23. Jelas

9.9K 468 9
                                    

Wanita ini menarik napasnya dengan berat, dia memanjatkan doa terlebih dahulu sebelum membuka pintu kamar kosnya, meminta Tuhan untuk menguatkan hatinya saat mendengar kenyataan yang seharusnya tidak ia ketahui.

Gimana nanti kalau gue nggak bisa nahan tangis di depan Jasmine? Demi Tuhan gue nggak ingin tahu kenyataan itu, monolog Nara.

“Ra, hehe,” sapa Jasmine riang saat melihat Nara keluar dari kamarnya.

Nara sekuat mungkin mempertahankan senyum di wajahnya. “Eumm, mana punya gue?” ia mengulurkan tangan meminta sarapannya kepada Jasmine.

Sebelumnya Jasmine berjanji akan membawakan roti untuk sarapan ketiganya.

“Nih.”

“Banyak hehe,” tawa Nara saat menerima tiga potong sandwich dari Jasmine.

“Aku mau cerita, kamu sambil makan aja gapapa,” ucap Jasmine yang masih memandang Nara dengan senyum.

Gerakan tangan Nara dengan Sandwich yang memaksa masuk ke tenggorokannya, tercekat, Nara seperti tidak mampu bernafas secara normal, jangtungnya berdetak lebih cepat, dirinya tidak bisa membayangkan kalimat apa saja yang akan Jasmine keluarkan.

Oh gini rasanya nahan tangis makan sambil makan! Batin Nara.

Ditepisnya semua kenyataan yang ada dipikirannya, ia juga menepis semua hal-hal yang akan menyakitkan bagi dirinya, Nara bertahan sebisa mungkin.

“Inget cowok yang nganterin aku waktu kita makan ramen?”

“Eumm,” hanya anggukan yang Nara berikan.

“Itu Kak Juna,” lanjut Jasmine.

Dadanya sesak kembali, Nara sekuat tenaga mempertahankan topengnya agak tidak mudah terlepas, meskipun hatinya terasa teriris, mengingat kembali doa yang sudah ia panjatkan kemarin. Bodoh, rutuknya dalam hati.

“Dari kapan?” tanya Nara.

“Dekat Kak Juna?”

“Iya,” jawab Nara dengan mulut yang masih terisi roti tersebut.

“Dari yang kita beli make up itu, aku temu pandang sama dia, Ra.” Jasmine terlihat bahagia saat menceritakan tentang Arjuna Bagaskara, senyumnya tidak lepas dari wajahnya.

Berbanding terbalik dengan Jasmine, Nara menarik napas dengan berat, benar sakit yang dirasa, Nara menelan rotinya dengan susah payah, semakin ia tahu, semakin menyakitkan bagi dirinya.

Kan gue bilang apa, jangan serakah, terlalu kepedean si lo! Nara asik membatin. Ia tidak bisa menyalahkan siapapun, karena ini memang murni kesalahannya, ekspetasi yang selalu mengudara dengan realita yang tak bergerak seincipun.

“Woy,” seru Faya yang tiba-tiba hadir dihadapan mereka.

Memiliki satu topeng yang selalu ia pakai jika bersama orang lain, Nara mempertahankan ini dikehidupannya yang kacau, memakai topeng yang menutupi sampai nanti sembuh dengan sendirinya, Nara juga akan bertahan hingga luka di hatinya menghilang.

Perjuangan Nara dimulai hari ini, melupakan memang tidak mudah bagi siapapun, membuka hatipun juga tidak semudah yang dibayangkan namun dirinya tetap ingin mencoba, walau secara perlahan.

Kini mereka berjalan menuju dalam kampus tetapi satu intruksi menghentikan langkah mereka. “Ra, Kak, tunggu sebentar,” ucap Jasmine.

“Kenapa?” Faya bertanya.

“Mau ngasih ini, tuh orangnya.” Tunjuk Jasmine seraya mengeluarkan tempat makan yang sudah terisi sandwich. Seperti biasa Jasmine dengan rutin memberi bekal makanan kepada Arjuna.

feel so fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang