, ya?” ucap Tio sembari menundukan kepalanya berharap wanita di hadapannya mengangkat dagu dan tersenyum untuknya. “Oiya, ini ada cake sama cemilan.” Tio membuka pintu mobilnya dan mengeluarkan satu paperbag berwarna coklat berisikan banyaknya makanan.

“Makasih banyak Kak Tio.”

“Dari Dean,” bohong Tio.
Nara hanya tersenyum tipis mendengar kalimat itu.

“Selamat malam,” pamit Tio.

...

“Lo mau ke mana?” manik Leo memandang Arjuna dengan lekat.

feel so fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang