“Izinin gue buat ngedeketin lo. Kalau lo risih bilang ya, Ra. Tapi jangan tolak gue, soalnya gue belum nembak lo.”
Kalimat itu terngiang kembali saat Nara bangun tidur, semalam Tio menemui Nara untuk mengungkapkan rasanya, tidak untuk diterima melainkan biar hatinya lega.
Namun dirinya tidak kalah bahagia pagi ini, prihal Arjuna yang menanyakan korek miliknya apa terbawa atau tidak oleh Nara, berkat itu perbincangan mereka menjadi cukup panjang malam kemarin.
Satu pesan masuk memecah lamunan Nara.
“Gimana cara ngasih taunya?” ucap Nara sambil menenggak segelas air mineral.Langkah kaki Nara menuju teras kamar kos, mobil hitam itu masih setia pada posisinya, Nara tidak tega jika mengabaikan Tio begitu saja, ia ambil berani untuk menemui Tio.
Senyum itu tercetak jelas di wajah Tio, image dingin dan galak luntur seketika jika berhadapan langsung dengan Nara. “Hai,” sapanya.
“Nggak ada kelas pagi,” kata Nara malas. Ia lihat Tio menautkan alisnya, menatap Nara tidak percaya. “Nih buktinya gue belum mandi.” Tunjuk Nara ke tubuhnya.
Tio pandang tampilan Nara, piama yang masih melekat dengan rambut yang terlihat berantakan. “Oh. Beneran nggak menghindar, kan?” tanya Tio serius.
“Enggak Kak Tio,” jelas Nara. Mendengar jawaban itu keluar dari mulut Nara lantas Tio bergegas kembali ke mobilnya, ia ambil satu cup hot choco.
Nara lihat Tio mengulurkan minuman itu kepadanya. “Kak?” panggilnya, “Gue nggak akan tanggung jawab jika nanti hati lo sakit karena gue.”
Kekehan ringan yang berbalut dengan senyuman Tio tampilkan. Pria ini sejajarkan tingginya dengan Nara. “Iya Nara. Perasaan ini punya gue, bahagianya gue yang ngerasain, jika nanti ada sedihnya, gue yang akan ngerasin sendiri juga. Gue nggak akan minta pertanggung jawaban dari lo, jadi tenang aja, nggak perlu khawatir,” jelas Tio dengan pandangan yang hangat.
“Jangan terlalu berjuang, Kak,” pintanya dengan suara yang terdengar lemah dan wajah yang tertunduk.
Tio tarik dagu Nara agar manik mereka saling menatap. “Perasaan ini punya gue. Kok lo ngatur si?” satu cubitan di dagu Nara diberikan Tio.
“Kok lo nyubit si?” protes Nara.
“Suka-suka gue, ya udah gue jalan dulu."
“Dih, nggak jelas lo!” teriak Nara, “Hati-hati,” tutupnya.
Tio yang mendengar kalimat terakhir dari mulut Nara menarik sudut bibirnya, lekungan senyum yang tercipta membuat pagi Tio terasa jauh lebih indah. Anantio dengan rasanya, Anantio dengan bahagianya.
…
Malam ini Nara menggerutu sepanjang perjalanan menuju Le’One café, pasalnya ia diminta Faya untuk mengantarkan berkas-berkas tugas kepada Leo.
KAMU SEDANG MEMBACA
feel so fine [END]
Romance"Rasa kagum selama dua tahun akan berhenti di sini, gue cukup sadar diri untuk tidak mencinta lagi." Satu alasan yang membuat seorang Naraya Adisthi memutuskan untuk mengakhiri cinta sepihaknya, kini pria yang ia sukai selama dua tahun lamanya sudah...