Nara kini berada di dalam mobil bersama Tio, perjalan menuju kampus terasa berat karena lelahnya Nara yang selalu menuruti perkataan yang Tio ucapkan, beruntung hari ini menjadi hari terakhir bagi Nara menyandang gelar babu untuk seorang Anantio Danuarja.
Pandangan kosong saat Nara mulai menyadari jika hari ini adalah hari terakhir perjanjiannya, berarti hari ini juga menjadi hari terakhir dirinya melihat Arjuna dari dekat.
Satu do’a ia panjatkan di dalam hati.
Tuhan, Nara serahin semua keberuntungan yang Nara miliki biar bisa lebih lama liat Kak Juna dari dekat. “Aamiin.” Nara sapu seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Lo kenapa?” tanya Tio.
Nara lupa jika saat ini dirinya berada di sebelah Tio. “Nggak apa-apa,” jawaban Nara terdengar gugup.
Lantas pria itu tidak langsung percaya akan ucapan yang terlontar dari Nara. Saat turun dari mobil pria ini menuntut jawaban kembali. “Lo kenapa si?”
“Kenapa apanya?”
Tio ambil satu langkah besar untuk menghentikan laju Nara. Mau tidak mau langkah Nara terhenti, menatap Tio yang diam berdiri dengan tangan yang dimasukan ke jaket almamater kampus yang ia kenakan.
Tio terdiam.
“Apa?” Nara masih menunggu Tio berbicara.
“Lo yang kenapa? Dari tadi diem doang, terus bengong lalu tiba-tiba bilang aamiin.” Mata Tio mendelik, tangan yang semula berada di kantong lalu ia keluarkan untuk saling memangku di dadanya.
“Jangan nyulut emosi gue ya, Kak!”
Tio mensejajarkan tinggi badannya agar sama dengan Nara. “Gue nggak nyulut emosi lo, cuma pengen tau lo kenapa?”
“Last day, please be nice, Kak Tio.”
Tio angkat tubuhnya kembali. “Selama seminggu ini gue jahat sama lo?”
Jantung Nara berpacu atas ucapan serius yang Tio layangkan kepadanya, ia genggam erat tote bag miliknya.
“Mau diabsen?” tantang Nara.
Tio mengangguk menunggu Nara selesai berbicara. “Lo, selalu nyuruh gue datang ke kantin tapi lo nggak pernah ada di sana.” Kalimat pertama yang Nara lantuntakan hanya di jawab anggukan kepala oleh Tio. Pria ini menikmati kalimat demi kalimat protes yang Nara ungkapkan. Bagi Tio, Nara terlihat menggemaskan dengan emosinya yang tersulut.
“Lalu?”
“Nge-print tugas-tugas lo, ngetik tugas-tugas lo, kepala gue mau pecah baca kalimat-kalimat yang nggak gue ngerti sama sekali.”
“Lanjut?”
“Masakin lo segala macem makanan, nemenin lo nongkrong sampai malem, gue yang mesenin makanan trus malah lo ngerjaiin gue, lo bilang bukan ini yang lo pesen. LO NGESELIN TAU NGGAK?” protes Nara tanpa jeda.
Tio tidak sanggup menahan senyumnya.
“Jangan senyam-seyum, satu lagi! Lo selalu maksain semua keinginan lo, lo nggak pernah liat kondisi gue yang lagi ribet. Muka lo ngeselin!”
Tio terkaget akan kalimat terakhir yang terucap dari Nara. “Loh apa hubungannya sama muka, kok lo bawa-bawa muka si?”
“Ya memang, lo tuh jutek, galak, kadang lembut, kadang baik, nggak jelas pokoknya.” Nara bergegas pergi meninggalkan Tio, langkahnya ia perbesar tapi naas Tio lebih handal dalam mengejar.
“Balik kelas jam berapa?” tanya Tio.
Nara menatap pria yang saat ini berjalan di sebelahnya.“Tuh kan!” Nara selalu dibingungkan dengan perlakuan Tio yang selalu berubah-ubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
feel so fine [END]
Romance"Rasa kagum selama dua tahun akan berhenti di sini, gue cukup sadar diri untuk tidak mencinta lagi." Satu alasan yang membuat seorang Naraya Adisthi memutuskan untuk mengakhiri cinta sepihaknya, kini pria yang ia sukai selama dua tahun lamanya sudah...